"jawab Pa!" teriak anak lelaki di depan Agastya dengan wajah pias.
"Papa kenapa jahatin mamaku.." katanya lirih, pelan sekali. karena suasana pemakaman yang cukup sepi, telinga Agastya tidak punya alasan untuk tidak mendengarnya.
laki-laki paruh baya tersebut hanya diam memandang wajah anak lelaki yang penuh dengan kekecewaan. terasa semakin merajam dadanya karena tatapan itu ada karena Ialah penyebabnya. ayah dan suami yang gagal entah sekuat apapun dia berusaha.
Agastya juga tahu ia tidak layak dimaafkan. mungkin istrinya terlalu baik karena mau memaafkan dan menerimanya lagi. akan egois jika ia mengharapkan anak-anaknya memiliki pandangan yang selaras dengan sang istri.
"maaf nak. maafin Papa."
Agastya mencoba meraih tubuh di depannya, namun saudara kembar Dritan itu reflek menjauh dari dekapan sang ayah. bukan kehendak Agir untuk menolak, entah mengapa hal itu reflek terjadi. pikirannya kosong, hatinya sakit, Agir kecewa.
iya, Agir. anak itu datang bersama Agastya setelah bermain di rumah teman. terlalu lama menunggu Papa di mobil bersama kedua saudaranya, ia ditugaskan menjemput Papa namun malah kenyataan pahit yang ia dengar.
papanya berselingkuh. papa yang selama ini ia banggakan, papa yang selalu menjadi panutan ternyata tidak lebih dari pria brengsek yang tega menghianati istrinya.
"Agir.. nak.. maaf." bisik Agastya pelan penuh dengan rasa bersalah.
"mama tahu?" tidak menjawab perkataan maaf sang ayah, Agir lebih memilih untuk melontarkan pertanyaan balasan.
"mama tahu papa udah jahatin mama?"
tanyanya sekali lagi yang dibalas anggukan dari lawan bicaranya.
mata bulat yang penuh keceriaan itu seakan sirna, ada lelehan yang keluar bersamaan dengan rasa kecewa yang kiat memberat.
papanya berkhianat, papanya adalah penjahat yang sering kali ia tonton di televisi.
dan adiknya..
Akasa..
entah kenapa raut wajah Agir kian menajam.
Akasa itu bisa dikatakan sebagai salah satu alasan papa melukai mama kan?
Agir hanya anak kelas tiga SMP. ia masih tidak bisa sepenuhnya memahami pikiran orang dewasa, yang ia tahu mama pasti kecewa saat papa mengatakan memiliki Akasa.
"Akasa.."
"nggak. nggak nak, Akasa nggak bersalah, adik kamu itu nggak tahu apapun. dia sama menderitanya, dia sama kecewanya. dia.. dia hanya korban. ya?"
karena sisi emosional yang meluap-luap, anak itu tentu saja menggeleng keras.
Akasa itu memang tidak bisa memilih orang tua yang melahirkannya, namun hal itu dimata Agir tidak menghapus kenyataan bahwa ia adalah anak dari papa bersama wanita lain.
anak wanita yang menyakiti mama.
ia tidak terima, ia tidak suka. ia marah.
Agir benar-benar marah. kepada papa, kepada wanita itu, dan kepada anak mereka.
Akasa bukan adiknya. dia anak papa.
"aku yakin abang-abang nggak tahu kan. aku akan diam sampai papa sendiri yang cerita ke mereka. tapi tolong jangan paksa aku untuk menerima Akasa dan memaafkan papa."
katanya sebelum berbalik dan meninggalkan Agastya. Agir kecewa dan Agastya tahu itu.
tidak mudah menerima kenyataan bahwa ia memiliki ayah yang berkhianat kepada ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A K A S A
General Fiction"bunda, ini lili putih kesukaan bunda. sebenernya Akasa nggak suka lihat bunda tidur di dalem tanah sendirian kayak gitu. bunda sendirian di dalem sana, Akasa juga sendirian di atas sini. kalau sama-sama sendirian kayak gini kenapa bunda tetep milih...