Suara kicau burung membangunkan tidurku. Terlihat samar lampu diatas kamarku.
Ku lihat jam yang menempel di dinding yang menunjukkan pukul 03.30 WIB.
Menunaikan solat sunnah tahajud bagiku sudah menjadi makanan setiap hari, bangun awalpun sudah aku biasakan sedari kecil.
Tak lain tak bukan karena aku ingin mendapatkan ridhonya Allah subhanallahu wata'ala.
Aku berharap Allah mengabulkan setiap doa yang ku panjatkan.
Doa yang selalu aku tuliskan dalam setiap malamku.
Doa di 1/3 malam..
Salah satu doa ku adalah mendapatkan seorang suami yang cinta dengan Allah dan agamanya.
Dibalik perjuanganku untuk menjadi versi yang terbaik dari diri ini, aku juga butuh kehendak Allah untuk mendapatkan pasangan yang terbaik suatu saat nanti.
Tentunya diwaktu yang tepat, saat ini aku hanya harus fokus untuk melanjutkan perjalananku dimasa kuliah.
"Kak, bisa tolong ibu antarkan kue ini ke pemesan??"
Ucap seorang ibu yang meminta bantuan anaknya.
"Baik bu, aku siap-siap dulu" jawabku tulus.
Bagiku menolong ibu adalah prioritas utama dalam hidupku. Aku sangat menyayanginya, setelah kepergian ayah yang membuat kami terlihat sedu.
Namun aku dan ibu memilih untuk tidak terlalu lama larut dalam kabut kesedihan.
Begitulah, keluarga yang ayah dan ibuku bentuk. Berhasil menciptakan insan yang amat sangat menyayangi agamanya.
Aku selalu bersyukur bisa dilahirkan dalam rahim seorang ratu yang berhati mulia seperti ibu, dan seorang raja yang berpikiran pintar mendidik seperti ayah.
"Antarkan kealamat ini ya ka" ibu memberikan kue da secercah kertas alamat didalamnya.
"Iyah Bu, aku berangkat ya assalamualaikum"
"Hati-hati waalaikumussalam" jawabnya
Senyumannya saat aku hendak meninggalkan rumah menjadi motivasi untukku agar bisa berjuang lebih keras lagi.
Kadang ibu sangat terlihat kelelahan saat membuat pesanan kue yang menumpuk.
Kini ku gunakan kursi halte untuk merebahkan tubuhku sejenak sembari menunggu mobil bus datang dan membawaku ke tempat yang dituju.
Mobil sedan hitam melintas dihadapanku dan seketika berhenti.
"Kamu Aisyah kan? Mau kemana?"
Ucap seorang yang tak asing lagi bagiku.
Ka TB. Hafidz..
"Eumm..saya mau antar kue ka" ucapku memilih untuk tidak memandang wajahnya.
"Kepada siapa kue itu akan diantar?" Tanyanya kembali.
"Ibu Sri ka.." dengan keadaan yang sama aku selalu menunduk saat sedang berbicara dengannya.
"Ouh baiklah hati-hati..saya duluan assalamualaikum" ucapnya.
"Baik ka, jazakallah.."
Pertemuan kedua dengannya selalu diiringi dengan perasaan yang sama, "biasa saja". Apakah tidak ada sedikitpun rasa suka padanya? Ada, namun tak aku lebih-lebihkan. Karena menurutku mencintai seseorang sepertiinya itu butuh keberanian, dan harus dalam keadaan diri dengan versi terbaik. Apalagi berharap pada manusia itu memang tidak baik, dan akan mengkhianati kepercayaan Allah yang diberikan kepada kita.
Kue sudah ku hantarkan ketempat tujuan, aku memilih untuk tidak pulang terlebih dahulu. Karena ada hal yang harus ku lakukan, menulis. Akhir-akhir ini aku suka sekali menulis sajak-sajak dikeheningan suasana perpustakaan tepatnya diperpustakaan daerah dekat tempatku tinggal. Menurutku dengan menulis aku bisa mengutarakan semua isi pikiran dan hatiku, tak hanya menulis aku juga membaca berbagai macam buku mulai dari sejarah Islam, sejarah peperangan Indonesia maupun sejarah dunia.
TBC...
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Aisyah Habibah [End]
General FictionJika ada kesalahan dalam cerita ini, mohon bimbingannya. Saya terima saran dan kritik teman-teman semua ** Hidup adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan kepada hambanya. Hidup adalah sebuah tantangan yang diberikan Tuhan kepada makhluk-nya. "tida...