🖤 Typo Everywhere 🖤
Pernahkah kalian mengalami kejadian yang semuanya terasa sangat cepat terjadi? Yang bahkan saking cepatnya ia sampai tak mampu membedakan antara mimpi dan kenyataan. Hidup memang lucu. Kadang kali saking bahagianya kita, tiba-tiba itu semua menghilang meninggalkan sisa duka.Andai saja saat itu ia tidak pamer di mobil apakah semua akan berbeda? Andai saat itu ia memilih mengabarkan berita baik dirumah apakah akan berakhir berbeda? Andai saat itu ia diam memilih duduk dibelakang sambil tersenyum tidak sabar, apakah akhirnya tidak begini? Andai saat itu ia tak mengganggu fokus ayahnya.... apakah semua ini tidak terjadi? Andai. Andai. Andai. Andai. Andai. Andai. Semua berandai-andai.
Manusia memang seperti itu. Menyesalkan kejadian yang sudah terjadi dengan berandai-andai sampai rasanya kepala hampir gila. Indira terdiam menatap kakinya yang diperban. Kapalanya kosong setelah mendengar kabar buruk dari perawat yang merawatnya. Tak sanggup bereaksi apa-apa, ia berakhir hanya diam terbengong sebelum tersenyum sambil mengangguk. Perawat sudah keluar dari tadi sambil menatapnya kasian. Ia juga dapat merasakan tatapan kasihan beberapa orang yang ada di bangsalnya.
Kepalanya kosong, ia tak sanggup lagi memikirkan semua yang baru saja terjadi. Napasnya tak beraturan, matanya memanas mengeluarkan air mata, namun tak ada suara yang keluar selain suara napasnya yang kasar. Menatap nanar kakinya yang dibalut perban, tangannya bergerak pelan menyentuhnya. Awalnya sentuhan lembut sebelum ia perlahan memberikan tekanan pada tangannya untuk menekan area itu.
Sakit. Sakit. Sangat sakit. Rasanya sakit sekali.
‘Tolong...’
Suara pintu bergerak membuatnya sadar. Ia segera menarik tangannya dan menghapus air matanya cepat.
“Permisi, Indi....”
Gadis itu menoleh dengan wajah tersenyum. Mendapati pria umur dua puluhan yang menjadi wali kelasnya untuk kelas terakhir di menengah keatas ini. Tubuhnya bergerak hendak menyalimi tangan pria itu sebelum ia menahan lengannya dan menyuruhnya diam tidak memaksakan diri.
“Gimana kabar kamu?”
“Alhamdulillah, baik pak,” jawab Indira seperti biasa. “Maaf ya pak, saya gak masuk malah gak ngabarin siapa-siapa. Absen saya penuh alfa ini mah.”
Pria itu tersenyum kecil. Tangannya bergerak menaruh bawaannya di laci sebelah tempat tidur. “Udah kamu jangan mikirin sekolahan dulu. Fokusin aja buat nyembuhin diri.” Indira menatapnya sambil tersenyum lebar seperti biasa. “Ngomong-ngomong kamu sendirian aja? Gak ada yang jenguk? Keluarga kamu kemana?”
Senyumnya mendadak kaku. Ia bingung ingin menjawab apa. Untungnya seakan pertanyaan tadi hanyalah basa-basi, gurunya ini bergerak menyapa beberapa orang yang ada dibangsal sambil memberikan mereka makanan bawaannya. Hal itu membuat Indira lega seketika.
“Kamu belum ngabarin siapa-siapa kah kamu dirawat gini? Temen kelasmu loh panik betul pas tau kamu di rumah sakit. Tadi mereka hampir pingin ikut saya kalo saja gak saya ancem nilai.”
Indira terkekeh kecil sebelum berucap, “Iya pak. Saya lupa, kayaknya hape saya ancur deh gara-gara kecelakaan. Jadinya saya gak sempet ngabarin siapa-siapa.”
Pria itu terdiam dengan wajah khawatir. Pak Gibran ini memang masuk ke salah satu guru favorit di sekolah mereka. Selain masih muda dan tampan, ia juga dikenal dengan kepribadian ramah meskipun sebenarnya beliau ketat dalam nilai dan agak kaku juga. Makanya Indira sedikit terkejut melihat wali kelasnya sendirian datang menjenguknya seperti ini. Ia kira yang datang bakal guru konseling atau yang lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Muda (New Version)
RomanceIndira muda yang saat itu masih berumur 17 tahun rasanya ingin menyudahi hidupnya, saat keluarganya terlibat kecelakaan lalu lintas, hingga semuanya meninggalkannya sendirian didunia. Seakan dunia belum cukup menghabisinya, setahun kemudian datang s...