happy reading💓
***
Jam dinding yang bertengger manis diatas meja rias ibunya sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi, namun Jiro belum juga beranjak dari tempat tidurnya. Anak itu masih setia menghisap pacifiernya sambil mengangkat-angkat kaki kecilnya ke udara. Mulutnya yang penuh dengan pacifier itu kadang bergumam tak jelas hingga siapapun yang mendengarnya pasti akan memekik gemas. Ayah dan ibunya sudah tidak ada di kamar dan hanya dirinya sendiri yang ada disana.
Plop
Jiro melepas pacifiernya dari mulut, lalu beranjak duduk. Kelopak matanya berkedip dengan lucu sambil memandangi setiap sudut kamar yang sudah ia tempati kurang lebih 3 minggu ini. Karena sudah tidak ada siapa-siapa disini, Jiro memilih untuk beranjak turun dari tempat tidurnya. Ia berjalan menuju balkon yang pintunya masih tertutup rapat.
"Kata Bunda, udara pagi baik untuk kesehatan Jiro. Jadi, Jiro harus membuka pintunya." Ucap Jiro bermonolog. Tangan kecilnya menggapai gagang pintu.
Ceklek...
"Yes! Jiro berhasil!" Pekik Jiro. Ia membuka pintu balkon dengan lebar supaya semakin banyak udara pagi yang masuk ke kamarnya. Setelah pintu terbuka lebar, kaki kecilnya mulai melangkah keluar.
Rumah megah milik Eron terletak di sebuah bukit kecil yang lumayan jauh dari perkotaan. Rumah tersebut dikelilingi oleh pepohonan rimbun yang membuat udara di sekitar rumah selalu terasa segar. Hal itu juga cukup menguntungkan Jiro karena setiap pagi ia dapat melihat burung dan kupu-kupu yang berterbangan kesana kemari. Selain itu, di dekat rumahnya juga terdapat peternakan sapi perah yang dikelola oleh keluarga Arsenio.
"Aku adalah anak gembala
Selalu riang serta gembira
Karena aku senang bekerja
Tak pernah malas ataupun lengah
Tralala la la la la tralala la la la la la la
Setiap hariku bawa ternak
Ke padang rumput, di kaki bukit
Rumputnya hijau, subur, dan banyak
Ternakku makan tak pernah sedikit
Tralala la la la la tralala la la la la la la.""Sapi! Makannya yang banyak yaa!" Pekik Jiro. Ia meneriaki sapi yang baru saja dikeluarkan oleh penjaga peternakan ke hamparan rumput hijau. Karena jarak rumahnya dengan peternakan tidak terlalu jauh, penjaga peternakan itu menoleh ke arah suara. Terlihat kalau anak atasannya tengah berdiri di balkon kamarnya sambil melambaikan tangan. "Paman! Kapan-kapan, ajak Jiro ke peternakan yaa! Jiro mau lihat sapinya dari dekat!"
Penjaga peternakan mengacungkan jempolnya sebagai jawaban. Melihat hal itu, Jiro langsung meloncat kegirangan di tempat. Wah, sepertinya ia harus memberitahu ayahnya supaya mengajaknya ke peternakan.
Ceklek
Pintu kamarnya terbuka dari luar. Jiro berbalik untuk melihat siapa yang membuka pintu kamarnya. Jiro mematung di tempat saat tahu siapa yang membuka pintu.
Orang yang membuka pintu itu tersenyum manis pada Jiro. Ia menutup kembali pintunya dan menaruh sebuah paperbag di kasur.
"Sedang melihat sapi di peternakan?" Tanyanya sambil duduk di pinggiran kasur dekat pintu balkon.
Jiro hanya menganggukkan kepalanya. Tubuhnya mendadak kaku. Padahal ia tahu kalau orang di hadapannya bukanlah orang jahat.
"Bagaimana jika kita ke peternakan sekarang?"
Jiro sontak menggelengkan kepalanya.
"Kenapa memangnya? Tadi, Kakak denger lho kalo Jiro pengen ke peternakan." Ujar Galen.
Ya, orang yang membuka pintu tadi adalah sulungnya Arsenio. Awalnya, ia hanya akan membangunkan adiknya saja. Namun, begitu sampai di depan pintu kamar, ia mendengar kalau sang adik tengah meneriaki penjaga peternakan. Sehingga ia berbalik ke kamarnya untuk mengambil paperbag berisi lego yang ia beli di Singapura.

KAMU SEDANG MEMBACA
JIRO [ END ]
Ficción GeneralJiro Magani, si anak paling beruntung yang tiba-tiba di angkat menjadi bagian dari keluarga Arsenio. Mungkin ini adalah jawaban dari Tuhan atas semua doanya selama ini. Sekarang, Jiro telah dilimpahi banyak kasih sayang dari keluarga angkatnya. Jir...