Delapan

466 54 3
                                    

🤍 TYPO EVERYWHERE 🤍


Indira mengerjapkan matanya kala seseorang menggoyangkan tubuhnya. Masih dengan mata memejam, ia berguling menghindar. Hampir tertidur, lagi-lagi guncangan itu membuatnya terpaksa membuka matanya. Ia meringis kala silau lampu membuat matanya perih. Terdiam sebentar sambil menguap, ia menoleh dan mendapati Gibran berdiri dengan sarung dibawahnya.

Indira memaksakan dirinya duduk, ia tanpa sadar mengambil tangan Gibran lalu disaliminya. “Baru pulang pak?”

Gibran terdiam dengan tangan mengambang setelah disalimi Indira. Bingung ingin menjawabnya karena sejujurnya saat ini menunjukkan jam 5 pagi. Niatnya ingin mengajak Indira salat subuh, malah disuguhi pertanyaan tak jelas oleh Indira.

“Bapak udah makan? Tadi saya kebetulan mampir ke warung beli lauk, dimakan aja ya pak. Nanti biar piringnya saya cuci,” ujar Indira dengan mata yang masih terpejam. Gadis itu menguap lalu merebahkan kembali tubuhnya karena tak mendengar jawaban apa pun dari Gibran.

Sedang Gibran sendiri berdiri sembari menatap geli Indira yang terlihat mengigau. Sudah rebahan pun gadis itu masih terlihat sibuk menggumamkan sesuatu sembari matanya yang tetap terpejam. Rasanya ingin Gibran membiarkannya tetap tertidur, namun ia teringat kewajiban mereka sebagai seorang muslim, yakni salat 5 waktu. Jadilah Gibran meraih lengan Indira. Ditepuknya pelan lengan itu hingga sang empunya terusik.

Indira terbangun. Gadis itu melenguh kesal sembari menggosok matanya gatal. Ia menatap Gibran dengan matanya yang mengerjap. “Udah selesai makannya ya pak?” Indira memaksakan dirinya bangun hingga tak sengaja gadis itu sempoyongan. Beruntung tubuhnya ditangkap oleh Gibran. “Saya mau cuci piringnya dulu, baru abis itu tidur lagi,” gumam Indira pelan sembari melepaskan tangan Gibran dilengangnya.

Tenaga Indira jelas kalah dari Gibran yang seratus persen sadar. Alhasil gadis itu kembali terduduk karena Gibran yang memaksanya. Tangan Indira yang terkena kasur, meraba pelan permukaan kasurnya merasakan ada yang berbeda disana.

“Salat subuh, Indi.”

Mata Indira langsung terbuka begitu saja. Kantuk yang ia rasakan seketika hilang saat menyadari sesuatu. Ia menoleh, menatap kasur dengan seprai biru tua itu terlihat lembab. Indira tekan sedikit tangannya disana lalu didapatinya bercak samar merah ditangannya membuat Indira hampir berteriak kesal pagi itu.

Gibran sudah memundurkan tubuhnya terkejut sejak Indira tiba-tiba melotot. Pria itu terdiam menunggu Indira mengatakan sesuatu, karena Gibran sendiri kurang paham. “Kamu, gak apa?” Baru saja Gibran bertanya, pris itu dikejutkan dengan Indira yang tiba-tiba berteriak. Tanpa suara, anehnya. Tubuhnya tersentak saat Indira menatapnya dengan wajah memelas.

“Saya bocor.” Indira bergumam pelan.

Kening Gibran berkerut. “Apanya?”

Indira ikut mengernyit. Tak mengerti dengan Gibran. “Ya saya bocor, pak. Gak sengaja, padahal sebelum tidur kayaknya saya udah ganti,” cicit Indira merasa malu. Gibran masih terdiam dengan kening mengernyit, masih belum paham, membuat Indira kesal dan mengatakan, “Saya lagi PMS pak, gak sengaja bocor dikasur.”

Mulut Gibran terbuka hendak mengatakan sesuatu, sebelum tertutup kembali. Pria itu terus-terusan ingin mengatakan sesuatu namun diurungkannya. Gibran sedikit bingung ingin mengatakan apa pada Indira, jadilah mereka terjebak disuasana canggung.

“Biar saya ganti dulu aja seprainya,” ujar Indira sembari menyeret tubuhnya berdiri. Gadis itu bersusah payah melepaskan seprai dari kasur dengan perasaan malu luar biasa. Karena itu tangannya yang menarik-narik seprai yang tak kunjung lepas membuat Gibran yang melihatnya ikut membantu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terlalu Muda (New Version) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang