TA'ARUF

4 1 0
                                    

"Aisyah, kemarilah ada yang ingin bertemu."

Suara itu memecahkan kekosonganku saat sedang menatap langit dijendela kamarku. Gatau kenapa, enak aja mandang langit pagi saat sudah menunaikan duha sambil memegangi buku untuk menulis sajak yang melintasi pikiranku.

Aku lihat dari kejauhan 2 orang pria dan 1 wanita yang bisa disebut dengan kedua orang tua dan 1 anaknya, tengah berada diruang tamu rumahku. Tentunya bersama ibu. Tak asing, saat sosok yang ia kenali membalikan pandangannya kearahku.

Ka TB hafidz? Ada apa beliau kemari?

Dengan sopan aku langkahkan kakiku menuju tamu yang entah apa tujuannya datang. Salim jangan lupa, karena orang yang lebih tua harus dihormati. Tapi tidak dengan Hafidz, dengannya cukup bersalaman jauh saja tanpa pandangan. Tak luput hatiku bertanya-tanya mengapa? Mengapa ka Hafidz datang sama orang tuanya? Biasanya kalo ginikan bakal ada proses melamar? T-tapi aku mencoba untuk menangkis andaian-andaian yang coba menguasai pikiranku, karena berhusnudzon itu harus.

"Silahkan pak langsung dibicarakan saja." Ucap ibuku.

"Terimakasih Bu, eumm Aisyah kedatangan bapak dan ibu serta Hafidz disini untuk bersilaturahmi sekaligus mengantarkan anak kami yang berniat menjalani proses ta'aruf bersam nak Aisyah."

DEGG, rasa yang tidak biasa untuk aku rasakan kini ku rasakan dengan amat dahsyat. Bukankah ini terlalu mendadak? Pikiranku berkecamuk dan mencoba untuk mencerna semua perkataan orang tuanya ka hafidz tadi.

"Aisyah, maaf sebelumnya ini terjadi begitu saja. Saya sudah mengagumi sejak lama, ketekunan dan semangat beribadah yang kamu lakukan telah membuat hati saya luluh. Mungkin memang takdir Allah yang menemukan kita, saya hanya mencoba untuk melakukan yang terbaik untuk menjemput takdir."

Suara halus mendarat ditelingaku, memecahkan pertahanan yang kubuat.

Aku hanya terdiam kaku, masih dalam keadaan mencerna semua perkataan yang mendarat di telingaku.

"Aishh, aish ... Hey!!" Suara ibu memecahkan kekosonganku.

"Astaghfirullah, maaf Bu bisa kita bicara berdua?" Aku mencoba mengajak ibu untuk berdiskusi terlebih dahulu.

"Baiklah, pak, Bu, hafidz saya dan Aish minta waktu dulu ya sebentar?"

"Oia Bu silahkan."

"Ibuuuu ini terlalu mendadak, aku harus gimana???" Ucapku dibarengi muka bingung dan panik tak karuan.

Siapa si yang ga panik tiba-tiba dilamar sama cowok terkenal sekampus dengan profesinya sebagai duta kampus, baik, ganteng, dan yang paling penting dia taat agama.

"Ibu juga tidak tahu, keputusan ada di kamu, kamu yang lebih tahu lebih tentang nak Hafidz ini. Sudah ayoo tidak enak meninggalkan tamu terlalu lama."

"Tapi-"

"Sudah ayo tinggal putusin aja sesuai perasaan kamu."

Ibu menarik tanganku berjalan menuju ruang tamu, ada satu keluarga yang sedang menunggu keputusan diujung sana.

"Bagaimana nak Aisyah? Apakah sudah ada keputusan?"

Setelah sekian menit pikiranku berkecamuk dalam keheningan, aku akhirnya mendapatkan kepastian. Hati tak bisa dibohongi, memang ada rasa untuk satu insan ini. Profilnya juga baik untuk seorang calon suami, jika Allah mendatangkan ia untuk berjalan bersamaku maka aku akan menemaninya.

"Insyaallah Aish siap."

"Alhamdulillah. Wisuda angkatan Hafidz tinggal 2 bulan lagi, jadi nanti setelah wisuda insyaallah kita akan bicarakan tentang pernikahan."

Kesepakatan untuk menjalani masa ta'aruf telah usai.

Brukkk..

Tubuhku daratkan menuju dasar kasur, muka dengan rona merah tidak lagi bisa aku tahan. Senyum-senyum sendiri dikamar menjadi kegiatan seharian yang aku jalani.

TBC..

Aku Aisyah Habibah  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang