Jiro | Satu

14.6K 964 3
                                    

happy reading💓

***

Tidak terasa, sudah lima tahun Jiro tinggal bersama Si Bos. Kondisinya semakin hari semakin tidak terurus. Tubuhnya kurus dan kusam, rambutnya tampak digunting asal-asalan olehnya. Sudah lima tahun juga ia berharap akan kedatangan orangtuanya untuk menjemputnya. Sungguh, Jiro lebih senang dipukuli dan disiksa oleh orangtuanya sendiri daripada sekarang.

Kini, usia Jiro sudah menginjak lima belas tahun. Tumbuh kembangnya sangat lambat karena tidak pernah mengonsumsi makanan yang bergizi, membuat penampilannya tidak seperti remaja seusianya. Tingginya hanya 150 cm. Bukan tinggi ideal seorang remaja seusianya.

"HEH BOCIL!" Panggil Si Bos.

"Iya, Om?" Jiro menyahutnya dari arah dapur. Barusan ia memasak ayam goreng dan menanak nasi yang tentunya bukan untuk dirinya, melainkan hanya untuk Si Bos. Biasanya, Jiro akan memakan sisanya saja. Walau begitu, Jiro sudah sangat bersyukur karena masih bisa makan.

"Lo masak apa hari ini?" Tanya Si Bos sambil menyenderkan punggungnya di sofa usang di ruang tamu. Sepertinya, Si Bos baru saja pulang dari berjudi dan mabuk-mabukan di markasnya karena bau alkohol menguar dari mulut Si Bos.

"Ayam goreng, kayak yang Om minta kemarin. Mau Jiro ambilin?"

"IYA LAH! Kan disini lo jadi babu gue. Sana cepet ambilin! Laper nih gue!"

Jiro segera melesat ke dapur. Mengambil piring dan menaruh nasi disana. Tak lupa mengambil ayam goreng sebanyak 2 buah yang sudah ia masak tadi. Juga, ia mengambilkan segelas teh hangat untuk Si Bos.

"Ini, Om. Selamat makan." Ucap Jiro dengan manis.

Baru saja Jiro akan kembali ke dapur, tiba-tiba Si Bos membanting piring yang berisikan nasi dan juga ayam goreng tadi. Membuat Jiro kaget.

"INI APAAN?! HA? MASIH MENTAH KAYAK GINI LO KASIHIN KE GUE?! LO MAU BIKIN GUE MATI APA GIMANA, HAH?!" Sentak Si Bos. Ia segera menerjang Jiro, menarik rambutnya dengan keras, dan mencengkram rahang anak itu.

"LO SENGAJA?! IYA? SENENG KAN LO KALO GUE MATI?!"

Rasanya, Jiro ingin menggeleng namun tidak bisa. Kepalanya terasa sangat kaku dan pening akibat jambakan tadi. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain merapalkan doa supaya ia masih diberikan nyawa lagi oleh Tuhan.

"NANGIS AJA BISANYA!"

BRAKK

Si Bos membanting tubuh Jiro. Benar-benar dibanting. Pelipisnya tak sengaja terantuk pinggiran lemari, menyebabkan darah mulai mengucur keluar.

"Ma-maaf, Om. Jiro ng-nggak tau. Jiro minta maaf, hikss." Ucap Jiro lirih.

"MAAF? MAAF LO BILANG?! NGGAK ADA KATA MAAF DI HIDUP GUE!"

Si Bos melepas gesper yang melingkar di pinggangnya dan melepas baju yang Jiro kenakan. Membalik tubuh anak itu hingga punggung ringkih nya berada di hadapan Si Bos. Segera, Si Bos menyabetkan gesper itu di punggung ringkih Jiro. Anak itu hanya bisa menjerit kesakitan sambil mengucapkan kata maaf.

"OM, SAKIT! HIKS, UDAH OM. JIRO MINTA MAAF, AKHHH!"

Si Bos bagaikan dibutakan oleh amarahnya. Punggung Jiro sudah banyak luka memanjang. Rasanya sangat perih.

Tok tok tok

Si Bos langsung menghentikan aksinya. Pria itu langsung memakaikan kembali baju pada Jiro dengan kasar lalu memasukkannya ke kamarnya.

"Siapa sih? Ganggu gue a--"

Ucapan Si Bos terhenti ketika ia membuka pintu dan menemukan siapa yang bertamu ke rumahnya. Yang bertamu adalah segerombolan polisi beserta salah dua temannya yang sudah diborgol tangannya.

JIRO [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang