Tiga

172 27 0
                                    

🤍 TYPO EVERYWHERE 🤍


Gibran ikut keluar dari mobilnya. Ia sedikit meringis merasakan panasnya matahari yang mulai meninggi. Setelah memakai kacamata hitamnya, pria itu langsung membuntuti wanita paruh baya yang sudah melahirkannya itu. Mereka sempat menghentikan langkahnya di penjual kembang disana sebelum pergi masuk lebih dalam dengan membawa beberapa bungkus kembang.

Sedikit kesulitan karena tidak tau persis dimana tempat peristirahatan temannya, Rosa-ibunya Gibran mengelilingi matanya menatap banyak papan-papan yang tertancap, memperhatikan namanya. Gibran yang dibelakang hanya ikut saja sebelum mereka berhenti pada papan bernama Hartina binti Abdul Zaki.

Dilihatnya ibunya yang berjongkok disebelah gundukan tanah sambil memegang papan itu perlahan. Pria itu masih berdiri sedikit jauh, memberikan waktu untuk ibunya sendiri untuk menatapi gundukan tanah itu. Ia baru mendekat saat melihat wanita itu membersihkan makam dari reruntuhan dedaunan.

"Sekalian makam depan sama belakang mamah dibantu bersihin juga, Bran," suruh Rosa membuat Gibran mengernyit bingung. "Itu suami sama anaknya sahabat mamah, sekalian dibersihin tolong."

Pria itu menuruti perkataan Rosa. Ia membersihkan semua itu tanpa berkata apapun. Namun diam-diam ia tertegun saat melihat salah satu nama disana bertuliskan Andira Khalisa binti Raden Angga. Tangannya berhenti bergerak sambil membayangi sesuatu dipikirannya. Kemiripan nama depan antara keduanya membuat Gibran sedikit kepikiran dengan salah satu muridnya yang kecelakaan setahun yang lalu.

Bagaimana ya keadaan muridnya itu? Gibran sedikit kasian memikirkan kehidupan seperti apa yang akan dijalankan oleh remaja itu kedepannya? Kalau diingat-ingat terakhir kali Gibran bertemu itu setelah ia membantu muridnya untuk mengundurkan diri dari perkuliahan semester awal. Ia mengingat betul tatapan kosong yang dipancarkan muridnya membuatnya memikirkan hal yang tidak-tidak.

Tak sengaja melirik tanggal kematiannya, Gibran menoleh menatap tanggal kematian papan lainnya sebelum bersuara, "Mereka meninggalnya barengan, karena apa mah?"

"Kecelakaan mobil kalau gak salah." Gibran membeku mendengarnya. Ia menoleh menatap Rosa yang bersedih hati. "Mamah gatau pastinya gimana karena mamah sendiri hilang kontak sama Tina udah lama banget. Baru kemarin denger kabar dari grup kalau Tina dan keluarganya meninggal karena kecelakaan mobil tahun lalu. Makanya mamah baru bisa kesini."

"Innalillahi, mereka semua meninggal ditempat apa gimana mah?" tanya Gibran sambil berdiri menepuk-nepuk celananya yang terkena tanah. Pria itu beralih ke sisi Rosa sebelum membantu wanita itu berdiri.

Rosa membenarkan kerudung yang dikenakannya sebelum berkata, "Iya, sayangnya mereka meninggal ditempat semua. Tapi seinget mamah Tina punya 2 anak, satu Andira yang ikut meninggal, satu lagi ada adiknya Andira. Namanya mirip, tapi siapa ya."

Gibran lagi-lagi membayangkan muridnya itu. Ia meraih lengan ibunya sebelum mereka beriringan jalan ke mobil. "Kasian ya kalau gitu, keluarganya meninggal tinggal dia sendirian," gumam pria itu yang ternyata didengar oleh Rosa.

"Kamu bener!" Rosa berkata dengan nada tingginya. Ia menepuk lengan anaknya gemas sebelum tertawa kecil. "Astagfirullah, untung kamu ingetin mamah. Coba nanti mamah cari tau anak keduanya. Kebetulan mamah inget janji lama kita yang belum dipenuhi."

Pria itu membukakan pintu untuk ibunya sebelum ia menatap kembali kearah makam tempat mereka berkunjung tadi. Pikirannya melayang membuatnya melepas kacamata hitamnya sebelum bergumam, "Indira gimana kabarnya ya? Kamu harus baik-baik aja ya."

Terlalu Muda (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang