Setelah mendengar kabar Lisa yang dicambuk oleh ayahnya Jisoo dan Jennie segera meneju mansion dengan segera. Padahal Jisoo dan Jennie sama-sama tengah berada di sebuah acara yang mana sangat penting bagi mereka berdua.
Jisoo berada di sebuah acara workshop tentang perbisnisan yang mengangkat tema sukses usia dini yang mana sebagai pembicara adalah pengusaha muda sukses di Korea.
Sementara Jennie tengah berada di acara pameran fashion yang mana design baju miliknya tengah diperagakan oleh para model. Tapi tanpa berpikir panjang Jennie memilih untuk meninggalkan acara penting itu yang mana bisa jadi jalan baginya untuk menjadi designer terkenal.
Tapi inilah kim bersaudara, mereka tidak akan membiarkan salah satu diantara mereka terluka terlebih adik kembar mereka. Mereka sangat menyayangi satu sama lain, jadi mereka akan memprioristakan keluarga diatas segalamya. Jangankan acara penting, nyawa saja bisa mereka berikan jika memang diperlukan.
Jennie berlari dengan cepat setelah tiba di Mansion, meninggalkan mobilnya begitu saja yang terpakir tak beraturan. Kini tujuannya hanya Lisa, pikirannya sedari tadi sudah tak tenang memikirkan bagaimana kodisi Lisa setelah apa yang dilakukan oleh ayahnya.
"Lisa...?" Jennie membuka pintu kamar Lisa perlahan dan disambut oleh aroma jeruk kesukaan Lisa. Kamar serba kuning itu selalu membuatnya merasa tenang ketika memasukinya. Perlahan Jennie berjalan masuk saat melihat sang pemilik kamar tengah berbaring di kasur serba putih itu.
"Lisa...?" Jennie mengusap surai milik Lisa perlahan, membuat pemiliknya sedikit terusik.
"Euuhhhh, unnie" Lisa sedikit menggeliat karena usapan Jennie bersamaan ringisan mulai keluar dari mulut Lisa karena merasakan rasa perih yang kembali hinggap dari lukanya.
"Kenapa masih memakai seragam?"
Lisa melihat tubuhnya setelah mendengar pertanyaan Jennie, dan benar saja ternyata dirinya masih mengenakan seragam. Lisa baru ingat tadi setelah dirinya mendapat hukuman Lisa langsung ke kamar dan tidur begitu saja. Lisa tak sempat berganti baju karena rasa sakit hebat yang dirasakan tadi.
"Hehhe, aku lupa unnie" ditengah rasa sakitnya Lisa bahkan masih bisa tersenyum. Itulah yang semakin membuat hati Jennie terasa sakit. Disaat adiknya mendapat siksaan dirinya seakan menjadi kakak yang tidak berguna karena tidak bisa melindungi adiknya.
"Mianhae, unnie belum bisa menjadi kakak yang baik untukmu. Unnie bahkan tak bisa melindungimu agar tidak merasakan kesakitan Lisa-ya" Jennie berucap dengan berkaca, suara Jennie bahkan sudah mulai bergetar karena menahan tangis.
"Annieyo, unnie tak perlu meminta maaf pada Lisa. Satu lagi unnie, kau adalah kakak terbaik untuk Lisa"
Mendengar itu spontan Jennie lamgsung memeluk Lisa erat, dan tanpa sadar tangan Jennie mengenai tepat pada luka Lisa.
"Akkhh" Lisa merintih saat luka itu kian terasa sakit.
"Omo, Lisa, gwenchana?" Jennie melepas pelukan itu dan menatap khawatir pada Lisa. Lisa terlihat sangat kesakitan bersamaan ringisan kecil yang keluar dari bibir Lisa.
"Gwenchana unnie, hanya sedikit perih" ucap Lisa dengan senyuman kecil dibibirnya.
"Buka bajumu, pasti luka itu ada dibelakang sana" ucap Jennie menunjuk seragam Lisa.
Tanpa menolak dan mengatakan apapun Lisa mulai membuka kancing bajunya dibantu juga dengan Jennie. Setelah seragam itu terlepas Jennie beranjak untuk merubah posisi dibelakang Lisa.
"Ommo" Jennie menutup mulutnya kaget saat melihat bagimana luka Lisa yang berada dipunggung itu yang disebabkan oleh ayah mereka sendiri, tanpa sadar bahkan Jennie sudah menangis dalam diamnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IGNORED
Fanfiction"Dalam hidup, kadang harus bersikap kuat karena banyak ketidakadilan yang terjadi."