Jaemin tidur nyenyak hari itu, ia terbangun sore hari dengan keadaan perut yang lapar. Karena tadi pagi ia tak jadi pergi sarapan dan hanya memakan roti yang sama seperti Renjun.
Renjun.
Ia segera beranjak untuk keluar dari kamarnya, lupa kalau ia memiliki pasien di rumahnya. Dan saat ia membuka pintu kamar yang ditempati Renjun, ia melihat kalau Renjun masih tidur. Tadinya, ia hendak menyimpan obat nyeri lagi untuk Renjun. Tapi ia pikir akan lebih baik kalau nanti saja setelah Renjun bangun, agar Renjun makan dulu.
Mengenai hutang Renjun, Jaemin sungguh akan membantunya agar ia bisa segera keluar dan berhenti dari pekerjaannya. Rasa kasihannya bertambah besar mengingat tangisan Renjun tadi pagi, bahkan tanpa Renjun berbicara pun terlihat jelas kalau ia memang benci akan pekerjaannya itu. Dan kalau sampai akan menolak lagi tawarannya sekarang, Jaemin tak habis pikir akan diri Renjun yang gemar menyiksa diri. Jaemin tak mengerti lagi kalau sampai Renjun mempertahankan pekerjaannya saat ini, sebenarnya apa yang hendak diraih Renjun sampai rela mengorbankan tubuh juga mentalnya terluka?
"Boleh aku memakai kamar mandinya?" Suara tanya milik Renjun, membuat Jaemin yang tengah makan menoleh kaget.
Renjun berdiri sambil menatapnya, Jaemin pun mengangguk. Ia lupa memberitau Renjun letak kamar mandinya, kebetulan di kamar tamu tak memiliki kamar mandi sepeti di kamar Jaemin. Jadi perlu menggunakan kamar mandi yang ada di luar kamar.
"Tentu, kamar mandinya tepat di sebelah sana." Jaemin menunjuk ke arah sebelah kiri tubuh Renjun, tepat pintu kamar mandinya terlihat.
"Terimakasih." Ujar Renjun, lalu langkah pelannya ditonton Jaemin dengan prihatin.
Jaemin segera menghabiskan makanannya, untuk meraih mangkok berisi sup yang ia siapkan untuk Renjun. Dan begitu suara pintu kamar mandi terbuka, Jaemin dengan cepat mendekati Renjun untuk ia bantu berjalan menuju meja makan.
"Duduklah, dan habiskan makananmu. Setelah itu kau bisa meminum obat ini." Jaemin menyimpan obat pereda nyeri untuk Renjun.
Melihat hal itu, Renjun mendongak menatap Jaemin yang duduk di sebelahnya. "Terimakasih, maaf merepotkan."
Selama Renjun menyantap makanannya, ia bisa merasakan tatapan Jaemin yang terarah padanya.
"Kau bisa mengunyah dengan baik kan? Aku khawatir soal luka di bibirmu." Jaemin pikir Renjun akan merasa tak nyaman saat mengunyah karena lukanya itu.
Renjun mengangguk. "Aku baik-baik saja, terimakasih sup nya dokter. Ini enak." Senyum Renjun terulas kecil.
"Kemana? Kau belum meminum obatmu." Jaemin menahan Renjun yang hendak beranjak.
Mata Renjun menunjuk mangkok bekas dirinya makan, mengatakan ia perlu mencuci itu. Dan Jaemin menggeleng pelan, kemudian menyuruh Renjun kembali duduk. "Minum obatmu, Renjun."
Menuruti perintah sang dokter, Renjun pun segera meminum obatnya. Sementara lengannya masih dicekal Jaemin.
"Dokter, kau tidak ke rumah sakit?" Renjun merasa tak enak, ia malah diam di rumah Jaemin sementara dokter itu mungkin memiliki jadwal di rumah sakit.
"Kalau kau akan pergi, aku juga akan pergi." Takutnya Jaemin tak pergi karena ada Renjun yang masih ada disini.
Jaemin menggelengkan kepalanya. "Jam kerjaku mulai besok pagi, Kenapa memangnya?" Tanya Jaemin.
"Keberadaanku disini mungkin mengganggumu." Jawab Renjun.
"Aku yang membawamu kemari, dan kalaupun aku ada jadwal malam ini aku tak akan pergi. Aku memiliki pasien di rumahku." Jaemin tak akan meninggalkan Renjun sebelum ia mendapat jawaban dari Renjun soal tawarannya semalam.