03

534 77 9
                                    

Kini Lisa memulai dari awal kembali untuk lembaran barunya. Setelah pengambilan raport kemarin dengan hasil yang sangat memalukan menurut auahnya dan hingga Lisa mendapat siksaan dari Suho.

Kini mereka berada disemester dua penentuannya kelak akan naik kelas atau tidak. Bayang-bayang Suho yang yang menyiksanya terekam apik dipikiran Lisa, bahkan bayangan itu selalu menjadi mimpi buruk bagi Lisa disetiap malamnya.

Setiap memasuki kelas Lisa tak pernah bisa tenang. Entah kenapa bayangan Suho selalu ada seolah tengah mengawasi dirinya selama pembelajaran.

Lisa bukanlah anak nakal yang selalu keluar kelas tanpa ijin atau bahkan tidak masuk dan memilih bermain. Lisa sama dengan Rosè, selalu rajin masuk kesekolah tanpa ijin sekalipun kecuali mereka tengah sakit.

Tapi entah kenapa Lisa selalu mendapatkan nilai jelek sedangkan Rosè selalu mendapatkan nilai yang bagus. Lisa selalu berusaha untuk memperhatikan guru yang menjelaskan pelajaran dengan seksama, tapi pada akhirnya tetap saja nilai yang didapat Lisa tidak sebagus milik Rosè.

"Lisa-ssi, coba kerjakan soal ini"

Guru itu menujuk Lisa dengan spidol hitam papan tulisnya, mengisyaratkan Lisa untuk segera maju dan mengerjakan soal yang sudah dituliskan dipapan tulis.

Lisa yang ditunjuk sempat terbengong beberapa detik lantaran belum siap untuk mengerjakan itu. Melirik sekilas Rosè, Lisa beranjak dari duduknya dan mulai berjalan maju dengan jantung yang berdebar.

Setelah sampainya didepan yang Lisa lakukan hanya melihat beberapa angka yang tertata rapi dipapan tulis. Kini mereka tengah pada pelajaran matematika yang mana menurut Lisa adalah pelajaran paling sulit dan membuatnya merasa pusing ketika melihatnya.

"Ayo cepat kerjakan Lisa-ssi"

Guru itu kembali bersuara karena Lisa tak kunjung menuliskan satu angkapun sebagai awalan untuk menjawab soal itu.

Sementara dibangkunya Rosè duduk dengan cemas melihat Lisa yang tak melakukan pergerakan sedikitpun pada tangannya. Rosè tahu jika kini Lisa pasti tengah merasa kesulitan untuk mengerjakan soal itu. Tapi apa boleh buat, Rosè hanya bisa melihat Lisa tanpa bisa membantunya sedikitpun.

"Dasar bodoh! Soal mudah saja kau tak bisa mengerjakannya"

Tawanya begitu keras setelah ucapannya selesai dikatakan. Tentu kini sorak-sorak mulai terdengar gaduh dikelas itu.

"Bodoh"

"Apa gunanya kaya jika kau bodoh"

"Untung saja keluargamu kaya, jika tidak kau pasti akan ditendang dari sekolah ini"

Kalimat cacian dari teman sekelas Lisa mulai terdengar, tentu membuat hati Lisa terasa sakit. Tapi Lisa hanya bisa diam karena yang dikatakan teman-temannya memanglah benar. Diirinya bodoh dan tentunya tak berguna.

Tanpa mereka tahu, kini seorang gadis blonde tengah mengepal tangannya begitu kuat. Pensil yang tadi tengah gadis itu pegang kini sudah patah menjadi dua. Apakah dia marah?? Tentu sekarang gadis itu tengah marah. Bagaimana bisa cacian itu keluar dari mulut mereka dengan mudahnya, apakah mereka tak memikirkan perasaan Lisa sekarang.

"Tutup mulut kalian brengsek!"

Rosè berucap begitu keras membuat suasana yang tadinya gaduh kini menjadi sunyi. Orang-orang yang sedari tadi mengejek Lisa tak ada satupun yang berani bersuara.

"Jangan pernah lagi kalian mengejek Lisa, tak ada satupun dari kalian yang pantas melakukan itu!"

Rosè menatap setiap orang dikelasnya dengan seksama. Terlebih tatapannya begitu tajam menusuk pada gadis yang selalu membuat onar dengan dirinya atau pun Lisa.

IGNOREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang