11. Club Malam

298 14 4
                                    

Beverley berdiri diam di depan sebuah club malam besar yang terlihat mewah dan berkelas. Gedung yang terdiri dari lima lantai itu terlihat cukup tertutup. Cat temboknya didominasi dengan warna hitam dan kuning keemasan.

Lampu-lampu kuning keemasan menghiasi bagian depannya. Tulisan “The Paradisus” di bagian atas depannya terlihat sangat elegan. Orang akan tahu itu adalah club malam untuk orang-orang kalangan atas hanya dengan sekali lihat.

Dia menatap ke atas dengan datar. Bukankah Brent ingin mengajaknya bertemu dengan musuhnya? Kenapa dia membawanya ke club malam?

“Cepatlah!”

Brent yang sudah berjalan mendahuluinya berbalik menatapnya. Kepalanya miring sedikit, keningnya berkerut dalam. Tiba-tiba pria itu melangkah mendekat.

“Brent, apa kau serius?”

Beverley melangkah mundur satu kali, lalu merapikan dressnya beberapa kali. Ya, dress! Sebelum pergi ke club malam ini, Brent memaksanya untuk mengubah penampilannya. Dia tidak bisa menolak keinginan pria itu.

Dress maroon yang dia pakai memang panjang hingga ke mata kaki. Namun, potongan V di dadanya sangat rendah dan belahan di samping kiri pahanya tidak bisa ditoleransi. Tali dressnya juga cukup kecil. Dia merasa tidak aman dengan jenis pakaian itu.

“Apa yang kau pikirkan? Siapa yang akan peduli padamu?” Brent bertanya dengan nada mengejek. “Selama kau tidak menggoda siapa pun, mereka tidak akan menggodamu.”

Beverley mendengkus dengan kesal. Apakah Brent sedang menyebutnya jelek dan tidak menarik? Kalau begitu kenapa dulu dia sempat tergoda padanya?

Tiba-tiba Brent menarik pinggangnya dan membawanya masuk ke dalam club. Aroma maskulin pria itu langsung memasuki hidungnya. Pria itu juga sudah mengubah penampilannya dengan setelan jas baru dan itu membuatnya terlihat lebih menawan.

Bagian dalam club itu tidak seperti yang Beverley bayangkan. Di sana ada dua koridor yang mengarah ke kanan dan kiri yang akan mengantarkan pengunjung ke tempat yang berbeda. Ada meja resepsionis di bagian depan yang juga terlihat elegan dan mewah.

Brent membawa Beverley menuju meja resepsionis. Dia langsung menyerahkan sebuah kertas pada resepsionis wanita di sana. Beberapa saat kemudian, wanita itu tersenyum.

“Mr. Porter berada di lantai 3 kamar 214, Sir.”

Brent langsung mengerti. Dia memeluk pinggang Beverley dan membawanya menuju koridor sebelah kiri resepsionis. Sikapnya terlihat begitu alami, seolah dia benar-benar menghargai wanita itu.

Beverley hanya bisa diam dengan perasaan murung. Namun, dia tidak bisa berhenti penasaran ketika melihat lebih banyak orang pergi ke koridor kanan. Dia tidak tahu apa perbedaan dua koridor itu.

“Kenapa kau mengambil koridor kiri?” Dia tidak tahan untuk bertanya.

“Koridor kanan adalah tempat diskotik. Apa kau ingin datang ke sana?” Brent meliriknya sekilas.

“Oh.” Beverley tidak mengatakan apa pun lagi. Akhirnya dia tahu Brent tidak akan membawanya ke ruang diskotik. Setidaknya ini lebih baik daripada yang dia pikirkan. Namun, dia masih belum lega selama masih berada di dalam bangunan ini.

Pencahayaan koridor itu redup dan remang-remang. Beberapa kali mereka berpapasan dengan para pengunjung lain yang berpenampilan layaknya orang-orang kaya. Tidak ada satu pun wajah-wajah yang Beverley kenal.

Beberapa saat kemudian, akhirnya mereka sampai di dalam lift. Brent menekan nomor lantai tanpa melepaskan pelukannya di pinggang Beverley. Dia merasa pinggang wanita itu sangat pas dan nyaman di tangannya.

Beverley segera mendorongnya menjauh. “Kau hanya perlu berpura-pura di depan orang lain,” katanya dengan tidak senang. “Jika pacarmu tahu aku pergi bersamamu ke sini, bukankah dia akan sangat marah padaku?”

Yeah, aku tidak punya pilihan lain.” Pria itu berkata dengan santai.

“Jika dia melakukan sesuatu yang buruk padaku, aku akan menuntut tanggung jawab darimu,” ucapnya dengan sinis.

Brent menatapnya tanpa ekspresi. Dia tidak mengatakan apa pun sampai pintu lift terbuka. Dia kembali memeluk pinggang Beverley tanpa peduli pada ekspresi jelek yang ditunjukkan wanita itu.

Mereka kembali berjalan berdampingan. Lantai tiga ini dipenuhi dengan pintu-pintu yang tertutup rapat. Aroma tempat itu menjadi lebih sensual meskipun tidak ada banyak orang yang terlihat.

“Tempat apa ini, Brent? Kau tidak akan menjualku, kan?” Beverley melihat ke kanan kiri dengan perasaan waspada. Dia memegang tas clutch di dadanya untuk melindungi belahan dadanya yang terbuka.

“Apa kau pikir aku akan memiliki bisnis gelap seperti itu?” Brent bertanya dengan datar.

Yah, siapa yang tahu.”

Brent mendengkus. Setelah itu dia segera menarik Beverley menuju salah satu pintu yang tertutup. Di atas pintu itu terdapat papan nomor 214. Itu adalah tempat di mana Mr. Porter berada.

Beverley menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu siapa saja dan orang seperti apa yang akan dia temui. Karena orang itu kemungkinan adalah musuh Brent, dia juga harus berhati-hati.

Pintu itu langsung dibuka oleh Brent. Itu tidak dikunci. Pria itu segera menariknya masuk. Seketika suara bising suara musik langsung terdengar. Bau alcohol, asap rokok, dan parfum yang menyengat langsung masuk ke hidungnya.

Ada dua orang wanita cantik dan satu orang pria di sana. Pria itu terlihat seumuran dengan Brent. Rambut cokelatnya sedikit keriting. Dia cukup tampan dengan hidungnya yang mancung. Namun, seringaian yang muncul di bibirnya ketika mereka baru masuk tidak terlihat begitu menyenangkan.

Pria bernama David Porter itu duduk di sofa cokelat yang minimalis. Salah satu wanita yang ada di sana menuangkan akohol untuknya. Sementara wanita yang lain memijat punggungnya dengan genit. Keduanya terlihat sangat seksi dengan pakaian serba terbuka dan riasan wajah yang tebal.

“Hahaha! Brent Oliver, akhirnya kau sampai di sini,” ucap David Porter sambil tertawa. Dia mengangkat gelasnya yang berisi red wine dan menunjukkannya pada Brent. “Kau harus bergabung dengan kesenanganku.”

Brent mendengkus. Ekspresinya tetap datar saat dia menggandeng tangan Beverley. Dia duduk di seberang David, lalu berkata dengan tenang, “Sudah cukup lama aku tidak bertemu denganmu.”

David tertawa lalu menggeleng. “Belum cukup lama, Brent. Hanya satu bulan yang lalu,” ucapnya sambil memerhatikan Beverley yang masih berdiri. Tatapannya naik turun dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Dia terlihat seperti elang yang sedang menatap mangsanya.

Seringaian kotor tiba-tiba muncul di bibirnya. “Siapa wanita cantik yang kau bawa ini?” tanyanya tanpa melepaskan tatapannya dari wanita bergaun maroon itu.

Beverley merasa tidak nyaman ditatap dengan cara seperti itu. Dia mempertahankan clutch bag-nya tetap di dada. Tiba-tiba Brent menarik pinggangnya dengan kuat hingga dia jatuh ke pangkuannya. Kedua matanya langsung melebar.

“Brent ….”

“Dia adalah wanita yang sudah resmi menjadi istriku,” ucap Brent sambil menatap Beverley dengan dalam. “Sayang sekali kau tidak datang di upacara pernikahan kami.”

Mulut Beverley terbuka lebar ketika mendengar itu. Dia ingin mengatakan sesuatu tapi tiba-tiba Brent mengecup pipinya dengan lembut. Kata-katanya hanya berakhir tersangkut ditenggorokan.

“Jadilah baik. Kita adalah sepasang suami istri yang saling mencintai,” bisik Brent sambil mengendus tengkuknya. Bulu kuduk Beverley seketika langsung berdiri.

*
*
*

Hola gaees!
Jangan lupa follow akun Wattpad-ku yak.
Boleh main juga ke akun facebook-ku Julia Rain buat cuap-cuap 💋💋

Married to the Scandalous Billionaire (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang