Chapter 16

1.9K 348 0
                                    

"Sudah sudah nak. Ini sudah malam. Istirahat ya. Kamu kan lelah seharian perjalanan," ucap Hayati menepuk gemas bahu menantunya. Sembari memarahi layaknya memarahi anak kecil.

"Tidak apa-apa umi. Meira bantu beberes. Toh sebentar lagi juga selesai. Ya, kan?" Jawab Meira dengan senyum mengejeknya.

"Tidak Meira. Sudah, cukup. Kamu istirahat, nak." Geram Hayati kepada menantunya.

"Abii ...! Menantunya sulit di nasehati. Tolong dimarahi bi," Seru Hayati mengadu pada sang suami.

Berakhir Qaid  dengan cekatan turun tangan menghampirinya,"Sudah nak. Ini bukan tugasmu, lepas. Sekarang pergi ke kamar, hampiri suamimu. Cuci kaki, cuci tangan, tidur," ucap Qaid melirihi, sembari sesekali menghisap rokoknya yang sedang ia nikmati saat ini juga.

Meira melepas segera kegiatannya, dan lebih baik menuruti apa yang di katakan mertuanya.

"Sudah, ke kamar. Tinggalkan pekerjaan ini!" Titah Qaid beralih tegas.

"Mbak! Bisa minta tolong antar ning Meira ke kamar gus Fahmi?" Seru Hayati, menghimbau para santri yang masih berada di sekitar ndalem dengan meminta bantuan.

Nampak dua mbak santri perwakilan yang gegas menghampiri seruannya.

Sesuai yang diperintahkannya, kedua mbak santri tersebut pun pergi mengarahkan Meira dengan langkah mengiringinya menuju kamar suaminya.

*****

"Assalamualaikum. Gus," ucap Meira ragu-ragu, begitu tiba memasuki kamar suaminya.

"Walaikumsalam," balasnya singkat, sembari melangkah ketus menuju ranjang. Meraih satu bantal sekaligus helaian selimutnya.

Ntah sedang terkena masalah apa lagi pria itu. Sifatnya selalu berubah-ubah tiap waktu, terkadang hangat, terkadang dingin, terkadang juga biasa saja.

Tatapannya patah-patah pria itu beralih pada sang istri. Langkahnya pun terhenti sejenak, "Kalau mau masuk ya masuk, kalau tidak ya tidak! Jangan berdiri di situ! Mengusik pemandangan!" Tegur Fahmi, kesal mendapati sang istri yang sejak tadi diam mematung berdiri di belakang pintu. Fahmi kembali melanjutkan langkahnya menuju sofa yang jaraknya tak begitu jauh dari arah ranjangnya, sekitar empat meter.

Dapat dipastikan, pria itu akan tidur disana.

Bukan begitu. Meira hanya masih bingung dengan suasana barunya yang belum pernah ia jumpai selama ini. Baru pertama kalinya ia mendatangi rumah mertuanya ini, tentu banyak hal yang masih belum ia mengerti.

Terutama di dalam ruangan kamar suaminya ini, banyak hal yang masih membuatnya bingung, lantaran tidak mengenali suasana tempatnya.

Seharusnya Fahmi lebih peka terhadap kondisi istrinya. Sudah tahu jika istrinya itu tunanetra.

Meira melangkah maju seasalnya, ntah kemana tujuannya. Sementara jika melihat Fahmi, yang sejak tadi hanya nampak sibuk dengan teleponnya. Ia sama sekali tak peduli dengan istrinya saat ini.

Langkah Meira terhenti kala ujung tongkatnya membentur suatu benda. Ia jamah benda tersebut masih dengan tongkatnya. Pikirnya, apa yang barusan membentur tongkatnya?

Untuk memperjelas, ia jamah sekaligus benda tersebut dengan telapak tangannya. Oh, dapat dirasakan, benda tersebut terasa seperti berbusa, begitupun saat ia menekannya. Lalu perlahan-lahan pun ia coba duduki, tak terjadi masalah apapun. Meira tak tahu pasti bahwa benda apa yang tengah ia duduki.  pikirannya tertuju jika itu benda kasur.

Gadis Buta Yang Mampu Menaklukan Dia (SELEAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang