042. Perpustakaan

136 17 0
                                    

"Kadang jarak tercipta untuk tidak menyakiti satu sama lain."

~FEARFUL~

•••

Setelah kepergian Nando, tak banyak yang berubah. Semua orang kembali ke rutinitas biasanya.

Saat jam istirahat, seperti biasa Allea bersiap untuk tidur di bangkunya. Namun perhatiannya teralihkan saat melihat Susan berdiri di samping meja milik Via dan gengnya. Via menyodorkan selembar uang merah padanya. Susan menerimanya sambil menunduk takut.

"Awas lo kalau sampai salah beli," ancam Via setelah ia dan teman-temannya menyebut pesanannya.

'Pasti dia tidak bisa membawa sendiri pesanan makanan sebanyak itu,' batin Allea.

Meski kasihan padanya, Allea tidak mau ikut campur urusan mereka. Masalahnya sudah banyak, tak sempat memikirkan masalah orang lain. Untung saja tidak ada yang berani memerintahnya seenaknya. Meski pendiam, ia masih punya keberanian untuk melawan. Berbeda dengan Susan yang tidak punya keberanian menentang mereka.

"Suka banget sendirian," tegur Raka yang berdiri di samping kursi gadis itu.

Allea meliriknyanya tak minat, lalu membuang pandangan ke luar jendela.

Pemuda itu memandang ke tempat duduk Riska dan Caca yang kosong. "Emang teman lo ke mana? Lo ada masalah sama mereka? Gue ga pernah lagi lihat lo bareng mereka."

"Sejak kapan gue punya teman?" cetus Allea tak peduli.

Raka berdecak kesal, "Ck, padahal Riska dan Caca kelihatan dekat sama lo."

"Perasaan lo aja kali."

Raka menghela nafas pendek. "Hm, ayo ikut gue!"

Pemuda itu menarik lengan Allea. Menuntunnya ke suatu tempat. Gadis itu tak menolak sama sekali. Ia sedang malas berdebat.

"Woy, gue ikut!" teriak Riko yang sejak tadi sibuk menulis catatan di bangkunya.

Allea dan Raka sudah berada diambang pintu, terpaksa berhenti karena teriakannya.

Riko berdiri lalu mendekati mereka. "Let's go!"

Koridor yang ramai tak lagi membuat Allea terganggu sama sekali. Mungkin karena sudah terbiasa dengan orang-orang yang selalu menatapnya dengan cemooh.

Pemuda di samping Allea menuntunnya menuju ruangan yang belum pernah di datanginya sebelumnya. Ia berhenti sejenak di depan pintu, yang diatasnya terdapat tulisan 'Perpustakaan'. Suasana perpustakasn yang sunyi dan deretan buku menyambut kedatangan mereka.

Allea mengedarkan pandangan. "Ngapain kita ke sini?"

Riko melayangkan tatapan mengejek padanya. "Emang ke perpus buat ngapain? Yah, buat baca buku, lah."

Gadis itu hanya membalasnya dengan tatapan sinis, malas menanggapi ocehannya.

Raka melangkah melewati rak-rak buku, diikuti Allea dan Riko dibelakangnya. "Gue mau ngasih tau sesuatu, tapi tunggu kita sampai tujuan."

Ketiganya menuju ke belakang perpustakaan yang cukup luas. Di ujung perpustakaan terdapat beberapa meja panjang tempat membaca yang jarang terjamah siswa lainnya. Kebanyakan memilih membaca di meja depan dekat pintu masuk.

"Jeff," bisik Allea pelan saat menyadari keberadaan pemuda itu.

Jeff duduk di salah satu kursi besi. Beberapa buku tersusun di sampingnya dan sebuah buku tebal terbuka di depannya. Matanya hanya melirik sekilas, lalu kembali membaca kumpulan kata di depannya. Raka duduk di depan Jeff, diikuti Riko di sampingnya. Allea memilih duduk berhadapan dengan Riko, di sebelah Jeff.

Pandangan Allea mengabsen ketiga pemuda itu. "Kalian sering ke sini?"

"Ini tempat nongkrong kami!" seru Riko bersemangat.

"Hah!?" Rahang gadis itu seakan jatuh. Terkejut dengan fakta yang baru diketahuinya.

Raka tersenyum melihat ekspresi terkejutnya. "Lo taukan, Jeff kecanduan baca buku? Perpustakaan pasti jadi tempat faforite-nya. Saat jam istirahat gue sering ke sini kalau ga lagi rapat OSIS. Sedangkan Riko kadang-kadang ada di sini. Dia kesini kalau kami bertiga ada bahasan penting. Karena tempat ini jarang di datangi, privasi kami jadi lebih terjaga."

"Kok, nggak pernah ngajak gue?" tanya Allea dengan binar kekecewaan di matanya.

Mereka bertiga saling pandang. Bingung cara menjelaskannya pada Allea. Mereka sering berkumpul di sini biasanya berkaitan dengan Allea.

Sebenarnya Allea menyadari bahwa sahabatnya sengaja tidak terlalu dekat padanya saat di sekolah. Mereka baru muncul saat ia kesepian atau menghadapi masalah. Kadang mereka tidak pernah muncul sama sekali di hadapan Allea, tapi kadang juga mereka muncul dengan segala perhatiannya.

"Jika boleh jujur, gue selalu khawatir lihat lo sendirian. Namun, gue sadar kalau keberadaan gue kadang bikin lo ga nyaman karena banyak yang bergosip tentang persahabatan kita. Makannya Jeff meminta kami untuk sedikit menjauh. Kami sepakat memperhatikan dan mengawasi dari jauh. Kalau lo butuh bantuan, baru kami bergerak. Meski tidak setiap saat kami bisa ngawasin lo."

"Itu adalah rencana bodoh gue." Jeff akhirnya buka suara. "Gue pikir, dengan jaga jarak, lo ga ketergantungan sama gue, Raka ataupun Riko. Gue kira lo kesulitan punya teman karena sahabatan sama kami, tapi ternyata emang lo yang nggak bisa bersosialisasi."

Bibir gadis itu cemberut mendengar perkataan panjang Jeff yang diakhirnya terkandung sindiran. Namun, ia senang karena ternyata sahabatnya sangat memikirkan dirinya.

"Terus, tujuan kalian akhirnya ngajak gue kesini apa?"

"Mulai saat ini, ga ada lagi namanya jaga jarak. Biarkan semuanya berjalan semestinya," tegas Riko.

Allea tersenyum lebar. Mungkin ini awal yang baik untuknya.

Semoga saja.

Keempatnya mengobrol dan bercanda bersama hingga bel masuk berbunyi. Allea kembali ke kelasnya seorang diri karena Raka dan Riko mengatakan masih ada urusan. Saat sampai di kelas, ia memasuki ruangan itu tanpa memperdulikan sekitarnya.

Kedatangan Allea disambut teman sebangkunya dengan tatapan panik dan grogi.

"Ada apa?" tanya Allea saat menyadari Susan menatapnya dari awal masuk sampai duduk di sampingnya.

Susan menatap ke sekitarnya dengan gelagat mencurigakan. Kedua tangannya ia masukkan di laci seperti menyembunyikan sesuatu.

"Se-sebelumya gue mau minta maaf, Allea."

"Apaan, sih?" tanyanya tak paham.

"Bukan bermaksud lancang, tapi ...."

Tangan Susan yang berada di dalam laci, ia letakan ke atas meja. Sebuah benda berbentuk persegi panjang dengan ukuran sedang, tergeletak di meja. Mata Allea membulat melihatnya, ia langsung mengambil benda itu dan segera memasukannya ke dalam tas. Itu adalah benda terlarang ada di sekolah ini. Bisa masalah jika ada siswa lain yang melihatnya.

Allea menelan saliva kasar. "Lo apa-apaan, sih!!??

"G-gue ga sengaja lihat itu waktu tas lo jatuh dari kursi dan resletingnya ga ketutup."

"Jangan sampai ada orang lain yang tau!!"














FEARFUL (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang