Delapan

1.6K 206 15
                                    

Tidak semua angan-angan seseorang lantas ia dapatkan. Angin berhembus tidak sesuai dengan kehendak layar.

Harapan baik kehidupan rumah tangga seperti apa yang Jeno dan Renjun bayangkan saat mengucap janji suci pernikahan nyatanya tak sepenuhnya bisa mereka rasakan.

Masalah demi masalah tak henti-hentinya menimpa keluarga kecil Lee Jeno. Masalah kecil yang mengiringi kehidupan rumah tangga keduanya mungkin masih bisa mereka selesaikan dengan baik, lantas bagaimana jika sepasang kasih yang kini sudah dikaruniani seorang putra lucu berusia satu tahun tertimpa masalah yang mungkin tak bisa dikatakan sepele? Mampukah mereka menyelesaikannya dengan kepala dingin atau malah emosi yang tak mampu redam mengambil alih hingga ancaman kehancuran rumah tangga keduanya terasa begitu nyata?

Renjun membuka netranya kala merasakan sebuah tangan kecil memukul berkali-kali wajah ayunya. Disertai dengan suara tawa khas anak kecil, membuat pemuda itu langsung menarik penuh kesadarannya.

Kurva tercipta di bilah bibir Renjun saat netranya menangkap sosok putra pertamanya itu. Chenle. Tawa polos bocah berusia satu tahun itu bak pengisi ulang daya yang mampu membuat energinya terisi penuh.

Renjun bangkit dan terduduk dikasur miliknya. Membawa tubuh kecil Chenle kedalam pangkuannya.

"Lele sudah bangun, hm? Apa tidurmu nyenyak?" Tanya Renjun.

"Yaahhh.. ay.. yahh" Racau Chenle. Kedua tangan mungilnya tergerak bebas diudara, menunjuk kearah pintu kamar.

Sedikit mengerti, ternyata sang putra tengah menanyakan keberadaan sang Ayah. Membuat Renjun tersadar jika hanya ada dirinya dan Chenle dikamar ini.

Pikirannya melayang kearah pertengkaran dirinya dan sang suami semalam. Dimana setelah pertengkaran itu, Renjun dengan Chenle yang ada didalam gendongannya segera masuk kedalam kamar dan menguncinya. Mengabaikan Jeno yang berkali-kali mengetuk pintu seraya memanggil-manggil namanya. Meminta agar Renjun mau membuka pintu dan menyelesaikan masalah semalam.

Renjun membuang nafasnya kasar. Sedikit merasa bersalah karena dirinya terlalu kekanakkan dan terkesan menghindari masalah. Namun emosinya semalam masih mengambil alih hati dan fikirannya, dan tak mungkin ia berbicara dengan Jeno dalam keadaan seperti itu. Lebih baik menenangkan diri sebelum keduanya berbicara untuk menyelesaikan masalah semalam.

"Lele mau ke ayah?" Tanya Renjun. Walaupun rasa kesal masih belum sepenuhnya reda, namun ia tak boleh egois. Chenle tak hanya membutuhkan dirinya, bocah itu membutuhkan kedua sosok orang tuanya untuk menemani tumbuh kembangnya.

"Yaahh.. yaaah" Chenle mengubah posisinya hingga memeluk Renjun bersiap untuk digendong oleh sang Papa dalam gendongan ala koala.

Renjun terkekeh kecil, merasa bersyukur Chenle sudah mampu diajak komunikasi walaupun tak sepenuhnya mampu anak itu mengerti.

Si mungil segera turun dari ranjang miliknya dengan Chenle yang ada didalam gendongannya. Berjalan kearah pintu, memutar kunci kearah kiri lantas keluar kamar setelah pintu berhasil terbuka.

Sepi. Seperti tak ada tanda kehidupan orang lain disana. Tak ia temukan keberadaan sosok sang suami. Mungkinkah Jeno masih tertidur dikamar tamu?

Tungkainya ia bawa kearah pintu lain diapartemen kecil itu. Dibukanya pintu bercat putih dihadapannya, namun Renjun tak melihat Jeno didalam kamar berukuran empat kali empat meter itu.

"Kemana dia? Apa sudah berangkat kerja?" Monolognya. Dan segera memutar tubuhnya untuk berjalan kearah dapur.

Satu kertas berwarna kuning yang tertempel di pintu lemari membuat fokus Renjun teralihkan. Diraihnya note kecil itu, lantas netra serupa rubah miliknya mulai membaca deretan huruf di atas kertas itu.

ANOTHER CHANCE [JAEREN ft. NOREN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang