Jaemin duduk berhadapan dengan Winter yang tadi sengaja menghubunginya, dan bertanya soal Jaemin yang sedang ada di rumah atau rumah sakit. Lalu Winter menyuruh datang ke restoran lebih cepat dari biasanya ia menjemput Renjun.Winter sengaja memilih tempat duduk yang lebih jauh dari meja kasir, agar Renjun yang sedang disana tak mendengar pembicaraan mereka. "Jaemin, apa alergi Renjun kambuh akhir-akhir ini?"
"Alergi?" Jaemin sempat lupa kalau duluRenjun menggunakan alasan alergi saat tak memakai seragam restoran di awal-awal.
"Iya, Renjun sering izin keluar saat pelanggan sedang sepi. Tadinya aku tak begitu ingin tau, tapi semakin kemari aku jadi penasaran ia pergi kemana karena setiap hendak diantar ia selalu menolak."
"Dan?" Jaemin pun agak bingung mendengar cerita Winter, memangnya Renjun pergi kemana.
"Katanya ia pergi ke rumah sakit." Ucapan Winter menjawab pertanyaan diri Jaemin juga.
Mata Jaemin tanpa sadar melirik Renjun yang tengah menggantikan Winter di meja kasir. "Aku tak pernah melihatnya." Gumam Jaemin.
"Aku pikir alergi dinginnya kambuh, jadi ia sering ke rumah sakit. Kalau alerginya cukup mengkhawatirkan, aku akan mengizinkannya tak memakai seragam. Dari pada kesehatannya memburuk." Ujar Winter.
Dan Jaemin bertanya-tanya akan alasan izinnya Renjun, ia juga sama seperti Winter tak ingin ikut campur. Tapi kekhawatiran Jaemin soal alasan Renjun sering ke rumah sakit itu apa? Renjun sedang sakit kah? Tapi setiap malam Jaemin memeluknya pun ia tak pernah mendengar rintihan kesakitan, atau gumaman tak nyaman submisif itu. Suhu tubuhnya pun normal, tak ada batuk atau bersin dan lain sebagainya.
Setelah menjemput Renjun, seperti biasa Jaemin menarik Renjun untuk tidur di kamarnya. Dan saat keduanya sudah berbaring, Jaemin memberanikan membicarakan soal kesehatan tubuh Renjun.
"Renjun, kau benar tidak ada alergi makanan bukan?" Siapa tau Renjun terkena alergi makanan, dan merasa tak enak perut.
"Tidak." Jawab Renjun.
"Kau sedang tak enak badan akhir-akhir ini?" Tanya Jaemin lagi.
Renjun menggeleng. "Tidak juga."
Ada pikiran dalam dirinya, yang menyebutkan kalau bisa saja Renjun enggan berbicara soal keluhannya karena rasa segan Renjun padanya. Karena setelah kejadian malam dimana Jaemin mengucap kalimat kurang ajar itu, Jaemin sadar sepenuhnya kalau Renjun kembali kaku padanya. Bahkan lebih berjarak dari awal pertemuan mereka dulu. "Renjun, kalau kau sedang merasa ada yang salah dengan tubuhmu. Beritau aku, ya?"
"Iya." Jawab Renjun tanpa pikir panjang.
"Jadi benar sekarang kau tidak sedang sakit?" Jaemin kembali bertanya.
Dan Renjun yang tetap dengan jawabannya. "Iya, tidak. Aku baik-baik saja."
"Kau benar selalu makan tepat waktu saat di luar kan?" Jaemin masih mencoba mencari tau.
"Tidak tepat waktu juga, tapi aku tak pernah sampai melewatkannya." Jawaban Renjun ini, membuat Jaemin semakin bertanya-tanya lalu untuk alasan apa Renjun ke rumah sakit.
Hingga hari itu, Jaemin melihat Renjun di rumah sakit. Anak itu terlihat tengah berbicara dengan salah seorang dokter. Dan Jaemin tak berani menghampiri, berpikir kalau memang Renjun enggan berbicara padanya soal kesehatannya.
Setelah itu, Jaemin memutuskan untuk menunggu Renjun di lobby rumah sakit. Sampai submisif itu terlihat hendak pergi dengan raut muram? Kenapa? Apa terjadi masalah dalam tubuhnya?
"Renjun." Panggil Jaemin.
"Jaemin." Renjun tersenyum, dengan Jaemin yang menghampirinya.
"Vitaminmu habis ya?" Tanya Jaemin ingin tau. "Kau ke rumah sakit lagi."