- bagaimana rasanya di abaikan? -
Helm yang Haerin berikan sedaritadi belum juga diambil oleh pemiliknya. Ia kembali mengulurkan helm itu kepada Minji.
"Ambil, Ji."
Haerin ingin cepat pergi dari hadapan Minji. Kenapa air matanya ingin sekali keluar, lebay?
Haerin tidak ingin dianggap lagi sebagai pengganggu oleh Minji.
Haerin tidak boleh terlihat menyedihkan.
Haerin tidak boleh terlihat lemah dan lebay."Minji, ambil." Lirih Haerin sambil menunduk.
"Naik Haerin!"
Haerin menggeleng.
Minji masih duduk diatas motornya dan masih berharap kalau Haerin akan menaiki motornya lagi. Haerin tiba-tiba menatap Minji.Bugh.
Helm yang di pegang Haerin, ia paksa untuk dipegang Minji. Setelah itu Haerin segera berlari menjauhi Minji.
"HAERIN!!"
Minji turun dari motornya dan menyusul Haerin.
Haerin tidak boleh sendiri.
Haerin tidak boleh lari darinya.
Haerin harus bersamanya."Haerin!"
Grbbh.
Minji berhasil menggapai tangan Haerin. "Jangan larii."
"Hiks.." Terdengar isakan tangis.
"Kenapa harus nangis?" Tanya Minji lembut.
Haerin menggeleng.
"Lo nggak bahagia?"
"Hiks.. jangan sok tau, Minji..."
"Jangan nangis, Haerin. Gue nggak mau orang lain nyangka nya gue udah jahatin lo."
Haerin menatap Minji. "Memang jahat." Lirih Haerin.
Minji menatap tepat dimata Haerin yang berkaca. Haerin yang biasanya ceria dan terlihat bahagia, juga bisa sedih dan Minji tidak suka melihat itu.
"Kenapa nangis?" Minji bertanya lagi.
Haerin melepas paksa genggaman Minji. "Nggak seharusnya ak-- gue cerita ini semua sama lo, Ji. Gue ngerasa aneh dan seakan sulit buat terima kenyataan ini, ayah mau nikah dan itu sama ibunya Hanni. Dunia itu memang sempit yaa? Hiks.. gue juga nggak mau saingan sama Hanni, Ji! Gue mau mundur aja! Lagian semua udah jelas, lo lebih suka Hanni."
Minji mengepalkan tangannya, ucapan Haerin tadi benar-benar diluar dugaan Minji. Haerin benar akan berhenti? Kenapa Minji tidak terima?
Memang benar selama ini dirinya tidak pernah membalas dan menanggapi semua usaha Haerin."Jangan gitu, Haerin!" Bentak Minji spontan.
Haerin memundurkan tubuhnya kebelakang.
Minji tentu melihat reaksi Haerin. "Maaf, gue nggak suka lo ngomong gitu, Rin. Maaf."
"Hikss.."
"Gue nggak terima, lo-- Arghh! Jangan berhenti Haerin."
"Minji!? Jangan labil! Lo aneh! Hiks.. Jangan buat gue berharap lagii.."
Minji menggelengkan kepalanya. Menyadari kalau malam ini dirinya benar-benar bukan seperti dirinya yang biasa.
"..."
"Lo nggak mau gue ganggu lagi kan? Artinya gue juga bakal berhenti aja!"
"Jangan nangis! Lo jangan ber-- henti..." Ucapnya seketika berubah pelan.
"Gue capek! Minji." Haerin menyeka air matanya.
"Boleh?" Minji sudah berniat untuk menyeka air mata itu namun Haerin tetap diam.
KAMU SEDANG MEMBACA
say yes to me √
Teen Fictionselesai - *vote & komen jangan lupa "Kalo aku udah nggak ganggu kamu, nanti kamu kesepian." "Itu lebih baik." "Tapi nanti aku juga gak ada kerjaan kalo udah nggak ganggu kamu." "Bukan urusan gue."