Chapter 14

1.9K 382 1
                                    

Arunika membangun askara pagi, dengan balutan serayu sejuknya.

Burung-burung bertengger di atas tiang listrik jalan, mengilusi keindahan lingkungan.

Embun pagi membasahi vanaspati, menyerbu kesegaran.

Di waktu yang masih pagi ini, sudah ada dua insan yang menekun diri di dapur.

"Kemarin gus pergi? Jam berapa gus kembali?" Tanya gadis simalakama itu kepada sang suami.

"Subub," singkat sang pria membalas pertanyaan sang istri.

Meira mengangguk, tanpa memberi tanya lagi. Segera mungkin ia membuang jauh pertanyaan lain yang masuk dalam pikiran. Sebenarnya masih banyak lagi yang ingin ia tanyakan. Terutama pertanyaan tidur dimana? Bersama siapa? Tapi apa haknya ia menanyakan hal itu. Tapi wajarkan jika seorang istri cemburu dan curiga akan sesuatu yang dilakukan oleh suaminya di luar sana.

Berhubung Fahmi yang sedang bersamanya di dapur, tentunya Meira meraih banyak kesempatan untuk berbicara dengannya.

"Gus."

Fahmi berdehem menanggapi sebagai sahutannya.

"Mm... Meira ingin meminta maaf atas kejadian kemarin. Maafkan Meira jika Meira lancang atas ucapan Meira yang mungkin membuat gus tersinggung," ucapnya berusaha tanpa ragu.

Meira menanti jawaban, tetapi Fahmi tak kunjung memberi jawaban.

"Gus memaafkan?"

Fahmi yang malah seperti sengaja mendiaminya.

"Gus tidak ingin memaafkan?"

Fahmi mendengkus, sesaat diam dari geraknya, "Ya, saya maafkan. Jangan kamu ulangi lagi."

"Baik, gus," Ujarnya dengan tundukan.

"Saya juga minta maaf atas persoalan kemarin. Maaf, jika cara saya menegurmu kurang baik. Lain kali, jika kamu butuh sesuatu bicarakan pada saya. Maafkan saya juga, jika saya kurang memperhatikan keadaan rumah. Hari-hari saya selalu sibuk dengan pekerjaan kantor, tentu saya jarang memperhatikan keadaan rumah. Saya harap kamu mengerti itu."

Meira mengangguk, "Ya, saya mengerti. Insyaallah saya juga tidak akan mengulangi kesalahan itu lagi."

Fahmi mengangguk sembari melirik sedikit ke arah sang istri.

"Gus tumben sekali masak pagi? Hari ini tidak bekerja?"

"Akhir pekan tentu saya tidak bekerja."

Meira mengangguk memahami.

"Jam delapan nanti kekasih saya akan datang, setelah ini saya akan pergi menjemputnya."

Apa kalian tahu perasaan Meira saat ini? Hatinya seperti masuk dalam parit, dengan tubuh seketika membeku. Andaikan suaminya itu adalah seorang manusia berhati, pastinya tidak akan seterus terang ini menyatakan kemirisannya kepada sang istri. Apa pria itu sungguh tidak punya hati? Tidak tahukah bahwa hal yang dinyatakannya itu sangat menyayat hati sang istri?

"G-gus ingin membawanya ke rumah ini?"

"Ya," dengan entengnya pria itu menjawab walau dengan kalimat singkatnya.

"Jangan melanggar ikhtilat gus, harom. Percampuran lawan jenis yang bukan mahram tidak dapat dibenarkan baik dalam ruangan terbuka maupun tertutup. Meira tahu dulunya gus adalah seorang pria yang tekun dan tahu akan ilmu agama, tentunya gus faham akan hukum itu. Mengapa tidak di amalkan?"

"Tidak perlu membahas keagamaan dengan berlagak suci, Meira. Saya tahu kamu membahas hal itu karena kamu cemburu, kan?" Sejujurnya Fahmi tertampar dengan ucapan sang istri, namun bukannya sadar ia malah memberi elakan seolah ia tidak salah.

Gadis Buta Yang Mampu Menaklukan Dia (SELEAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang