[JENO SIDE]
Maniknya mengerjap, ketika suara alarm yang berasal dari ponselnya berbunyi. Sangat memekakan telinga, hingga harus membuatnya terpaksa membuka kedua mata.
Tangan kanannya meraih ponsel miliknya yang tergeletak di atas meja nakas, lalu mematikan alarm.
Lantas lelaki Lee itu bangkit, terduduk diatas ranjang dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul. Pandangannya mengedar kearah seluruh penjuru kamar yang terasa cukup familiar namun asing secara bersamaan.
Pikirannya menerawang, bukankah semalam ia tidur di kamar tamu setelah pertengkarannya dengan suami kecilnya? Lalu kenapa kini dirinya malah berada dikamar miliknya yang ia tempati ketika masih remaja? Tentu saja kamar yang lebih luas dari kamar miliknya bersama Renjun.
Merasa tak mendapat jawaban atas rasa bingungnya, Jeno lebih memilih untuk turun dari ranjang dan berjalan kearah luar kamar. Siapa tahu ia bisa menemukan Renjun juga Chenle disana. Dan bisa ia tanyakan kenapa dirinya bisa kembali ke rumah yang sudah sangat lama tak ia kunjungi, setelah memutuskan menikah dengan Renjun.
Jeno berjalan menuruni anak tangga, netranya tak henti-hentinya menyapu kearah seluruh penjuru rumah yang masih sama seperti terakhir kali ia pergi meninggalkan rumah itu.
"Kau sudah bangun?" Suara lembut masuk kedalam rungunya. Membuat Jeno terkejut bukan main ketika melihat sang ibu kini tengah berada dimeja makan bersama sang ayah, dan jangan lupakan senyum manis yang menghiasi wajah ayunya, senyum yang sangat Jeno rindukan sejak dua tahun lalu.
"Eomma?" Lirih Jeno, dan segera menghampiri kedua orang tuanya yang sudah memulai acara sarapan pagi mereka.
"Ayo sarapan, kau bilang ada beberapa keperluan yang harus kau siapkan untuk kegiatan ospekmu" Ajak wanita paruh baya itu.
Jeno menurut, dan berjalan kearah kursi kosong yang sering ia tempati ketika makan bersama keluarganya.
Sang ibu menyendokkan makanan dipiring sang putra, Jeno hanya diam saja dengan matanya yang fokus kearah sang ayah, yang sejak kedatangannya masih saja membungkam mulutnya. Sebenarnya tak mengherankan baginya, karena memang watak sang kepala keluarga yang tegas dan menyeramkan bagi siapa saja yang baru melihatnya.
Namun hal itu malah membuat Jeno bernafas lega, setidaknya dengan adanya sang ayah yang mau makan satu meja bersamanya, itu masih menjadi pertanda baik bahwa yang paling tua sedang tak marah padanya. Berbeda dengan terakhir kali, dirinya membuat sang ayah murka dengan keputusan sebelah pihaknya, hingga membuat Jeno harus rela melangkahkan kakinya meninggalkan mansion mewah keluarganya.
Jeno memulai acara sarapan paginya, keterbingungannya ia coba sisihkan dan lebih memilih untuk menikmati waktu yang sudah sangat lama tak ia jumpai.
Jika kini ia tengah bermimpi, maka Jeno berharap tak akan ada yang membangunkannya, termasuk tangisan sang anak yang sejak kelahirannya sudah menggantikan tugas alarm paginya.
Karena kerinduan akan keluarganya sudah begitu menumpuk, juga penyesalan atas keputusannya dulu yang mulai memasuki relung hatinya akhir-akhir ini.
"Mobil yang kau inginkan sudah ada digarasi" Ucap sang ayah tanpa menatap putra semata wayangnya.
"Mobil apa?" Tanya Jeno karena tak merasa sedang menginginkan sebuah mobil, jikapun ada tak mungkin ia memintanya kepada sang ayah. Karena bagaimanapun juga dirinya sudah bekerja.
Tunggu. Benar, bukankah dirinya kini sudah bekerja? Lalu kenapa tadi ibunya mengatakan tentang keperluan ospek?
"Kau sendiri yang meminta mobil Lamborghini Huracan Spyder saat mobil itu bahkan belum rilis, kau lupa?" Jawab sang ayah dengan suara dinginnya yang begitu khas.
![](https://img.wattpad.com/cover/332662852-288-k497498.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOTHER CHANCE [JAEREN ft. NOREN]
Fanfiction[END] Hanya kesempatan yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka untuk merubah atau mempertahankan cerita yang sudah ada. JAEREN ft. NOREN BXB MPREG