setelah melontarkan kalimat yang membuat mama terdiam, Agir kembali fokus pada ponsel yang ada di genggamannya. bertingkah seperti tidak ada yang salah dari yang ia lakukan.
walaupun begitu Iliana hanya tersenyum dan mengelus rambut hitam yang serupa dengan kepunyaan sang suami.
saat turun, semua sudah ada di meja makan, termasuk Agastya. ayah tujuh anak tersebut hanya tersenyum sekilas kepada sang istri dan Agir. Seperti yang ia perkirakan, Agir hanya mendengus dan membuang muka. memilih langsung duduk di sebelah Dritan.
"Kane hari ini yang pimpin doa."
kata Agastya mempersilahkan anak keduanya untuk mulai memimpin doa setelah melihat semua telah siap di depan piring mereka.
"amin."
"bang Agir boleh minta tolong ambilkan ayamnya?" pinta Akasa kepada Agir yang berada tepat di depan sepiring ayam goreng.
semua orang diam, fokus mengambil makanan mereka sehingga dengan mudah dapat mendengar permintaan Akasa yang ditujukan pada Agir.
anehnya, Agir seperti tidak mendengar kalimat bernada minta tolong milik adiknya. pemuda bermata bulat tersebut tetap menunduk fokus untuk memisahkan daging ikan dengan duri di piringnya.
hal tersebut cukup menyita perhatian yang lain. bahkan Kane sampai menaikkan sebelah alisnya. seperti ada yang tidak beres pikirnya.
Akasa menoleh ke arah yang lain lalu kembali melihat Agir, bingung. apa kakaknya benar-benar tidak mendengar permintaannya?
"abang.. adiknya minta tolong itu sayang. abang nggak dengar?" Iliana turut turun tangan dengan lembut. walaupun ia yakin sebenarnya Agir tentu saja mendengar permintaan tolong Akasa.
"Dri, ambilin." suara Agir akhirnya terdengar. dingin dan acuh.
Badra dan Dritan yang bersebelahan dengan Agir juga Akasa cukup terkejut dengan respon tersebut.
memilih menggeser piring di depan Agir ke arah Akasa, Dritan lalu melihat sekilas ke arah Akasa yang terdiam menerima respon kakaknya. sadar tatapan Dritan, ia pun membalas tatapan dan tersenyum seperti biasa. lalu kembali fokus ke piringnya setelah berucap terima kasih.
mungkin suasana hati kakaknya kurang baik pikir Akasa.
makan malam telah selesai, Agastya berjalan ke arah kamar anak ke enamnya. ia berencana mengajak Agir bicara. tentu kejadian di meja makan tadi tidak luput dari perhatian Agastya, dan ia paham apa yang membuat Agir melakukannya.
mengetuk pintunya sebentar dan masuk.
terlihat punggung Agir masih terjaga di depan meja belajar miliknya, fokus mengerjakan tugas sekolah. sepertinya sang anak belum sadar jika yang masuk adalah dirinya.
Agastya lalu memilih mendudukkan dirinya di atas kasur berwarna biru, tidak lupa memandang sekeliling kamar.
banyak pajangan berbau tim basket kesukaan Agir, disudut ruangan juga berdiri etalase apik yang menyimpan beberapa medali serta piala. hal terakhir yang paling menyita perhatiannya adalah pigura kecil di atas nakas yang menampilkan Iliana bersama Agir. mereka tampak berpelukan erat dan tersenyum didepan kamera. Agastya ikut tersenyum melihatnya.
Agir memang terhitung paling dekat dengan ibunya, tentu karena anak tersebut sudah hidup sebagai bungsu selama belasan tahun lamanya.
bisa-bisanya ia sempat melupakan hal tersebut karena melihat kedekatan istrinya dengan Akasa akhir-akhir ini.
"abang.." panggilnya untuk memutus fokus sang anak agar menoleh ke arahnya.
Agir reflek menoleh ke belakang, melihat ayahnya sudah duduk manis di atas kasur entah sejak kapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A K A S A
General Fiction"bunda, ini lili putih kesukaan bunda. sebenernya Akasa nggak suka lihat bunda tidur di dalem tanah sendirian kayak gitu. bunda sendirian di dalem sana, Akasa juga sendirian di atas sini. kalau sama-sama sendirian kayak gini kenapa bunda tetep milih...