Sebuah mobil sedan berwarna hitam, tampak berhenti di depan sebuah pagar besi yang tampak terkunci dari dalam. Seseorang di balik kemudi tampak ke luar dari mobil tersebut. Setelahnya seseorang itu, mendekat ke arah pagar.
"Assalamualaikum?" sapanya agak keras, pada seseorang yang terlihat menyapu di halaman. Seseorang tersebut menoleh.
Menyadari ada yang berdiri di depan pagar, seseorang itu meletakkan sapu yang ia pegang lalu mendekat ke arah pagar tersebut. Untuk menyambut tamu yang datang.
"Waalaikum Salam," balas seseorang tersebut setelah dekat.
"Ibu Azizah nya ada, mbak?" tanya si tamu yang tak lain adalah Marissa Ayudia.
"Ada, mbak. Sepertinya ibu sedang sarapan. Mbak nya ada kepentingan kah, dengan ibu?"
"Iya, mbak. Boleh saya dan mobil saya masuk?"
"Oh boleh, mbak. Sebentar, saya buka dulu pintu gerbangnya."
Seseorang yang ada di depan Marissa itu pun sibuk merogoh kantong celananya. Setelah beberapa saat benda yang dicari pun ia dapatkan. Ia segera membuka kunci pagar lalu membukanya. Sementara itu, Marissa kembali masuk ke dalam mobilnya, lalu mengarahkan kendaraanya tersebut masuk ke dalam pekarangan rumah. Setelah memarkirkan mobilnya, ia kembali turun.
"Mbak namanya siapa?" tanya Marissa.
"Saya Harni mbak, asisten rumah tangga baru di sini. Baru sekitar enam bulanan kalau nggak salah."
"Oh gitu? Bisa antar saya masuk, mbak?"
"Bisa mbak, mari!"
Setelah itu dengan membiarkan tas nya di dalam mobil, Marissa mengikuti langkah kaki mbak Harni yang membimbingnya masuk.
Melangkah setapak demi setapak, jujur saja membuat dada Marissa diserang pilu. Hatinya terasa ngilu karena rindu. Nyaris satu dekade, bukan waktu yang sebentar baginya untuk menepi. Selama itulah, ia bertahan di rumah pamannya yang ada di luar kota. Kuliah hingga kerja di tempat sang paman tinggal. Tanpa sekalipun melihat keadaan rumah. Baru kali ini, ia bersedia kembali ke rumah masa kecilnya.
Mbak Harni, sang asisten rumah tangga, terus membimbing Marissa hingga sampai di ruang makan. Perempuan dua puluh tujuh tahun itu berhenti di pintu ruang makan tersebut. Membiarkan mbak Harni menghampiri bundanya.
"Ibu, maaf mengganggu. Ada tamu yang nyari ibu, penting katanya" bisik mbak Harni.
"Siapa, mbak?" tanya balik bunda Azizah.
Wanita paruh baya itu lantas menoleh, dan begitu saja terpaku. Ke dua mata yang pelupuknya sudah mulai tercetak garis halus itu, tampak berkaca-kaca. Hal demikian juga dialami Marissa yang sudah tak kuasa lagi menahan tangisnya.
Ibu dan anak itu pun akhirnya saling mendekat lalu berpelukan sangat erat. Menumpahkan rasa rindu yang selama ini mereka tahan. Rizal, ayah Marissa, yang menyadari kehadiran anak bungsunya. Segera meletakan sendok yang beliau pegang, lalu mendekat, memeluk dua wanita kesayangannya.
"Ayah?" sapa Marissa serak. Sang ayah menyambutnya dengan pelukan hangat.
"Akhirnya, peri kecil ayah bersedia pulang. Terima kasih nak, sudah mendengarkan ucapan ayah"
"Sama-sama, ayah. Ayah sama bunda baik, kan?"
"Alhamdulillah, baik sekali, nak"
"Alhamdulillah. Mas Rasyid mana, ayah?"
"Ah itu, mas mu sudah berangkat ke kantor beberapa menit yang lalu. Sedang ada banyak urusan sepertinya."
"Oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
Berakhir Denganmu (Terbit By NY BOOK)
Ficción GeneralReza yang cuek, kurang mahir mendekati lawan jenis, membuatnya awet melajang di usia awal tiga puluhan. Padahal Alvin, sang adik satu-satunya yang berusia lima tahun di bawahnya, telah memiliki keluarga kecil yang bahagia. Sedikit ide jahil sang adi...