Chapter 10🌳

2.2K 372 0
                                    

Sebuah mobil bercat hitam, berjalan keluar menjauhi pelataran rumah Fahmi.

Rupa-rupanya mobil milik Dzai.

Dzai yang baru-baru saja berpamit pergi, untuk kembali pulang ke rumahnya. Ada alasan tertentu mengapa ia memilih kembali secepat itu, tanpa menginap terlebih dahulu. Ada banyak kesibukan yang harus ia jalani setelahnya.

Di sebuah pelataran luas yang hanya tinggal tersisa Meira dan Fahmi. Nampak saling berdiri menyaksikan kepergiannya.

Fahmi memandang fokus ke arah lajunya mobil yang semakin tenggelam dari pandangannya.

Fahmi berbalik arah, untuk kembali masuk ke dalam rumahnya. Namun mendapati sang istri yang masih diam di tempat, membuatnya tak leluasa melanjutkan langkahnya dan meninggalkannya masuk begitu saja.

Memang awalnya ia tak ingin memperdulikannya. Namun perasaan tak tega menepis angkaranya. Jadilah pria baik dirinya. Apa lagi saat mendapati gadis itu yang kini menangis. Air matanya menderai, dengan diam kebisuannya.

Fahmi menarik nafas, menghembuskan pelan kemudian. Fahmi tidak mengerti bagaimana perasaannya saat ini. Gadis itu selalu saja menangis dan merengek meminta pulang ke Surabaya, gadis itu tidak nyaman tinggal di rumahnya. Ia tidak menyadari bahwa ialah penyebapnya.

"Kenapa menangis? Kamu kecewa karenanya pulang? Bukankah beliau sudah mengatakan jika minggu depan beliau akan datang lagi ke sini? Kamu tidak mengerti?" Tanyanya tidak tahu menahu.

Sebenarnya gadis itu menangis bukan sebab tidak rela jika omnya kembali pulang, tapi karena kekesalannya yang selalu di buat tidak nyaman tinggal di rumahnya, sehingga ia pelampiaskan alasan sedihnya itu pada satu hal yang bukan menjadi sebabnya. Ia tidak nyaman. Ia ingin pulang dan kembali ke Surabaya. Lalu hidup damai seperti semula.

Ada satu hal yang membuat Meira terkejut, hingga menimbulkan sikap gugup. Saat tiba merasakan perlakuan yang tak biasa dilakukan oleh suaminya padanya.

Fahmi menyeka air matanya yang terus mengalir deras, "Jangan menangis," Ucapnya lirih. Ntah sedang kerasukan apa pria itu. Mula-mula sekali pria itu bersikap baik padanya. Ini seperti bukan Fahmi yang biasa Meira kenal. Fahmi yang biasa Meira kenal memiliki sikap kaku dan beku.

Coba tanyakan kabar Meira saat ini? Pasti hatinya sedang berlompat-lompat merasakan kebahagiaannya.

"Kamu tahu? Hantu itu sangat menyukai gadis yang gemar menangis," bisiknya sensual.

Meira berdecit. Lagi-lagi ia diingatkan terkait hal mistis itu. Meira menggeleng kekeh tidak mau. Memang ia tidak percaya itu, tetapi tetap saja takut,"Tidak mau, gus," Lirihnya sembari merengkut ketakutan.

"Makanya berhentilah menangis. Kalau tidak nanti hantu it___"

Meira terpekik, dengan gugup membekam bibir suaminya. Memintanya diam, "Hssst.... Jangan katakan lagi. Meira tidak ingin mendengarnya. Bagaimana jika hantu itu juga mendengarnya!?" Celotehnya polos, dengan reaksi ketakutannya.

Melihat reaksinya. Fahmi membungkuk. Tubuhnya bergetar, rupanya ia menahan tawa.

"Dia akan membawamu dan menyembunyikanmu dalam karung goninya. Kamu masih ingin menangis?" Akhir-akhirnya Fahmi yang kecanduan usil padanya.

Mendengar kalimat itu, bulu kuduk Meira kontan berdiri mrinding, lebih merinding dari sebelumnya. Membuatnya cepat-cepat mengusap air matanya hingga bersih tuntas.

Fahmi masih menahan tawa. Ternyata gadis itu sangat lucu, walau sering kali membuatnya kesal.

Lagi pula, bagaimana bisa Meira takut dengan hantu? Sementara melihat saja tidak bisa. Dari mana datangnya rasa takut itu? Aneh.

Gadis Buta Yang Mampu Menaklukan Dia (SELEAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang