setelah makan malam, menata tempat tidur dan membersihkan singkat kamarnya, Akasa berencana untuk melanjutkan bacaan komik kesukaannya sambil menunggu waktu tidur. dari arah lantai bawah, ia juga sudah tidak lagi mendengar suara kakak-kakaknya yang heboh bermain game sejak selesai makan malam.
saat akan menghampiri meja belajar, tidak sengaja netra sipit itu tertuju pada baju seragam yang ia gantung tadi siang. dua kancing teratas seragam miliknya itu tidak sengaja lepas saat Akasa tengah berganti pakaian. kurang hari-hati. ia lupa, padahal tadi sore ia sudah berencana untuk meminta bantuan mama agar memperbaiki kancing-kancing ini. apa sekarang saja ya.
melangkah perlahan ke arah kamar kedua orang tuanya cukup membuat Akasa merinding. rumah ini cukup besar, kalau malam dan sepi begini terasa sangat lengang. ditambah beberapa lampu mulai dimatikan untuk menghemat listrik, membuat suasana kian horor saja. terlihat sedikit lagi akan tiba di depan kamar orang tuanya, tiba-tiba ia merasa ragu. takut orang tuanya sudah istirahat dan Akasa hanya akan membangunkan mereka. mengganggu waktu istirahat kedua orang tuanya.
memutuskan berbalik arah dan menuju kamarnya kembali, Akasa mulai memikirkan cara yang tepat untuk memperbaiki kancing tersebut seorang diri. karna ia tidak bisa menjahit, sepertinya peniti dapat menjadi solusi yang bagus pikirnya. sekarang pr nya adalah mencari peniti-peniti tersebut.
dengan langkah sepelan mungkin agar tidak membangunkan siapapun yang sudah terlelap, Akasa menggerakkan kakinya menuju dapur. semoga saja ada. membuka satu persatu laci berharap setidaknya ia menemukan satu atau dua peniti disini. menurut Akasa, dapur adalah salah satu tempat di rumah yang benda-benda tidak terduga seperti ini dapat ditemukan.
saat fokus membuka laci bagian bawah, Akasa dikejutkan dengan langkah kaki yang mendekat ke arahnya.
"cari apa?"
"hah? oh.. cari peniti."
"peniti?"
"iya. a-bang punya?"
"untuk?"
"seragam. seragam Aka kancingnya lepas, tadi mau minta bantuan mama tapi lupa. mau minta tolong sekarang tapi takut udah tidur. jadi pake peniti aja."
"bang Kane punya?" lawan bicaranya mengangguk singkat.
iya. yang menghampiri Akasa adalah Kane. malam-malam seperti ini memang tidak jarang Kane akan berkeliaran di dapur untuk mengambil makanan ringan atau sekedar membuat kopi sebagai teman begadang mengerjakan tugas-tugasnya. cukup terkejut menemukan adik bungsunya yang merunduk-runduk seperti maling.
"Aka minta. boleh?"
"boleh. sekarang balik kamar dan tidur, nanti abang anterin ke kamarmu biar besok aja dibenerinnya."
"makasi abang." tutup Akasa sambil berlalu ke kamarnya.
Akasa sudah memikirkan apa yang dikatakan Badra dua hari yang lalu. yang dikatakan kakaknya itu memang benar, tidak ada salahnya ia mencoba percaya pada keluarganya, mencoba membuka diri. diawali dengan mencoba meminta tolong ketika ia membutuhkan pertolongan seperti saat ini. ia hanya berharap itu bukan pilihan yang salah.
Akasa berencana menunggu Kane untuk mengantar peniti ke kamarnya sambil membaca komik. namun sepertinya rasa kantuknya cukup kuat sehingga ia tertidur dan ketika membuka mata ternyata hari sudah mulai pagi.
menoleh ke laci samping ranjang lalu menghampiri meja belajar, Akasa tidak kunjung menemukan keberadaan peniti yang dijanjikan Kane semalam. apa kakaknya itu lupa ya. sepertinya begitu.
malas berpikir terlalu jauh, Akasa memilih untuk mandi. nanti sehabis mandi ia akan menghampiri kamar mama untuk meminta bantuan. Akasa yakin mama akan memiliki seribu satu cara untuk memperbaiki seragamnya dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A K A S A
General Fiction"bunda, ini lili putih kesukaan bunda. sebenernya Akasa nggak suka lihat bunda tidur di dalem tanah sendirian kayak gitu. bunda sendirian di dalem sana, Akasa juga sendirian di atas sini. kalau sama-sama sendirian kayak gini kenapa bunda tetep milih...