Chapter 5 : Demi Sesuap Nasi

53 7 0
                                    

Anakku yang malang, dikerjai oleh negeri sendiri~

***

Terik matahari semakin menyengat kulit kala pertengahan hari. Raynar mengibaskan tangan di area wajah, sesekali menyeka keringat yang tumbuh di dahi. Ia mendesah panjang, mengeluarkan sebuah botol berisi air minum yang ia bawa dari rumah.

Setelah habis, botol tersebut masuk dalam karungnya. Seperti biasa, Raynar mengepul botol-botol sampah untuk ganti uang. Capek sebenarnya, namun tak ada pekerjaan lain yang bisa ia dapat—mungkin juga lakukan.

Raynar bahkan tidak lulus sekolah atas, karena biaya yang semakin tinggi juga perekonomian keluarganya—jauh dari siap.

"Heh! Jangan cari di sini dong!"

Seorang anak laki-laki seusianya mendatangi Raynar. Wajahnya kelihatan masam. "Ini wilayah gue, pindah sana!"

Mengedip-ngedip jenaka, Raynar yang sedang lelah berdebat memilih mengalah. Padahal, sepanjang jalan ini milik pemerintah. Tidak boleh ada akusisi sebelah pihak, namun dia sudah tidak kaget lagi dengan hal itu.

"Bawa tuh gerobak lo! Sialan, udah dapet banyak aja lo." dengus anak itu terdengar kasar.

Raynar menarik karung keempatnya sebelum menaruhnya di gerobak, ia mendorong gerobak tersebut lalu bergumam sebal. "Bahkan rakyat kecil pun tamak."

Kala Raynar tengah duduk-duduk santai di bawah pohon, dua orang menghampirinya. Raynar menatap heran, kemudian berbinar cerah setelah sekotak nasi berikut sembako terulur padanya.

"Dek, buat kamu." ucap seorang pemuda dengan ramahnya. "Boleh divideokan nggak?"

Hah?

Raynar melongo bego, bahkan belum menjawab pertanyaan hal itu sesaat pemuda tersebut menyuruh temannya untuk menyalakan kamera.

Ini apa sih?

Kotak nasi di tangan Raynar kembali diambil, lalu pemuda tersebut mengulang kembali perbuatannya pada Raynar. Wajah bingung Raynar dianggap suatu keterkejutan oleh kedua orang itu sebab mendapat rezeki dadakan.

"Bagus nggak, jo?" tanya sang pemuda yang lebih tinggi.

Yang membawa kamera mengangguk dan menunjukkan kepuasan. "Sip!"

"Oke, deh. Eh, namanya siapa?"

"Raynar." balas Raynar, wajahnya menahan pedih. "Raden Raynar Laksmana."

"Wih, namanya bagus." si pemuda memuji. "Kamu umur berapa?"

"Nggak inget." balas Raynar, asal.

Kedua pemuda itu saling lirik sebelum tertawa. "Kok bisa lupa sama umur sendiri?"

Kameraman turut nyambung. "Kelas berapa emang?"

Raynar menghela nafas. "Putus sekolah."

"Oh, maaf." kata keduanya. "Semangat ya, Raynar. Kamu sering lewat sini, ya?"

Kedua orang itu memang sengaja mencari-cari informasi mengenai Raynar. Supaya mereka bisa membuat narasi yang jujur, meskipun terkesan menjual konten. Keduanya punya niat untuk menolong.

Kemiskinan Yang Tak TerlihatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang