As Thin As Paper (1)

405 34 19
                                    

" Kau akan pergi lagi? " Suara pria itu meninggi dalam kubangan amarah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


" Kau akan pergi lagi? " Suara pria itu meninggi dalam kubangan amarah. Dia mencengkeram kotak cincin yang masih bersandar di telapak tangannya. Bunyi klik keras, menandakan kotak itu tertutup tak lagi memperlihatkan cincin berlian mungil yang barusaja membuat wanita di depannya terkesiap kaget. Lamaran yang tak wanita ini duga dari kekasihnya.

Anggukan wanita di hadapannya menambah geram sang pria yang berdiri tergesa dari posisi awalnya, berlutut di depan kekasihnya.

" Aku tidak punya pilihan lain. Aku sendiri yang harus pergi, mereka hanya percaya padaku..." Manik mutiara hitamnya menatap titik semu garis cakrawala dari balkon restoran, tempat mereka merayakan hari jadi sejak keduanya memutuskan berpacaran tiga tahun lalu.

" Kau sungguh egois Bae Suzy. Bukankah kau sudah berjanji padaku. Tidak ada lagi perjalanan bisnis. Kau anggap apa hubungan kita ini?" Pria tinggi yang wajahnya selalu penuh senyum itu kini mengeras. Bibirnya ditarik ketat dimana matanya tak sedetikpun beralih mengintimidasi kekasihnya. Dia sudah cukup bersabar. Menjalin hubungan dengan adik kelasnya dimana keduanya telah memendam perasaan begitu lama, akhirnya berkencan dan sudah sangat nyaman dengan satu sama lain. Dia selalu mendukung apapun keputusan Suzy, menemaninya menjalani masa- masa sulit magangnya di sebuah perusahaan Farmasi besar. Hingga sekarang dia berhasil menjadi peneliti utama di laboratorium sekaligus menghasilkan beberapa formula obat yang memecahkan stigma bahwa obat- obatan tertentu tidak dapat dibuat, Suzy berhasil. Dia sukses memprakarsai penjualan beberapa produk obat unggulannya ke beberapa negara di Asia. Itu adalah awal regangnya hubungan mereka karena Suzy harus selalu melakukan perjalanan bisnis ke berbagai negara.

" Ini sangat penting bagiku Oppa. Bila aku bisa membuka peluang di Eropa, formulaku akan dikembangkan di sana. Akan lebih banyak lagi nyawa bisa terselamatkan. Kau bisa bayangkan... Tidakkah kau merasa bangga padaku?" Suzy berusaha menjaga suaranya tetap stabil, padahal bibirnya bergetar hebat. Dalam hati ia tak bisa memungkiri akan terbentuk lubang semakin besar diantara hubungan mereka. Apakah kali ini dia bahkan bisa menambalnya?

Tambalan itu sudah terlalu banyak, dan peregangan yang terus menerus bukankah akhirnya akan koyak juga.

" Apakah hanya kau? Bagaimana dengan yang lain? Di perusahaan sebesar itu dirimu tidak bekerja sendirian Suzy- ya. Hanya jadi peneliti, apa itu masih kurang bagimu..."

Suzy sekali lagi menahan air mata yang sudah menusuk- nusuk di belakang matanya. Dia mengerjab pada cahaya lilin kecil di sebelah vas bunga mawar merah muda yang cantik. Meja bundar berselimut putih di tengah balkon bersandar dua gelas anggur merah yang masih tak tersentuh. Sebagai pendampingnya hanya dua kursi bersandaran yang langsung menangkap siluet luasnya panorama kota Seoul di kala malam. Rasa manis dari hidangan pencuci mulut yang mahal masih tersisa di lidahnya, begitu kontras dengan suasana hatinya yang begitu pahit. Begitu mudahnya malam romantis yang indah berubah menjadi petaka. Kenapa Jang Ki Yong sulit sekali mengerti. " Tapi ini proyekku Oppa, dan aku yang harus melobi pihak investor. Aku sudah berusaha meminimalkan perjalananku. Dalam setahun baru kedua-"

Love in Other PlacesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang