Matahari telah menampakkan dirinya, membuat mata Sava perlahan terbuka. Dengan langkah gontai Sava berlalu ke kamar mandi, mengingat kejadian semalam membuat dirinya menjadi tidak mood untuk bersekolah, namun mau bagaimana lagi, ini kewajiban bukan?
Setalah mandi dan selesai bersiap Sava langsung turun ke bawah, dan dapat di lihat jika orangtuanya juga sudah bersiap siap untuk bekerja.
"Pagi," sapa Sava, sambil menghulurkan tangannya.
"Lah? Nggak sarapan dulu?" Tanya Sarah - mama Sava.
"Nggak deh ma, mau langsung berangkat aja." Ujar Sava, "Pa gimana?"
"Seharusnya si kemarin datang, tapi ada keterlambatan. Mungkin sore ini tenang aja la," jawab tuan Bakrie - papa Sava.
Sava menghela nafas lemah, kemarin ia sempat meminta motor kepada sang papa dan tentunya mereka sempat melewati berbagai perdebatan, dan Maira juga baru mengetahui bahwa Sava yang sebenarnya tidak bisa menggunakan motor, dan selalu mengandalkan supir. Eits, tapi bukan Maira namanya jika tidak bisa memikat hati orang lain untuk mempercayai dirinya.
"Diantar dulu sama pak Mugi. Atau mau sekalian berangkat sama papa aja?"
"Nggak deh, sama pak Mugi aja. Sava berangkat duluan ya, daaa assalamualaikum." Ucap Sava lalu menyalami kedua tangan orang tuanya.
"Waalaikumussalam."
****
Sava sudah berada di sekolah, bahkan dirinya pun sudah berada di kelas saat ini.
Bel masuk sudah berbunyi, tetapi guru yang akan mengajar juga belum menunjukkan batang hidungnya daritadi.
"WOI! ADA KABAR DARI SALAH SATU ANGGOTA OSIS, GURU ADA RAPAT SAMPAI JAM PELAJARAN KEDUA, KITA FREECLASS. INGAT! JANGAN ADA YANG KELUAR KELAS SELAIN ADA KEPERLUAN!" Seru Reza si ketua kelas yang sudah berdiri riang di depan papa tulis. "ALDO, DIMAS, LO SEKSI KEAMANAN KELAS TANGGUNG JAWAB!"
Aldo dan Dimas yang mendengar kan arahan sang ketua hanya acuh.
"Akhirnya yang gue tunggu tunggu, asekk doa anak Sholeh di ijabah juga" Zikri langsung mengeluarkan hp berkamera empat tersebut, "Mabar kuyy" ajak Zikri.
"Kuyy!" Julian dan Dion pun ikut mengeluarkan handphone mereka.
Akibat diadakannya rapat mendadak dan membuat siswa siswa menjadi freeclass, suasana kelas yang seharusnya sunyi menjadi ramai seperti pasar ikan, ada yang mengadakan konser dadakan, main game online, berselfie ria, ghibah, bahkan dari mereka juga tak segan untuk keluar kelas mencari batu batu sebagai bahan permainan.
Sava yang sudah merasa cukup bosan hanya melipatkan kedua tangannya di atas meja dan menenggelamkan kepalanya, hah lebih baik tidur bukan?
****
Bel istirahat telah berbunyi membuat Maya membangun kan Sava dan mengajak nya untuk kekantin.
"Makan apa lo? Mumpung gue baik, sekalian gue pesenin."
"Ada nya apa?" Tanya Sava.
Kedua mata Maya berorasi dengan malas. "Lo punya mata, ya liat sendiri aja lah," ucap Maya.
"Samain aja deh."
Setelah Sava mengucapkan kalimat tersebut, Maya pun melenggang pergi ke salah satu stand makanan untuk memesan apa yang ingin mereka makan.
Suasana kantin yang tadinya terasa hening, tak lama berubah menjadi berisik. Sava yang merasakan perubahan suasana kantin tersebut segera mengedarkan pandangan mencari tahu apa yang sedang diributkan.
Kedua netra nya terhenti, tepatnya kearah 6 lelaki dan 3 perempuan yang sedang duduk di pojok kantin, tak jauh dari tempat duduk Sava dan juga Maya.
Dahi Sava berkejut jelas saat teringat aka sesuatu.
Loh, itu cowo yang di uks kan? Tungg, siapa namanya? Gue lupa.
Aahh, devin iya devin. Nah yang cewek itu si Rachel yang ngejambak gue kemaren, wahh merasa paling cantik dah tu, tapi nggak juga si, tampang tampang kek monyet gitu mana sanggup bersaing sama gue.Penilaian Sava terhadap perempuan tersebut tidaklah salah, memang tampang Rachel itu, polos, lugu, baik hati dan tidak sombong. Tapi jika di kenal lebih dalam Rachel itu seperti duri di bunga mawar.
Sava yang terlalu asik dengan lamunan nya sehingga tak sadar bahwa dirinya terus menatap ke arah Devin dkk tanpa melepas pandangannya.
Secara tak sengaja pula, kedua netra manusia berbeda jenis kelamin tersebut bertemu, Devin menatap Sava seperti tak ingin melepaskan pandangannya, seolah olah dirinya tengah terkagum-kagum dengan mahakarya tuhan yang sedang ditatapnya saat ini.
Wajah putih cantik tanpa polesan make-up, pipi tirus, bibir tipis, serta rambut yang bergelombang menggambarkan jati diri wanita yang sedari tadi terus ia tatap.
"Makanan lo nih," ucap Maya yang menyodorkan dua mangkuk bakso dan diikuti oleh seorang siswi yang membantu Maya membawa dua gelas es teh manis.
"Terimakasih adek manis," ucap Sava kepada siswi tersebut, dan siswi itu membalas dengan senyuman serta mengucapkan kalimat 'sama-sama'.
"Nih ambil buat jajan," ujar Maya sambil menyodorkan selembar uang berwarna biru kepada siswi tersebut.
"Eh, nggak usah kak nggak papa," siswi itu hendak menolak dengan mendorong kembali uang yang disodorkan oleh Maya, tetapi ia kalah cepat saat Maya sudah terlebih dulu memasukkan uang tersebut kedalam genggaman siswi itu.
"Ambil, jangan ditolak rezeki anak sholehah ini."
"Makasih kak," Maya menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Tak lupa juga siswi tersebut tersenyum kembali kepada Sava, dan dibalas senyuman kembali oleh Sava.
"Makan sav, keburu bel."
****
Bel masuk sudah berbunyi membuat para siswa maupun siswi berbondong bondong masuk ke dalam kelas, namun berbeda hal nya dengan Sava, bukannya masuk kedalam kelas ia malah melipir ke toilet.
Serasa aktivitas nya yang sedaru tadi sibuk mengeluarkan air yang terkandung di dalam kandung kemih sudah selesai, Sava pun keluar dari salah satu bilik toilet.
Saat Sava akan berjalan ke arah wastafel, ia melihat Rachel sudah nangkring dengan manis di sana.
"Hai Sav," sapa Rachel dengan wajah lugu nya, Rachel sangat pandai memilih situasi dan sekarang hanya mereka berdua yang ada di dalam toilet.
"Oi."
"Kok dua hari ini lo jadi kalem?" tanya Rachel dengan wajah datar.
Sava menaikkan sebelah alisnya, "Terus? Lo mau gue ngereog, habis itu nyekik lo sampai mampus?"
"Heh, kalo itu bisa buat citra lo semakin buruk gue ikhlas."
Mendengar itu Sava merotasi kan kedua mata nya dengan malas.
"Tadi gue ke kantin bareng Devin sama yang lain loh."
"Bodoamat."
Kedua mata Rachel membola, biasa nya Sava akan marah dan akan melabrak diri nya, kenapa sekarang berbeda?
Selesai Sava mencuci tangan dan membasuh muka, Sava berbalik arah menghadap Rachel.
"Lagi pula ye wak, gue tuh nggak peduli lo mau deket kek mau pacaran kek mau cipokan kek sama tuh dugong, gue nggak dulii. Serah lo dah serah," ucap Sava dengan rasa malas. Ia tau bahwa Rachel ini sedang memancing emosi nya, "Kalo dulu nya gue sering gangguin lo, sering jahatin lo. Tenang, karena mulai sekarang gue nggak akan ganggu lo lagi, dan gue harap lo juga jangan ganggu gue lagi."
Serasa pembicaraan ini sudah cukup sampai disini, Sava pergi meninggalkan toilet dan tidak peduli dengan gadis yang ia tinggalkan sendirian disana.
Tapi Sava juga berpikir, kenapa perempuan itu sangat membenci diri nya? Dan kenapa Rachel seolah olah sedang berusaha memancing emosi nya? Sebenarnya apa hubungan antara diri nya, Rachel dan juga Devin? Sava harus segera mencari tahu tentang hal ini.
Melihat kepergian Sava membuat Rachel menjadi naik pitam, lo berubah buat cari perhatian dari Devi kan? Heh, nggak akan gue biarin itu terjadi, karena Devin cuma punya gue, dan lo akan tetap menjadi sampah Sava! - batin Rachel.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALSAVA
FantasyDi baca aja dulu, siapa tau tertarik. ⚠️⚠️Typo berserakan, dan penggunaan kata masih belum sempurna ⚠️⚠️ Perhatian Sedang dibutuhkan vote, kritik dan saran dari para pembaca terimakasih 🙏 Pict? @Pinterest