K

16 3 0
                                    

Gess kencengin views sama vote nya dong, biar semangat gitu akoh nge up nya! Karena vote dari gess gess sekalian adalah semangat buat aku 😘

Monggo di baca, di resapi pake hati ya..  Sarangekk 💗

🚌

"lo jahat Raf. Lo jahat! Lo nurunin Andin di jalan! Lo gak mikir? Gimana kalo dia luka hah?! Kalo dia di makan zombie gimana?!!" Raya berteriak di dalam mobil, yang lain memejamkan mata.

Mereka tak ingin menatap Raya yang menatap Rafkan penuh Luka, mata itu kembali memerah perih yang di rasakan tak kunjung reda.

"Raya.. " panggil Erisya pelan, ia tak ingin temannya terbawa emosi.

Raya justru menepis tangan Erisya dan menatap tajam pada gadis itu, ia tersenyum sinis.

"lo juga, kenapa gak tahan Andin? Lo pengen dia mati kan? Iyakan? Ini rencana lo kan?! Jawab!" sentak Raya, ia benar-benar di kendalikan emosi.

"lo boleh salahain gue, tapi gue yakin lo tau apa arti lukanya Andin tadi. Dia sendiri yang mutusin buat turun karena dia tau kalo dia tetap di sini dia bakal nyelakian temen-temennya termasuk elo!" tegas Erisya, ia menatap Raya yang kini justru menatap nya sendu.

Tak ada yang membuka suara hingga Rafkan mengalihkan atensi semuanya.

"kita udah sampe di jembatan, kita harus turun di sini karena mobil ini gak bakal sampe ke kota nya. Bahan bakarnya gak bakal cukup." ujar Rafkan, semuanya mengangguk lalu bersiap tepat setelah mobil berhenti mereka yang duduk di mobil kedua mengetuk mobil.

Duk!

Duk!

Srek!

Pintu terbuka, menampilkan sosok Zura yang menatap Raya dengan mata memerah serta bekas air mata yang tercetak jelas di wajahnya.

"Raya.. Andin! Andin pergi Ray!" ucapnya, Raya bergegas turun dan memeluk satu sahabatnya yang tersisa.

"Andin, Ray.. Dia.. Dia gak sama kita lagi. Dia ninggalin kita Ray, Andin jahat!" gadis itu memukuli Raya sebagai pelampiasan, sementara yang di pukuli hanya bisa diam tanpa menolak sedikit pun.

"maaf Zur, maaf.. Gue gak bisa jagain Andin. Maaf sekali lagi maaf, gue cuma punya lo sekarang sahabat gue satu-satunya. Lo harus bertahan sama gue ya? Sampe akhir sesuai yang Andin mau." ujar Raya ia susah payah mengucapkannya karena ia pun sama sesaknya.

Tapi jika ia menangis sekarang ia akan membuat Zura semakin kehilangan tempat bersandar, Raya harus kuar kali ini ia tak akan membuat temannya celaka lagi.

Andin ingin dia bertahan maka akan dia lakukan.

Mereka yang melihat itu menunduk ikut merasa bersalah, sekali lagi mereka kehilangan satu anggota di saat harapan hidup di depan mata kenapa kematian seakan melambaikan tangan agar mereka mendatanginta.

Inikah yang di namakan takdir? Tidak ada yang tahu selain Tuhan.

Angin telah berubah arah kini mentari terik telah bertengger tepat di atas kepala mereka, membuat peluh mau tak mau keluar dari pelipis masing-masing.

Mereka berjalan melewati jembatan yang lumayan panjang, sesekali mereka menganggumi gedung-gedung yang menjulan tinggi dan terlihat dari sini.

Erisya berjalan di trotoar jembatan, ia menatap kagum pada air di bawah jembatan yang jernih seakan kehidupan di bawah sana tak tercemar sama sekali.

Tanpa di duga Rafael justru mengikutinya di belakang, cowo itu bahkan mengikuti gaya Erisya berjalan ketika Erisya hampir terjatuh iapun mengikutinya.

"liat tuh si kapten, bucin dia." lidah julid Rajali seakan tak bisa tertahankan lagi.

Study TourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang