🍇15🍇

119 13 2
                                    

~~~~~

Derap langkah yang terdengar saling menyahut memenuhi lorong bangunan yang berusia cukup tua. Dua orang yang berjalan saling berdampingan itu belum membuka suara sampai saat sekedar untuk menghilangkan keheningan yang ada.

"Kita mau kemana kak?" tanya pria manis dengan langkah yang mulai tertinggal karena tak mampu menyamai ritme pria di depannya.

"Seokjin udah nunggu lo disana, gue pergi" jawabnya acuh, berlalu dari sana tanpa menjelaskan apapun.

Junkyu hanya melangkahkan kakinya menurut untuk segera mendekati Seokjin yang terlihat menyandarkan punggungnya pada pohon. Jelas sekali pria itu tengah melamun.

"Kak?"

Seokjin menoleh. Melipat tangannya di depan dada dan tatapan tajam khasnya pun ia berikan pada Junkyu yang bahkan tak berani balas menatap. Sejak kejadian di sungai han. Sepertinya Junkyu baru bertemu Seokjin lagi.

"Kamu tau siapa penyebab kematian nyonya irene kan?" tanya Seokjin tiba-tiba.

Junkyu tertegun. Ia meremat tangannya yang berkeringat. Rasa takut, bingung semuanya bercampur aduk. Ia tak tau harus menanggapinya bagaimana. Di tambah fakta jika dirinya tak terlalu mengenal pria yang berstatus sebagai kakak iparnya ini.

"E-emang kenapa kak?" gugupnya.

Seokjin mengalihkan pandangannya. Menatap kosong ke arah depan sesekali helaan nafas berat ia keluarkan.

"Kamu mau Jisoo selamatkan?"

Anggukan mantap Seokjin terima sebagai jawaban.

"Kalo gitu, kamu mau ambil resiko untuk bawa Jisoo keluar dari sana?"

Junkyu terlihat ragu. Takut. Itu yang ia rasakan. Ia sudah menjelani waktunya yang panjang bersama kakak lelakinya. Mungkin bodoh jika Junkyu tak tahu seberapa kejam pria itu. Demi tujuan yang berdasarkan rasa iri, pria itu tak melihat siapa lawannya. Siapapun yang berhadapan dengannya selalu berakhir buruk.

"Takut?"

Junkyu mendongak. Memberanikan diri untuk menatap Seokjin. Walaupun raut wajah datar yang dapati namun ia yakin pria itu merasa khwatir. Terlihat dari penampilannya yang bisa di bilang cukuo kacau.

"Kamu bisa mundur sebelum maju. Tapi apa kamu yakin kamu ga akan menyesal?"

Seokjin memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Melangkah santai melewati Junkyu. Ketika ia hampir meraih sebuah mobil langkahnya terhenti.

"Pilihan ada di tangan kamu, saya tunggu. Dalam setengah jam di mobil"

Junkyu menendang batang pohon dengan kesal. Ia benci ini. Ia benci saat dirinya terus seperti ini. Ia selalu menjadi pengecut. Tak berani mengambil resiko apapun bahkan membuat orang lain terus berada dalam kesengsaraan selama bertahun-tahun.

"Kalo aja gue ga ngelawan, mungkin kak Jisoo masih aman sampai sekarang. Tapi," Junkyu terhenti.

Ia mengingat bagaimana menderitanya raut wajah Jisoo setiap kali datang kerumah sekedar untuk melepas rindu pada ayahnya. Saat wanita itu terus di tolak karena alasan yang tak pernah dilakukannya. Karena latar belakang yang tak diketahuinya.

Tak

Pintu mobil hitam tertutup tepat dua puluh lima menit setelah Seokjin duduk menunggu disana. Raut wajah Junkyu terlihat serius berhasil membuat Seokjin tersenyum tipis.

"Jadi apa rencananya?"

Seokjin memberikan sebuah gulungan kertas yang cukup besar dengan beberapa alat penyadap dengan ukuran nano. Juga sebuah pisau kecil yang mampu di sembunyikan di balik lengan baju. Berharap tak akan di temukan oleh siapapun.

"Cukup hapal peta rumah Soohyun, termasuk area rahasianya. Walaupun tak seketat penjagaan ayah kalian, namun kita tak bisa menganggap sepele penjagaannya. Kau pasti tau itu"

Junkyu mengangguk setuju. Lagipula ia juga tak pernah pergi ke rumah jadi akan lebih baik jika ia mengingatnya dengan serius.

"Suho di tahan disini-"

"Hah!?" kagetnya tak percaya.

Ia sudah seminggu disini. Namun tak pernah tau atau mendengar tentang ayahnya. Bagaimana ayahnya itu bisa tertangkap. Tunggu. Jika ayahnya saja bisa di tahan bukankah menangkap Soohyun akan jauh lebih mudah.

"Ya, kau cukup mengatakan kalimat ini ketika tiba disana"

Junkyu mendengarkan dengan baik. Ia menatap takut ke arah Seokjin yang selalu memasang wajah datar.

Seokjin menjelaskan dengan rinci dan di serap cepat oleh Junkyu. Meskipun ia merasa ragu jika rencana ini akan berhasil. Namun, tak ada jalan lain lagi sekarang. Apalagi ia tak memiliki siapapun lagi. Mana dia tahu jika ayahnya di tahan.

"Bentar, jadi kerjaan kakak?"

"Pembunuh, udah paham?"

Junkyu mengangguk takut. Dalam hitungan detik mobil hitam yang di tumpanginya sudah melesat jauh meninggalkan pekarangan markas Namjoon.

"Apapun hasil akhirnya, salah satu di antara kita harus ada yang pergi" gumam Namjoon yang mengawasi sejak tadi.

~~~

"Lepas!!" teriaknya kesal.

"Lepasin gue!!" tolaknya kedua tangannya di jagal dan di tarik keluar dari pekarangan rumah mewah itu.

"Junkyu?"

"K-kak, kak tolongin gue kak" rengeknya.

Soohyun langsung mengisyaratkan kedua penjaga itu untuk melepas Junkyu.

"Kak, gue ga peduli lagi sama perempuan itu. Gue bakal lakuin apapun buat bantuin lo kak. Jadi tolong selamatin gue dari cowo gila itu!"

Soohyun mengerutkan keningnya. Ia merasa ada yang aneh disini. Kedatangan Junkyu di luar perkiraannya. Di tambah penampilannya yang sangat buruk. Apa Seokjin memperlakukan Junkyu dengan tak semestinya. Begitu pikirnya.

"Lo yakin?" tanyanya dingin.

Junkyu mendongakan kepalanya mengangguk dengan tergesa-gesa seolah tak akan ada kesempatan lagi bagi dirinya untuk mengangguk.

"Jadi apa informasi yang lo punya?" Soohyun berbicara santai karena Junkyu sudah tau fakta tentang dirinya yang lain. Tak ada pencitraan yang harus ia lakukan di hadapan adik lelakinya ini.

"Ayah"

"Ayah?"

"Iya ayah, dia di tahan dan disiksa disana. Mereka juga ngelakuin hal yang sama ke gue"

"Mereka?" Soohyun melirik tajam ke arah pria yang sejak awal berdiri di sampingnya.

"Kakak pasti udah tau siapa dia kan, dia ga sendiri kak"

"Oke, kita lanjut nanti. Lo bisa tinggal disini sementara waktu. Dan satu hal yang harus lo lakuin selama disini, jangan pernah nemuin Jisoo. Apapun yang terjadi, atau lo tau akibatnya" titahnya lalu pergi meninggalkan Junkyu yang menarik nafas lega.

Tak jauh dari sana. Seokjin terus memantau tanpa berpaling sedikit pun. Tak ada yang terlewat dari pandangan juga pendengarannya. Sampai Junkyu perlahan menghilang memasuki rumah mewah itu.

"Sekarang waktunya"
























~To Be Continue~

MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang