Dua Minggu Kemudian
Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa, dua Minggu sudah, Marissa berada di tanah kelahirannya. Ia sudah cukup terbiasa dengan rumah masa kecilnya. Hari ini tepat empat belas hari, ia berada di antara ke dua orang tua dan kakak satu-satunya. Ia pun memutuskan menyudahi masa bertapanya. Ia sudah siap mengemban tugas dari sang ayah, yang sudah mempercayakan perusahan milik beliau padanya. Cinta pertamanya itu bahkan sudah resmi memperkenalkannya pada seluruh karyawan, yang akan menjadi bawahannya. Sebagai sosok pemimpin baru di kantor tersebut.
Pagi ini ia mengenakan gamis kasual berwarna navy. Dengan jas semi formal berwarna hitam, menjadi luarannya. Hijab pashmina berwarna perak menjadi penutup manis di kepalanya. Riasan tipis di wajah, menjadi pelengkapnya. Setelah di rasa siap dan lengkap, ia mengambil tas kerja, tas selempang, juga kunci mobilnya. Setelah itu ia bergegas turun ke lantai bawah, untuk sarapan bersama keluarganya.
Sesampainya di lantai ruang makan, ia segera mengambil duduk di samping kakaknya yang tengah menikmati kopi susunya. Mbak Harni yang melihat kehadiran nona mudanya, segera mengangsurkan teh hijau, minuman wajib Marissa di pagi hari.
"Selamat pagi para bos?" sapa bunda, yang datang dari arah dapur.
Di kedua tangan malaikat tak bersayap Marissa itu, terdapat sepiring udang goreng tepung kesukaannya dan sang kakak. Soal makanan, kakak beradik itu memang tidak begitu berbeda seleranya.
"Pagi, bunda sayang" balas Rasyid, yang segera mengambil piring berisi udang tersebut.
"Pagi," balas Marissa singkat.
"Mau udang?" tawar Rasyid.
"Iya," sahutnya.
Rasyid tak mau banyak bicara dan tak akan menggugat kebiasaan datar sang adik. Lelaki itu begitu saja memindahkan beberapa buah udang ke atas piring Marissa yang sudah berisi sedikit sekali nasi.
Setelahnya, satu keluarga itu memulai sarapan pagi mereka. Sebagai ibu, bunda Azizah sesekali menatap dua buah hatinya yang memiliki usia matang itu. Bagi beliau, ke duanya sudah pantas berumah tangga. Tapi, entahlah, belum ada yang menunjukkan sinyal akan segera mengakhiri masa lajang mereka.
🍁🍁🍁
Beberapa menit berkendara, Marissa telah sampai di depan gerbang tinggi kantor ayahnya. Yang mulai hari ini resmi ia ambil alih. Mematikan mesin mobilnya, ia menghampiri satpam yang berjaga. Ia bermaksud menunjukkan identitas dirinya, yang wajib dilaporkan sebelum memasuki kantornya tersebut.
Setelah selesai, ia menyerahkan kunci mobilnya pada si satpam, agar mobilnya dibawakan masuk. Ia pun berjalan masuk dan memilih menunggu satpam tersebut di teras kantor. Beberapa saat setelahnya, satpam itu kembali menghadapnya.
"Ini Bu, kuncinya" ucap si satpam yang bernama Rahmat. Lelaki muda yang berusia dua tahun di bawahnya.
"Terima kasih. Silakan kembali bekerja."
"Baik, Bu."
Rahmat pun berlalu dari hadapan Marissa dan kembali berjaga di pintu gerbang. Sementara Marissa beralih mengisi absen daftar hadir, yang harus dilakukan dengan meninggalkan jejak sidik jari. Setelah selesai ia berjalan memasuki lobi yang terdapat seorang resepsionis, yang tengah berjaga di meja terima tamu.
Resepsionis dengan penampilannya yang cetar itu, tergesa menghampirinya yang baru akan naik lift. Menghormati sesama, Marissa mengurungkan niatnya masuk ke dalam kotak besi tersebut. Ia beralih menghadap si resepsionis yang baru kali ini Marissa lihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berakhir Denganmu (Terbit By NY BOOK)
General FictionReza yang cuek, kurang mahir mendekati lawan jenis, membuatnya awet melajang di usia awal tiga puluhan. Padahal Alvin, sang adik satu-satunya yang berusia lima tahun di bawahnya, telah memiliki keluarga kecil yang bahagia. Sedikit ide jahil sang adi...