Call #20 - Eksis Kembali

1.4K 166 15
                                    

"Bersama saya Darren, saya bakal nemenin pagi produktif kalian dengan obrolan-obrolan penting-nggak-penting sampai jam makan siang nanti. Ada nara sumber yang juga udah gabung bareng kita di studio. Temanya lumayan asyik, nih... Seberapa besar kebutuhan kita akan konten dari penyedia aplikasi berbayar dan pengaruhnya ke financial planning kalian. Nah lo, nah lo... Bagi kalian yang pengguna aktif streaming platform kayak YouTube Premium, Netflix, Spotify, HBO GO, Apple Music, Disney+ atau layanan berbayar untuk keperluan produktif kayak Canva Premium, Scribd, Skill Share, VSCO dan masih banyak lainnya, ayo sharing bareng, berapa sih budget yang kalian keluarkan untuk berlangganan dan gimana cara kalian manage duit kalian biar nggak over budget. Sampai jam satu siang nanti, kita sharing dan curhat tipis-tipis seputar problem keuangan di kalangan kaum mendang-mending kayak kita, ya nggak guys?"

Darren kembali muncul. Tadinya Giana tidak yakin dan mengira ia cuma salah dengar saat menjelang siang hari ia memutar program radio dan mendengar suara yang familiar selagi melukis mural. Siaran yang biasanya ia dengarkan sambil lalu kini membuatnya terkesiap sesaat dan menghentikan sejenak goresan kuasnya di dinding. Giana sengaja mengeraskan volume radio lewat speaker bluetooth yang dibawanya sendiri. Mendengar lebih seksama suara penyiar yang sudah sangat akrab di telinganya. Seperti yang sudah-sudah, mendengar topik obrolan radio yang diselingi musik masih lebih menenangkan ketimbang hanya mendengarkan musik.

Hari ini pun Giana hanya memutar siaran radio tanpa ekspektasi apa-apa. Ia bahkan sudah nyaris lupa bahwa brand radio yang diputarnya adalah stasiun radio yang sama yang menyiarkan program Call Me When You're Single. Sampai suara Darren terdengar dan membuat jantungnya berdebar. Darren? Ataukah... Brandon yang membuatnya berdebar?

Giana memutuskan mengirim pesan ke Beni.

Giana: Sekarang Darren siaran siang? Harusnya kemarin lo kasih bocoran soal ini biar gue ada persiapan. Isk.

Sudah hampir tiga minggu ini Giana berusaha menyelesaikan lukisan mural yang menjadi pekerjaannya. Tadinya ia cukup percaya diri bisa menuntaskan lukisannya tidak lebih dari sepuluh hari. Ternyata melukis mural lebih melelahkan dari yang ia bayangkan, terutama ketika bidang yang digambar lebih luas dan lebih banyak ketimbang saat mahasiswa dulu. Giana juga menyadari stamina yang dia miliki tidak sekuat dulu. Meski dibantu staf laki-laki saat mengecat dasar mural, tetap saja bukan hal mudah untuk naik turun tangga saat melukis. Sekarang setelah beberapa minggu, yang ia lakukan tinggal menyempurnakan lukisan dengan menambahkan elemen shading dan lighting untuk karakter-karakter negeri dongeng yang tertuang dalam karya muralnya.

Balasan dari Beni datang dengan cepat.

Beni: Persiapan macam apa yang lo mau? Mandi kembang?

Giana: Gue lama nggak dengerin dia siaran. Ini peristiwa keramat. Minimal gue butuh cemilan atau minuman manis yang enak. Bukannya tangan penuh dengan kuas dan cat. Atau kalau tahu dia siaran, gue mestinya nggak ngelukis dulu.

Beni: Apaan sih ah, jangan kayak bocil labil. Atau jangan-jangan Ini kode minta dibawain cemilan. Gue bisa salah paham nih, ngira lo lebih naksir gue ketimbang Darren.

Giana: Gue cuma curcol ih... tapi ya nggak nolak juga kalau ada yang bawa upeti.

Beni: Gue pesenin delivery mau? Gue langganan datang ke kafe dessert yang enak di Kemang. Nagih pokoknya!

Giana: Jam segini? Boleh banget. Syaratnya nggak pake lama.

Beni: Aih, belum jadi apa-apa gue udah diperintah-perintah.

Giana tersenyum. Sesaat ia menyingkirkan ponselnya dan kembali fokus pada dinding di hadapannya. Lukisan karakter Pinokio saat ini lebih menuntut perhatiannya. Selain suara Darren dan musik yang mengiringi, suasana di gedung ini selalu sepi. Selama ini yang menjadi hiburannya adalah staf kafe komik yang kadang mampir untuk mengobrol saat makan siang, tapi untuk hari ini yang notabene adalah akhir pekan, mereka tidak bisa melakukannya karena kunjungan sejak semalam sangat padat, terutama karena musim ujian anak sekolah sudah berakhir. Yah, Giana sudah terbiasa sendirian tapi di luar dugaan, setelah ia menikmati obrolan-obrolan ringan dengan para staf Brandon, terutama Dian dan Nita, kesunyian menjadi satu hal yang tidak tertahankan. Makanya, suara-suara musik dari radio cukup menghiburnya, seolah kembali ke masa-masa produktifnya ketika ia mendengarkan Darren di program mingguan tengah malam. Bedanya, tema obrolan siang ini agak-agak moderate dan tentunya... less provocative.

Call Me When You're Single Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang