(9) Baikan

1.6K 209 12
                                    

"Mark turunkan aku. Kenapa kita tidak ke kamar saja?" Haechan layangkan protes, dia malu karena sedari tadi dia menjadi tontonan orang-orang karena kini dia masih digendong oleh Mark di belakang, punggung.

"Tidak apa-apa, aku yakin kau masih terkejut dengan kejadian barusan."

Mark tidak membawanya ke kamar, dia mengajak Haechan untuk berjalan-jalan menikmati malam terakhir di tempat wisata. Katanya, di setiap jalan dia selalu mengedarkan pandang seperti mencari seseorang. Ekor matanya melihat satu sosok yang tersenyum ke arah Mark dan dirinya.

Sosok bocah laki-laki dengan tangan melambai ke arah Mark yang tentunya langkah itu semakin didekatkan. Tautan tangan yang mengalung pada leher Mark dieratkan, saat laki-laki beralis camar itu berjalan cepat dan membenarkan posisi Haechan di belakang.

"Hai lil bro." sapanya pada sang bocah laki-laki yang disambut antusias oleh sang bocah.

"Dia?" tunujknya pada Haechan yang ditunjuk hanya kebingungan, "cantik. Jadi bagaimana kak?"

"Aduh kakak minta maaf," Mark melirik ke arah Haechan, merasakan deru nafas Haechan di tengkuknya, "bunga yang tadi jatuh. Bisakah kau memberikanku lagi? Aku menyesal, tapi aku tidak sengaja."

"Tidak apa-apa kak!" sang bocah laki-laki bergegas bergerak ke depan jualannya, mengambil tiga tangkai bunga hyacinth dan dibungkusnya diserahkan pada Mark.

"Haechan bisa tolong pgangkan? Tanganku sedang sibuk."

"Makanya turunkan aku."

"Tidak, ambilah. Bawa sebentar saja."

Mau tidak mau Haechan mengambil bunga yang dibeli oleh Mark, tersenyum kepada sang bocah kecil yang tentunya mendapatkan balasan. Semerbak harum bunga itu sangat menenangkan, sedikit terasa basah kena angin malam.

"Berapa tiga tangkai?"

Sang bocah laki-laki menggeleng, "tidak usah kak. Yang tadi saja tanpa kembalian, itu sudah aku hitung kak. Jadi tidak apa-apa, bawa saja."

"Yang benar?"

sang bocah laki-laki mengangguk, "kulihat kakak cantik menyukainya. Aku ikut senang."

Haechan yang dikatakan cantik pipinya menimbulkan rona merah. Padahal itu ucapan seorang bocah laki-laki, tapi bisa membuatnya malu. Dalam artian yang baik, kata orang perkataan anak kecil itu tidak pernah bohong.

"Kalau begitu terimakasih, kami ingin jalan-jalan dulu."

"Iya kak, selamat menikmati waktmu dan kakak cantik." sang bocah laki-laki melambaikan tangan kembali.

Langkah itu kembali dibawa entah kemana, yang Haechan tahu hanya menurutinya. Toh dia tidak diizinkan turun dari panggung itu.

"Sebenernya kita mau kemana? Bukankah kita lebih baik pergi beristirahat saja? Ini sudah malam, aku yakin yang lain juga sudah tertidur pulas untuk menyimpan tenaga. Kita berangkat besok sangat pagi-pagi sekali." Haechan menepuk pundak Mark pelan, dan perutnya kini kembali sedikit nyeri. Tapi Haechan tahan karena Mark yang sudah membantunya dia temani saja laki-laki alis camar itu untuk jalan-jalan.

"Sebentar saja, kalau kau lelah besok akan aku gendong sampai ke dalam bus."

Dalam remang cahaya tepi pantai Haechan kembali bersemu, "bukan itu maksudku."

"Kalau begitu sebentar saja, aku akan mengajakmu duduk di tepi pantai. Ada yang perlu aku bicarakan, aku serius. Tidak akan lebih dari satu jam. Aku janji."

Pada akhirnya Haechan hanya diam, menuruti Mark dengan kaki yang di bawa ke atas pasir untuk duduk di tepi pantai. Dalam genggaman tangkai bunga yang mengerat, Haechan akan dengarkan kali ini apa yang akan diucapkan oleh Mark.

Ditemani deburan ombak, Haechan dan Mark kini sedang menikmati malam. Ditemani lampu pijar yang digantung berjejer di atas tiang di tepi pembatas antar jalan dan juga pantai. Keduanya masih terdiam, menikmati dingin angin yang membuat betah.

"Terimakasih." Haechan yang membuka suara terlebih dahulu, "terimakasih untuk yang tadi. Aku tidak tahu jika Pak Song tiba-tiba saja masuk ke dalam kamar dan melakukan hal yang seperti itu. Aku bisa saja menendang dan menghajarnya, hanya saja. Aku takut, aku bukan siapa-siapa. Sedangkan pak Song? Aku yakin dia banyak koneksi yang dapat membantunya." Haechan menusuk-nusuk pasir dengan telunjuknya, memainkannya dengan asal.

"Tidak masalah, aku juga. Sebenarnya ingin meminta maaf. Aku tidak seharusnya menghakimi dirimu, aku belum mendengar penjelasan dari sudut pandangmu. Setelah melihat kejadian tadi, aku menyesal telah membela Tania. Dari yang kulihat, dia membantu pak Song untuk menjebakmu." Mark tatap langit malam, hanya ada segelintir bintang di sana.

"Hm. Lalu untuk apa kau datang ke tempat itu, untuk menemui Tania?"

Mark menggeleng, "tidak. Aku tidak pernah janjian dengannya, aku." ada jeda pada kalimat yang akan dilontarkan oleh Mark, "mencarimu. Untuk meminta maaf."

Tubuh Haechan kini sedikit tenang, mendengar ucapan maaf yang terlontar tulus dari bibir Mark. Ia juga harusnya meminta maaf, selama ini dia salah menilai Mark sejak awal masuk kuliah, harusnya dia tidak membenci Mark hanya karena nilainya kalah dari laki-laki itu.

"Jadi? Bunga ini untuk siapa?" Haechan menunjuk pada bunga yang ditaruhnya antara dia dan Mark.

"Itu, itu memang bunga yang sengaja aku beli untukmu sebagai permintaan maaf. Kata lil bro, bunga itu lambang rasa menyesal dan permintaan maaf."

Haechan terdiam, sampai seperti itu ternyata usaha yang dilakukan Mark untuk meminta maaf padanya. Haechan semakin merasa tidak enak.

"Jadi?" hanya itu yang bisa Haechan tanyakan, dia ingin melihat respon apa yang selanjutnya Mark.

"Baikan? Berteman?" Mark bertanya, memalingkan wajah ke arah Haechan yang balik menatapnya.

Diantara cahaya remang yang menerangi dari lampu pijar yang menyala. Keduanya diam untuk sesaat, Haechan tersenyum mengangkat tangan dan ditunjuknya jari kelingking.

"Teman?"

"Teman." balas Mark menakutkan kelingkingnya dan Haechan.

Keduanya tertawa ringan, tapi dalam sekejap keduanya kembali diam. Mark menyelami bagaimana wajah itu disinari, dalam gulungan ombak yang terdengar di bawah langit malam sejuk tertepis hangat.

"Boleh?"

"Untuk?"

Mark mendekatkan wajah, tidak ditolak oleh Haechan yang hanya diam menunggu tindakan Mark. Dalam keheningan diantara keduanya, Mark mengecup bibir itu pelan, menempel beberapa detik sebelum dipisahkan kembali.

"Ada teman berciuman?" Haechan bertanya malas, walau dia akui dia senang.

Mark terkekeh, "lebih baik kita kembali. Aku gendong?"

"Aku bisa jalan." Haechan berdiri pelan, dan perutnya kembali terasa nyeri.

"See, jangan dipaksa. Akan aku gendong sampai kamar. Jangan ditolak Haechan."

to be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

to be continued......🏀⚽

dwaekki🐻

[PRSNT 2K] - Support RoleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang