G

25 5 2
                                    

Allo gess, selamat weekend. Tangan ku gatel pengen nge up terus 😊 jadi monggo di baca, di resapi dan di cermati tapi jangan di masukin ke hati 😌

Karena yang di hati bisa pergi 😃aseekkk, dahlah penutupan aja Sarangekk 💗

🚌

"lo gak salah, Sa. Erisya pantes dapet tamparan itu karena sebelum dia mulai pikir kotor buat ngorbanin kita dia harus tau kalo kita bakal Ngelawan. " Raika berucap, ia mendudukan dirinya tepat di samping Sasa.

Sasa, gadis itu menoleh ia tersenyum miring dan menatap lurus kedepan tangannya mengepal, tatapan nya menajam.

"gue gak pernah nyesel pernah nampar dia, cewe sok pahlawan bikin gue muak. Gue bakal bikin dia ngerasain apa yang gue rasain." Sasa berucap pelan sementara Raika mengangguk setuju di sebelahnya.

"kita harus kerja sama buat nyingkirin dia, iyakan?" Raika menatapa Sasa meminta jawaban.

"jangan bilang lo juga mau dia pergi?" Sasa justru bertanya.

"kalo iya? Gue gak mau dia deket-deket sama Rafael, gue gak suka!" jawab Raika jujur.

Sasa tersenyum dan mengangguk ia mengiyakan apa yang di ucapkan Raika jujur saja ia juga tidak suka melihat Erisya terlalu dekat dengan Rafael, mungkin ia cemburu? Entahlah.

Di lain sisi tepatnya di bagian tengah bangunan itu hanya terhalang papan sekat yang membatasi posisi dirinta dengan Sasa dan Raika tadi, Erisya duduk sembari memainkan jaket yang ia gunakan.

Jaket itu di taruh di atas pahanya sebagai selimut, ia dapat dari Rafael yang memberikannya saat ini cowo itu sedang tidur dengan posisi duduk memeluk lutut Erisya tersenyum melihatnya.

"nih chiki, mau gak?" Fatir datang dengan chiki di tangannya, ia menawarkan makanan ringan itu pada Erisya.

Awalnya Erisya menggeleng tapi akhirnya tetap ia terima karena Fatir mulai mengajaknya ngobrol.
"pipi lo masih sakit?" Fatir membuka suara, ia tak dapat melihat jelas wajah Erisya karena pencahayaan di tempat ni yang hanya menggunakan senter ponsel milik Mae dan Rendo yang menjadi korban.

"enggak kok, dari awal juga gak sakit. kenapa?" Erisya menghadapkan dirinya pada Fatir.

"gue takut lo kepikiran omongan Sasa tadi siang, gak usah di pikirin ya? Lo.. Gak sepenuhnya salah atau mungkin gak salah sama sekali di sini." Fatir berucap nada bicaranya terdengar serius dan dewasa jauh di banding saat ia bersama teman-temannya.

Erisya tersenyum hangat. "gue tau kok, lagian.. Sasa juga gak salah. Kalo gue jadi dia gue mungkin lebih marah dari itu, jadi gue pikir itu reaksi wajar dari dia."

Terdengar Fatir menarik nafas, ia mengulurkan tangannya untuk menepuk puncak kepala Erisya.

"lo udah lakuin yang terbaik buat kita, tapi gak ada yang bilang makasih sama lo. Makasih Er." Fatir berucap  membuat Erisya terdiam ia merasa aneh dengan teman cowonya ini, mereka tak terlalu dekat tapi kenapa hari ini Fatir sangat baik.

"tir, lo gak bakal pergi kan? Kelakuan lo kayak orang mau mati tau gak?" tuduh Erisya.

"enggak kok, gue gak bakal mati secepat itu gue kan punya sepuluh nyawa." oke, Erisya menyesal berbicara seperti itu buktinya sekarang manusia ini kembali ke sifat aslinya.

"Er, kalo suatu hari nanti entah kapan, lo di suruh berkorban dan lo setuju apa alasan lo?" tanya Fatir tiba-tiba.

Erisya terlihat berpikir. "alasan gue ya, kalian. Gue rela berkorban asal kalian selamat, gue bahagia. Sekalipun gue harus mati. Kenapa nanya kayak gitu?"

Study TourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang