E M P A T B E L A S

432 40 4
                                    

hari ini sudah seminggu berlalu sejak kejadian "buku" milik Akasa, anak itu pun sudah terlihat biasa saja. seperti tidak pernah terjadi apa-apa sebelumnya.

seperti saat ini, Akasa sedang sibuk bersama Agir di ruang tengah untuk menyelesaikan puzzle raksasa dari papa. kata papa, jika puzzlenya selesai kurang dari tiga hari, mereka akan mendapat hadiah. semakin menarik karna mereka dapat memilih apapun yang mereka mau masing-masing satu.

kalau boleh jujur, sebenarnya cara ini hanya akal-akalan papa agar anaknya tidak semakin kecanduan game online, lebih tepatnya Agir. akhir-akhir ini, Agir mulai kecanduan bermain game online tiap malam bersama teman-temannya hingga dini hari. alhasil, ia sering bangun terlambat dan malas berangkat sekolah. sedangkan Akasa, ia hanya diminta membantu sang kakak dengan iming-iming hadiah yang sama, itung-itung agar tidak terus-terusan mendekam di kamar sambil membaca komik.

"woahhh apa nih, habis gempa ya rumah kita?" tanya Baruna yang baru sampai rumah entah darimana, langsung disuguhkan keadaan ruang tengah yang lumayan kacau dengan potongan-potongan puzzle berserakan beserta kedua adiknya yang tengkurap diatas karpet.

Agir memilih tidak menghiraukan sang kakak, sedangkan Akasa si anak baik pun menjawab,

"puzzle dari papa. abang mau ikut?"

"makasi udah ditawari, tapi adek aja yang main sama bang Agir. abang mau masuk dulu, mau mandi." balas Aru sambil mengelus pipi Akasa dan beranjak meninggalkan mereka berdua, tidak lupa mengusap kasar rambut Agir yang dibalas plototan sang pemilik.

"bang Dritan kok nggak ikut main bang, kenapa cuma Aka sama abang aja yang main?"

"Dritan nggak suka main kayak gini, dia sukanya belajar. Ka tolong ambilin itu, yang disebelah remote."

sambil mengambil potongan puzzle yang dimaksud kakaknya, Akasa pun melanjutkan,

"suka banget? kata bang Aru, bang Badra juga suka belajar tapi masih suka main-main sama bang Aru, keluar-keluar sama temennya. tapi Akasa belum lihat bang Dritan keluar-keluar buat main."

Agir yang akan meletakkan potongan puzzle pun dibuat diam. menoleh kepada sang adik dengan pandangan tidak terbaca.

"abang, kok diem. ini ditaruh mana, tadi katanya abang tahu."

"oh disini. katanya menunjuk salah satu bagian."

Akasa sudah sibuk kembali, namun Agir jadi kepikiran apa yang dibicarakan adiknya itu. bukan tidak tahu, Agir sangat tahu mengapa Dritan jarang bergabung dengan mereka.

terkadang Dritan memang ikut serta namun tidak lama, dan tidak ikut saat agendanya adalah bermain seperti saat ini. Dritan akan pamit lebih dulu untuk kembali ke kamar dan kembali belajar. entah mengulang pelajaran hari ini, mengerjakan PR, atau sekedar mencoba soal-soal baru.

tidak bohong, Agir terkadang dihantui rasa bersalah terhadap kembarannya itu. Agir merasa bahwa Dritan ada di posisinya saat ini tentu karna campur tangannya juga.

namun salah kah jika ia sedikit egois, ia hanya ingin menjadi anak seusianya yang mencoba berbagai hal baru. menikmati berkumpul bersama teman-teman dan berlatih basket agar menjadi pemain nomor satu. toh Dritan tidak terlihat keberatan, toh Dritan tidak pernah mengeluh, toh Dritan diberikan Tuhan otak yang lebih cerdas daripada dirinya. siapa tahu hal tersebut memang ditakdirkan untuk ini. iya kan?

Dritan yang berdiri tidak jauh dari keduanya mengepalkan tangannya dengan erat. ia memang baru saja sampai sehabis bertemu dengan teman kelasnya, minta tolong dijelaskan beberapa materi yang kurang ia paham untuk ujian pekan depan. mendengar percakapan kedua saudaranya membuat suasana hatinya seketika anjlok.

menunggu beberapa waktu untuk menenangkan hatinya, setelah merasa lebih baik Dritan baru kembali melangkah dan menyapa kedua saudaranya dengan nada ringan.

"wah, besar banget puzzle nya." bukanya yang langsung ditanggapi antusias oleh Akasa

"abang!! abang ayo ikut, abang ini puzzle dari papa biar dapat hadiah. ayo ikut!"

"oh yaaa? hadiah apa?" tanyanya antusias sambil mengelus kepala Akasa. adiknya ini terlihat berbinar saat bicara. senang sekali sepertinya.

"terserah aja, pokonya minta satu. tapi kalau selesai tiga hari ya abang, kalau lewat busung hadiahnya. bang agir juga dapat lhoo. abang ikut yuk biar dapat juga. abang mau apa?" oh?

hahahaha sial. Dritan rasanya ingin menangis saja mendengarnya. menyelesaikan puzzle agar mendapat hadiah, bahkan ia yang rangking satu saja hanya dapat senyuman dari papa.

"wah keren. adek pasti seneng yaa, mau minta apa emang ke papa?"

"nggak tahu. nanti aja mikirnya, pokoknya selesai dulu. iyakan bang?" balas Akasa sambil menatap Agir yang dibalas anggukan tanpa kata.

"yaudah diselesaikan yaa. abang mau ke atas, capek habis belajar kelompok. adek pasti bisa. gue ke atas, nitip adiknya." tutupnya setelah bicara kepada Akasa dan Agir.

memilih untuk bersih-bersih dan mendekam di kamarnya.

❀•°❀°•❀

"mama.." panggil Akasa pada sang mama yang sedang memasukkan beberapa baju Akasa ke lemari sang anak.

Akasa sudah nyaman diatas tempat tidur, sudah memakai selimut dan memeluk guling. siap tidur. tinggal menunggu mamanya untuk menemaninya hingga terlelap.

"kenapa sayang?"

"kalau rapor Akasa nggak bagus setelah ujian semester, gimana?"

menutup lemari Akasa dan menghampiri anaknya itu, ikut masuk kedalam selimut milik Akasa. membawa sang anak untuk memeluk dirinya dan mulai mengelus lengan Akasa dengan lembut.

"adek udah berusaha agar nilainya bagus nggak?"

Akasa jelas mengangguk. ia sudah berusaha untuk itu, ia sudah belajar.

"kalau adek sudah berusaha, kenapa mama mesti marah."

"abang yang lain juga gitu? nggak masalah kalau nilainya nggak bagus yang penting udah usaha?" tanyanya sekali lagi.

namun kali ini tidak ada jawaban dari mama, yang ada hanya elusan di lengannya yang tidak berhenti hingga Akasa mulai tidak bisa mengendalikan rasa kantuknya.

namun, di tengah batas tidur dan sadarnya Akasa masih dapat mendengar suara mama yang cukup lirih.

"mama sayang adek, mama sayang abang, sayang sekali. mama terus berusaha jadi mama yang baik buat kalian, tolong mama ya nak." lalu mengecup dahi Akasa cukup lama. setelahnya Akasa tertidur pulas, bahkan mungkin saat bangun ia sudah melupakan kalimat yang ia dengar.

lagipula kenapa mama bicara begitu. Akasa tanya apa, mama jawab apa. sepertinya itu hanya ilusi sebelum tidur, atau mimpi yang tanpa ia sadari. entahlah.

A K A S ATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang