Jiro | Sembilan

11.4K 789 9
                                    

happy reading💓

***

Hari ini, Jiro merasa senang. Pasalnya,
orangtua dari Katrina dan Eron serta kakeknya Eron berkumpul di rumahnya untuk merayakan ulangtahun hari pernikahan. Awalnya Jiro takut, dengan kehadirannya di rumah ini akan membuat keluarga besar ayahnya dan keluarga besar bundanya membencinya. Namun ternyata tidak. Mereka justru menerima dan menyayangi Jiro.

Saat ini, anak itu tengah bermain bersama Abbas dan Daniel di ruang keluarga. Mereka sibuk menyusun lego yang sekarang menjadi mainan favorit Jiro.

"Kakek, bukan kayak gitu pasangnya." Ucap Jiro pada Abbas.

Abbas menoleh pada cucunya. "Huh? Ini salah?" Tanya Abbas.

"Iya, salah. Harusnya yang Kakek pegang itu dipasang disini." Jiro menunjukkan pasangan lego yang benar. Ia mengambil lego yang dipegang Abbas. "Nah, seperti ini, Kakek."

Dua laki-laki tua itu bertepuk tangan sekaligus tertawa. Umur Jiro memang sudah 15 tahun namun, ia masih tampak menggemaskan layaknya anak-anak.

"Wah, Jiro hebat ya? Kalau sudah besar, Jiro ingin menjadi apa?" Tanya Daniel.

Jiro menoleh pada ayah dari Katrina itu. "Hm? Apa ya? Nggak tahu, Opa. Tapi, Jiro pengen punya lego yang banyak! Terus nanti Jiro jual deh!" Jawab Jiro antusias.

"Oh, ingin punya pabrik lego?"

Jiro mengangguk. "Iya, Opa. Nanti Opa sama Kakek bisa pilih-pilih legonya untuk main." Jiro tertawa lepas.

Diam-diam, Jiro merasa bersyukur karena ia dipertemukan dengan Eron dan keluarganya. Di rumah ini, ia bisa tertawa lepas tanpa memikirkan beban. Ia juga bisa meminta apa saja yang ia inginkan tapi tetap dalam batas normal. Semua kebutuhannya terpenuhi sekarang.

Kegiatan Jiro tak luput dari pandangan Katrina yang sedang memasak di dapur bersama ibu dan ibu mertuanya. Ia tersenyum melihat interaksi Jiro dengan Opa dan Kakeknya.

"Jiro terlihat bahagia ya?" Gumam Riana, ibu mertuanya alias ibunya Eron.

"Iya, Bu. Katrina senang bisa melihat Jiro tertawa sebahagia itu."

"Memangnya, saat Jiro datang kesini, dia menjadi pendiam?" Tanya Widi, ibunya.

"Tidak. Hanya saat pertama kali aku datang ke rumah sakit, Jiro menangis ketakutan karena melihat orang asing. Tapi, setelah Eron membujuknya, Jiro mau bermain denganku."

Mereka tengah menyiapkan sayur-sayuran untuk membuat sup iga kesukaan keluarga ini. Memang sekarang kerap sekali hujan dengan waktu yang tak menentu, jadilah mereka memutuskan untuk membuat sup iga. Mumpung juga ada kakek buyutnya Jiro yang hadir di rumah ini.

"Hidupnya sudah terlalu keras sejak kecil. Ibu cukup terkejut ketika Eron menceritakan tentang orangtua kandungnya Jiro yang dengan tega menjual anaknya sendiri." Ujar Riana. Wanita itu sekarang tengah merebus iga yang akan dicampurkan dengan sayuran tadi.

Widi menganggukkan kepalanya. "Jiro tidak sekolah, Nak? Kalau dilihat dari umurnya, seharusnya sekarang dia sudah masuk SMP." Tanya Widi.

"Kami hampir saja mendaftarkan Jiro di sekolah formal, tapi Jiro masih kesusahan dalam membaca dan menulis. Dia juga kesusahan dalam hal bersosialisasi, jadi aku dan Eron memutuskan untuk mendaftarkan Jiro di homeschooling." Ucap Katrina menjelaskan.

"Oh, syukurlah. Pelan-pelan, pasti Jiro bisa menjadi lebih baik dari sekarang." Sahut Riana. "Sepertinya, iganya sudah matang. Lebih baik bumbunya segera dimasukkan, lalu sayur-sayurannya juga."

JIRO [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang