Chapter 10

2.6K 65 1
                                    

Mungkin sebutan mantan terindah patut disematkan untuk Troy

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mungkin sebutan mantan terindah patut disematkan untuk Troy. Setidaknya begitu yang dipikirkan Louisa menanggapi kelakuan Dean benar-benar di luar batas. Tidak! Louisa menggeleng pelan, dua manusia itu memiliki karakter jauh berbeda walau pada dasarnya mereka sama-sama bajingan. Namun, artian teman kencan dalam otak Louisa sangat berbeda dengan si tukang perintah itu. Setelah dia berusaha memahami Dean hingga terlibat dalam pergumulan penuh gairah semalam, nyatanya ada sisi lain yang bermunculan. Memunculkan gelombang emosi lagi dan lagi. Dan tentu saja Louisa harus melawan selama dia berada di jalur yang benar. Apakah itu salah? Selain itu, bagaimana bisa perempuan-perempuan bertekuk lutut menuruti keinginan bajingan tampan itu? Apa karena dia bisa mengantarkan nafsu mereka ke puncak kenikmatan atau ...

Dia suka ikat-mengikat?

Louisa bergidik ngeri. Membayangkan Dean memborgolnya di atas kasur dengan seringai menakutkan. Sebenarnya bukan hal tabu di negara barat tentang hubungan timbal balik yang melibatkan kubu dominan-submisiv layaknya novel yang pernah dibaca Louisa. E.L. James? Sylvia Day? Anna Todd? Mencantumkan aturan tertulis dalam kontrak yang wajib dipenuhi sang submissive serasa menggadaikan nyawa. Mungkin saja perempuan dalam hidup Dean dulu lebih suka dicengkeram dengan rantai tak kasat mata yang melilit leher walau bergelimang uang dan perhiasan.

Aku tak mau hidup seperti itu, batin Louisa.

Sayang, semesta sepertinya sedang mempermainkan perasaan Louisa. Gadis itu terlanjur terperangkap dalam hubungan tersebut, seolah-olah dinding yang mengurung Louisa sekarang setinggi pohon pinus dihiasi pagar kawat. Dia bisa saja keluar, tapi harus berdarah-darah dan merasakan sakit luar biasa dulu sebelum bebas. Bahkan dia juga tidak yakin apakah setelah terlepas dari jebakan Dean, Louisa bakal bisa melakukan apa pun secara leluasa. Dia merasa Dean bukan tipikal lelaki yang membiarkan mangsanya kabur.

Itu saja kalau Louisa bisa mempertahankan ketenaran sementara Dean punya pengaruh besar dalam industri hiburan. Mengingat ancaman Dean di Coronado masih terbayang-bayang di benak Louisa. Lelaki itu bisa menghancurkan kepopuleran Louisa hanya satu jentikan saja seperti penyihir jahat. Ibarat, maju kena mundur juga kena, Louisa tidak bisa berkutik sama sekali kecuali mengikuti alur yang Dean rangkai.

Aku seperti menggali lubang kuburanku sendiri. Dan anehnya, aku sempat menikmatinya.

Otak Louisa berpikir keras sampai-sampai kepalanya terasa nyut-nyutan ketika Cory belum berhenti mencerocos tentang penawaran untuk menjadi brand ambassador perusahaan kecantikan. Dia berpaling ke kanan, mengamati dalam diam bangunan tinggi di sisi kanan di mana dinding-dinding kaca memantulkan bias matahari tanpa mau keluar dari mobil sejak setengah jam lalu. Iklan digital yang berdiri kokoh di atas tiang beton menampilkan seorang gadis berkulit eksotis dan berkulit pucat tengah memamerkan kulit sehat nan merona. Cory menunjuk reklame masih mempertahankan pendapat bahwa sudah waktunya Louisa menerima fasilitas yang diberi Dean tanpa harus bersusah payah.

"Kau plinplan," komentar Louisa tanpa menoleh ke arah sang manajer.

"Kau kepala batu," balas Cory geleng-geleng kepala menghadapi watak Louisa. "Aku tidak plinplan, Lou, sudah kubilang dari awal kalau kau bisa menerima perhatian Dean tapi tidak dengan adik kecilnya. Justru kau sendiri yang plinplan."

Dirty Scandal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang