Jiro | Awal

22.4K 941 5
                                    

Sepasang suami istri terlihat berjalan dengan cepat bersama seorang anak laki-laki sekitaran sepuluh tahun. Anak itu tampak tidak bisa mengimbangi langkah lebar orangtuanya atau lebih tepatnya anak itu tengah diseret secara kasar oleh orangtuanya. Entah apa kesalahan yang dilakukan oleh anak itu namun ekspresi suami istri itu sangat menggambarkan suasana hati mereka. Marah dan benci.

"Ibu, Bapak, tangan Jiro sakit dan kakinya pegal." Keluh anak itu. Jiro Magani nama lengkapnya.

"Diam! Sudah ku katakan bukan kalau kau tidak boleh mengeluarkan suara?" Sentak Bapak.

Mereka terus menyeret Jiro menuju tempat yang bahkan Jiro tidak ketahui. Banyak orang yang menatapnya iba dan prihatin. Mungkin mereka berpikir bagaimana bisa orangtua menyeret anaknya sendiri dengan kasar.

Tak terasa, mereka sampai di sebuah rumah yang lumayan besar. Bapak melepaskan cengkraman tangannya pada lengan Jiro. Merah dan sedikit kebiruan. Begitulah kira-kira kondisi salah satu lengan Jiro sekarang.

Bapak mengetuk pintu rumah.

Tok tok tok.

Setelahnya, keluarlah seorang laki-laki seumuran Bapak. Hanya saja bedanya adalah badannya lebih besar dari Bapak dan memiliki beberapa tatto di lengannya. Jiro beringsut takut. Ia bergerak mendekati Ibu, namun, Ibu segera mendorong tubuh Jiro hingga jatuh. Sangat tidak manusiawi.

"Bos, gue udah bawa yang kemarin lo minta." Ucap Bapak.

Laki-laki yang diundang 'Bos' oleh Bapak itu memandang tubuh kurus Jiro yang tergeletak di lantai teras rumahnya. Jiro yang ditatap, langsung menundukkan kepalanya.

Si Bos menganggukkan kepalanya.

"Nih, buat lo sama bini lo. Tapi dia bisa ngapain aja kan?"

Dia? Dia siapa? Apakah itu aku? Bapak dan Ibu menjualku? Batin Jiro bertanya-tanya.

"Tenang, Bos. Nih anak bisa ngapain aja. Nyapu, ngepel, masak, nyuci, ngamen, semuanya dia bisa dah." Giliran Ibu menjawab. Tak lupa dengan menendang kaki Jiro dengan keras.

"Oke kalo gitu. Udah sono kalian pulang. Gue masih ada urusan lagi."

Melihat Bapak dan Ibu yang berpamitan pada Si Bos, membuat Jiro bangkit berdiri dan berniat mengejar orangtuanya. Namun, Si Bos segera menjambak rambut Jiro.

"AKHHH! Sa-sakit, Om." Rintih Jiro.

"Lo mau kemana? Lo itu udah dijual sama orangtua lo. Itu artinya lo udah jadi babu gue dan tinggal disini. Ngerti nggak?!"

"Jiro bukan barang, hiks. Jiro mau Bapak sama Ibu. Om, hiks, Jiro mau pulang."

BRAKK

Si Bos mendorong tubuh Jiro hingga menabrak pintu. "Lo itu budek apa gimana sih?! Lo nggak denger tadi gue bilang apaan? Itu, Bapak sama Ibu lo udah jual lo ke gue! Tau nggak?!"

Tangis Jiro semakin histeris. Ia sangat tidak menyangka kalau Bapak dan Ibu menjualnya. Ia bukan barang tetapi kenapa Bapak dan Ibu menjualnya ke orang lain?

"Diem, bocil!" Si Bos menyeret Jiro, lagi, dan masuk ke dalam rumahnya. "Berhenti nangis! Gue mau tidur, lo harus bersihin semua ruangan di rumah gue. Kalo pas gue bangun, lo belum beres, liat aja akibatnya!"

Si Bos langsung berlalu menuju ke salah satu ruangan dekat dapur.

Jiro menatap sekeliling rumah yang sekarang resmi menjadi tempat tinggalnya. Masih dengan sisa tangisnya, ia beranjak untuk membersihkan rumahnya.

Banyak pecahan botol minuman beralkohol, puntung rokok beserta bungkusnya, gelas kopi, dan sampah lainnya. Bagi Jiro, ini bukan rumah tapi seperti tempat pembuangan sampah. Perlahan, rumah yang tadinya sangat kotor dan bau, sudah terlihat lebih bersih. Anak sepuluh tahun itu berhasil menyelesaikan tugas pertamanya.

"Tuhan, kenapa Jiro dijual sama Bapak dan Ibu? Hiksss, Jiro bukan barang. Jiro nggak suka disini. Hiks. Jiro lebih suka tinggal bersama Bapak dan Ibu."

Tubuh ringkih Jiro perlahan meluruh di lantai rumah barunya itu.

***

Hai, teman-teman!
Lama sudah tidak berjumpa xixi. Kalian apa kabar?
Selamat bertemu dengan cerita baruku! Selamat membaca kisah Jiro Magani!
Dan, jangan lupa untuk vote dan komen part ini ya?

Auristella, 28 Januari 2023.

JIRO [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang