Kane membuka kamar salah satu saudaranya dengan cukup kencang, tidak lupa sambil membawa kantong plastik yang tadi ia temukan bersama si bungsu. tentu saja hal tersebut membuat si pemilik kamar terkejut luar biasa.
"gila jantung gue!!" kagetnya sambil terduduk diatas kasur. hampir saja ia terlelap tapi saudaranya ini sudah semangat membuyarkan kantuknya secara tiba-tiba.
"apaan sih bang, kalau nggak mau ketuk dulu ya minimal jangan dibanting-banting pintu kamar orang." katanya lagi.
wajahnya dibuat se asem mungkin, dengan mulut yang dikerucutkan. namun hal tersebut tidak lama, raut sebal milik Dritan mulai luntur digantikan dengan raut cemas saat melihat wajah sang kakak yang tidak kalah keruhnya. ini bukan masalah sepele pikirnya.
iyalah, kapan juga Kane tiba-tiba masuk ke kamarnya hanya untuk masalah sepele seperti yang dilakukan saudara-saudaranya yang lain.
menutup pintu, Kane maju mendekat ke arah Dritan sambil melemparkan kantong plastik yang sudah ia genggam sejak tadi.
sungguh, Dritan dibuat berkali-kali lipat lebih terkejut daripada saat sang kakak tengah mendobrak pintu kamarnya beberapa waktu yang lalu. menelan ludahnya kasar, Dritan bahkan takut untuk sekedar melihat ke arah sang kakak yang berdiri di depannya.
menggenggam kantung plastik itu dengan erat, rasa cemas mulai menyebar dalam diri Dritan. bodoh sekali pikirnya. harusnya ia tidak membuang kantung ini sembarangan, harusnya ia membuangnya ke sungai atau bahkan ke lautan sekalian. berbagai kata harusnya itu mulai semakin berisik didalam otaknya, menyesali perilakunya yang kepalang sembrono. harusnya ia sudah mempertimbangkan kejadian seperti ini akan terjadi.
"mau sampai kapan kamu diam. kamu nggak punya keinginan jelasin ke abang soal isi dari kantung yang ada di tanganmu itu?" suara Kane memecah lamunan Dritan.
suara Kane yang cukup berat ketika berbicara, rasanya semakin berat, ditambah aura mencekam yang dikeluarkan kakak keduanya itu sungguh tidak main-main. rasa-rasanya sedikit lagi mampu membekukan tubuh Dritan beserta seluruh kamarnya.
"selain bertindak bodoh tanpa pikir panjang ternyata sekarang kamu juga bisu?"
"kenapa kamu selalu mengulang kebodohan yang sama Dritan, kenapa kamu nggak perna sedikit aja belajar dari kesalahanmu yang dulu?"
"apa yang abang sebut sebagai kesalahan?" balas Dritan mulai mengangkat wajahnya yang tampak berantakan. bahkan jika dilihat lebih dekat, kedua bola mata pemuda tampan itu sudah dilapisi air yang sekali kedip saja akan membuatnya menetes dengan mudah.
"YANG ABANG SEBUT SEBAGAI KESALAHAN ITU KEBAHAGIAAN AKU. APA KEBAHAGIAANKU ITU JADI SEBUAH KESALAHAN DIMATA BANG KANE? IYAA??!!" tanya nya dengan nada yang lumayan keras.
terkejut mendengar nada suara yang digunakan sang adik, Kane semakin menatap Dritan tajam.
"bicara yang sopan Dritan. lihat siapa yang sedang kamu ajak bicara." ucapnya dengan gigi bergeletuk menahan segala emosi yang ada di dadanya.
walaupun begitu, Dritan sama sekali tidak mengendurkan raut wajahnya sedikitpun. kali ini ia tidak akan menyerah begitu saja saat disalahkan akan sesuatu yang ia suka. tidak lagi seperti dulu, sudah kepalang tanggung juga pikirnya.
melihat raut sang adik yang menantang dirinya, membuat Kane mengangkat sedikit salah satu sudut bibirnya dengan tatapan amat mengesalkan bagi Dritan.
"oh atau kamu sudah terlalu mendalami peran hingga part kurang ajar turut kamu lakukan dikehidupan sehari-hari Dritan Ranajaya?"
"bang Kane nggak berhak komentar apapun, karna abang nggak tahu apapun. stop menjadi sok paling tahu!"
"kamu benar. karna kamu bilang abang nggak tahu apapun, jadi boleh kamu jelasin ke abang tentang ini semua. terlebih isi yang ada di dalam kantung plastik itu. kamu nggak lupa sama janji kamu satu tahun yang lalu kan Dritan?" balas Kane sambil menunjuk kantung plastik yang masih setia berada pada genggaman tangan adik lelakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A K A S A
Ficción General"bunda, ini lili putih kesukaan bunda. sebenernya Akasa nggak suka lihat bunda tidur di dalem tanah sendirian kayak gitu. bunda sendirian di dalem sana, Akasa juga sendirian di atas sini. kalau sama-sama sendirian kayak gini kenapa bunda tetep milih...