Chapter 16 🔞

4.2K 64 2
                                    

Louisa bersedekap, membentangkan jarak agar tidak terperosok ke dalam pesona yang sedang dipancarkan Dean saat melontarkan rayuan maut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Louisa bersedekap, membentangkan jarak agar tidak terperosok ke dalam pesona yang sedang dipancarkan Dean saat melontarkan rayuan maut. Saat ini daya pikat Dean bagai magnet berkekuatan super besar yang bisa menyeret perempuan mana saja untuk terjebak dalam pusaran hingga tak bisa keluar. Berulang kali dia mengalihkan pandangan ke arah jalanan yang dipenuhi kendaraan lalu lalang, padat merayap diiringi suara klakson memekakkan telinga. Tatapan intim penuh rasa posesif Dean seakan-akan mempengaruhi akal sehat jika Louisa terlalu lama fokus ke iris biru samudranya. Sial! rutuk gadis itu dalam hati ingin kabur tapi sanubarinya menyuruh untuk tetap diam selagi mendengar kalimat demi kalimat keluar dari bibir kemerahan yang dihias kumis tipis dan janggut.

Damn! umpat Louisa dalam hati. Bagian itu adalah favorit Louisa selain bulu-bulu halus di bawah pusar Dean. Gila memang, di saat seperti ini saja pikiran Louisa dipenuhi hal-hal ketika mereka bercumbu begitu panas. Saling memanjakan sampai ke puncak, menggapai sesuatu yang tidak dapat didefinisikan dengan kata-kata yang ada di dunia.  

Di lain sisi, harus diakui bahwa penampilan maskulin Dean benar-benar mengagumkan walau pemandangan seperti itu terpaksa dinikmati puluhan pasang mata. Memuji seperti mengajak bercinta tanpa henti. Begitu yang Louisa tangkap dari cara wanita di sekitar mereka mengamati Dean. Kemeja putih yang tadi dilingkari dasi kupu-kupu kini terlepas, sengaja membuka dua kancing teratas untuk memamerkan lekuk leher dan tulang selangka. Namun, tuksedo hitam yang membungkus tubuh berotot Dean makin memperjelas betapa bugar nan terawat lelaki itu. Tentu saja Louisa tahu karena Dean rajin berolahraga di dalam ruang gym-nya bahkan dia dibebaskan menggunakan treadmill di sana.

Menurut Louisa semua pakaian jenis apa pun bakal bagus ketika Dean mengenakannya. Sekalipun itu hanyalah kaus oblong dengan bokser atau sekadar celana pendek yang memeluk pantat penuhnya. Dean tetaplah menawan. Proporsi bentuk badan si tukang perintah benar-benar sempurna; bahu bidang, lengan berotot, dan kaki panjang yang selalu melahap jarak ketika Louisa menjauhinya. Hanya seperti ini saja, Louisa merasakan sensasi panas menerpa setiap pembuluh darah, berdenyut cepat mengirimkan sinyal bahwa dia tidak ingin sekadar imajinasi belaka. 

Andaikan waktu bisa dihentikan beberapa menit, ingin rasanya Louisa menyeret Dean tuk membungkam mulut itu dengan mulutnya. Mencecap setiap rasa dan melenyapkan omelan Dean tentang pertengkaran mereka beberapa hari lalu. Memerintah lelaki itu untuk berlutut dan memanjakan miliknya di sana hingga seluruh tulang-belulang Louisa meleleh seperti besi yang dipanaskan. 

Dia memiringkan kepala seraya mengibaskan leher merasa gerah, lantas menoleh ke arah jalanan di mana ada mobil bercat hitam mengilap sedang diderek. Dean masih saja mencerocos dan lagi-lagi di setiap kalimat itu tidak ada tanda-tanda penyesalan atas pendapatnya yang dinilai menyinggung perasaan orang lain. Louisa mengerutkan kening tak suka, berpikir kenapa lelaki itu bertele-tele kalau pada akhirnya dia masih berpegang teguh pada pendirian?

Louisa mengibaskan tangan kanan, jengah mendengar penuturan Dean lalu mencibir, "Kalau kau hanya membahas itu panjang lebar tanpa ada inti. Lebih baik aku pergi. Kau membuang-buang waktuku, Mr. Cross."

Dirty Scandal (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang