Part 6

564 41 1
                                    

Sava sudah berada kediaman orangtua nya, kamar yang sejuk dan di dominasi warna biru soft membuat siapa saja akan merasa nyaman saat berada didalamnya.

"Huft!" hembusan nafas lelah keluar dari hidung Sava.

"Bangsul,"

"Bangsul,"

"Bangsul,"

"Bangsul,"

"Bab_ aishh, cewek cantik nggak boleh ngomong kasar."

Sava mendengus kesal, ia masih tak habis pikir mengapa bisa dirinya berpindah raga seperti ini? Dan lebih tragisnya, ia dikenal sebagai pembully dan tak punya teman. Sebelumnya ia masih memiliki dua sahabat, Nada dan Fitri. Tapi apa boleh buat, Nada dan Fitri pun juga ikut menjauhi dirinya pasca kejadian jatuhnya Rachel.

"Gue mau pulang aja!" teriak sava dengan frustasi, perlu Sava akui bahwa dirinya membenci semua ini. "Lo kemana si Sava? Gue mau keluar dari sini, plis balik ke badan lo sekarang."

Untung saja saat ini kedua orang tua Sava sedang tidak ada dirumah dan kembarannya pun juga masih belum pulang.

Jadi wajar saja, mau Sava mencak mencak dan berteriak pun tidak akan ada yang mendengarnya.

"Oke tenang, sekarang pikir pelan pelan gimana cara nya biar gue bisa keluar dari sini." Sava terus mondar mandir seperti setrikaan mencari jawaban, namun nihil bukan jawaban yang dirinya dapatkan melainkan kepalanya yang kembali merasa pening. "IHH NGGAK BISAAA! OTAK GUE BUUNTUU!"

"Ribut!!"

Sava terdiam, ia mencari sumber suara kesegala arah. "Gue kan sendiri dirumah, terus itu suara siapa dong?" Sava membuka pintu kamar guna memastikan, dan benar saja dirinya memang betul betul sendirian sekarang. Pak Mugi? Pastinya standby di pos satpam bukan? "Kok gue merinding ya?"

"Siapa lo? Keluar! Jangan berani nya dari belakang doang lo!" ucap Sava, sejujurnya ia takut namun tetap harus berani.

Memang semenjak diri nya berpindah raga dan sadar dari koma, ia menjadi lebih sensitif terhadap sesuatu yang tak kasat mata. Bukan dirinya tak menyadari, tetapi lebih bersikap bodo amat takut takut saja ada hal yang tak diinginkan terjadi.

"Saya," suara lembut itu mengalun melewati indra pendengaran Sava. Tubuh Sava semakin bergetar hebat, "Udah deh Jangan main main, mending liatin wujud lo sekarang."

"Berani?" Tanya sosok tersebut yang mulai menampakkan dirinya.

Kedua mata Sava melebar. "HANTU!!!" teriak Sava sambil bersembunyi di balik ranjang. "i-itu hantu kan? Jangan bilang itu hantu."

Sosok tersebut merotasi kan kedua matanya dengan malas. "Udah deh, nggak usah lebay," ucapnya

Dengan jiwa yang cukup berani Sava mulai keluar dari persembunyiannya dan menatap sosok tersebut. Sebenarnya Sava mempunyai rasa takut yang cukup tinggi, namun mau bagaimana lagi? Dirinya sudah terlanjur ketahuan dapat melihat sosok tersebut.

Sava berkacak pinggang seolah ingin menantang, ia membuktikan bahwa dirinya tak takut pada sosok tersebut, bahkan angin ribut halilintar pun akan ia lalui. "Ngapain lo? Kalau mau numpang minimal jangan ngagetin tuan rumah dong," seru Sava.

"Hiwww, eh sebelum you ada disini juga, i udah lebih duluan ada disini ya cin."

"E-eleh, gaya lu pake you i you i segala, sok kebule-an lo." Ya walaupun sosok tersebut memang terlihat seperti bule pada umumnya, bagaimana tidak? Kulit putih, hidung mancung, rambut bergelombang nan pirang tersebut yang menggambarkan wanita transparan yang berada di depan Sava saat ini.

ALSAVATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang