"Eng ... apakah hanya kita berdua?" tanya Louisa duduk berhadapan dengan lelaki berperawakan gagah. Kemeja putih yang dibungkus setelan jas abu-abu gelap begitu pas di badan kekar Dean, menonjolkan lekuk otot biseps yang begitu terlatih. Apalagi kancing teratasnya dibiarkan terbuka memamerkan kalung emas berliontin satu sayap. Sementara telinga kiri Dean terdapat satu tindik keperakan yang dirasa Louisa benar-benar bagai pria berandal. Rambut cepak cokelat tembaga Dean tampak berkilau di bawah temaram lampu yang melintang di atas, senada dengan iris biru samudra yang kini mengamati Louisa begitu lekat. Membuat suasana di sekeliling terasa lebih pekat.
Apakah auranya terlalu kuat? Seakan-akan menghipnotis lawan bicaranya.
Ini bukan kali pertama Louisa bertemu Dean. Sewaktu pertama kali diterima di agensi, dia pernah berjumpa dalam pertemuan formal dan tidak berlangsung lama karena saat itu Dean harus terbang ke New York. Namun sekarang, Dean secara pribadi memintanya bertemu di tempat yang jauh dari khalayak ramai seolah-olah paham keinginan Louisa saat ini.
Bukankah ini berlebihan? Atau ada sesuatu?
Iris mata bengkak Louisa yang tertutup kacamata hitam mengitari sekitar dan berpikir apakah restoran ini sedang sepi pengunjung atau dipesan khusus oleh seseorang. Di sisi lain, Louisa mengelak apa yang diterka dalam kepala karena tidak ingin berlagak tinggi hati atas perlakuan Dean. Lagi pula, siapa juga yang bakal melakukannya kecuali untuk keperluan romantis bersama pasangan. Toh, dia bukan siapa-siapa bagi Dean kecuali seorang aktris di bawah nama perusahaannya.
Lelaki itu menyengguk mantap dan masih tak dapat melepaskan pandangan begitu intim pada perempuan yang selalu hadir dalam tiap bunga tidurnya beberapa hari ini. "Iya. Untukmu." Dia memiringkan sudut bibir kemerahan yang membuat Louisa menganga tak percaya. Lantas memeluk gelas wine dan menyesapnya sedikit.
Untukku?
Louisa nyaris tak berkedip setelah mendengar penuturan Dean begitu santai. Apakah dia gila? Dewi batin Louisa justru meledek sambil terbahak-bahak ketika gadis itu menyatukan alis tak percaya atas hal mustahil yang dilakukan pria sialan kaya itu. Otaknya langsung memunculkan jutaan spekulasi kalau tidak serta merta seorang Dean Cross memberi perlakuan istimewa pada perempuan secara gratis. Terlebih Louisa baru mendapatkan ketenaran setelah menerima berbagai pujian atas film From The End. Namun, bayang-bayang limusin mewah yang menjemputnya dari kekacauan di SDCC membuat Louisa meragu sekaligus menaruh curiga. Mungkinkah Dean sudah mengetahuinya lebih dulu? Termasuk ketika salah satu penggemar membocorkan hubungan menyedihkannya bersama Troy?
Memangnya kau siapa Lou! Sadarlah!
Ucapan Dean benar-benar terkesan angkuh, tapi tidak dipungkiri kalau itulah kenyataannya sekarang. Di sini, tempat mereka duduk berhadapan dengan taburan kerlap-kerlip lampu menimbulkan kesan manis terutama bagi orang yang dimabuk asmara. Didampingi sebotol anggur mahal dan hidangan laut yang menggugah selera. Semua itu hanya didasari alasan ingin mengapresiasi bakat Louisa, artis yang baru satu kali menerima peran utama. Sebuah dasar tak logis kan? Lalu apa? Dia penasaran setengah mati sampai-sampai kesedihan yang tadi membelenggu langsung menguap tanpa jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirty Scandal (END)
Romance(Bad CEO Series) Terpikat dengan Louisa Bahr sejak menjadi peran utama dalam film 'From The End', Dean Cross menawari hubungan tanpa status untuk membantu Louisa membalaskan dendam atas pengkhianatan Troy. Jalinan asmara berselimutkan hasrat ternyat...