Xerxes turun dari kereta kuda yang mengantarnya, sesuai isi surat undangan yang dikirim kaisar kemarin, Xerxes pergi ke istana keesokan harinya.
Lelaki itu mengenakan setelan resmi sebagai Grand Duke of Avaldenn, royal coat berwarna hijau gelap dengan pin naga berwarna hitam di dada kiri nya sangat pas di tubuh Xerxes yang atletis. Rambut hitam legam nya di sisir rapi, poni yang biasanya menutupi dahi tersibak dengan apik, menambah kesan wibawa seorang Avaldenn.
Beberapa prajurit melakukan courtesy, menyambut kedatangan tamu kaisar. Termasuk Donnis Mulder, asisten pribadi milik kaisar datang langsung menyambut Xerxes di depan gerbang istana.
"Selamat datang, Yang Mulia Grand Duke. Kami sudah menunggu Anda." Sambut Donnis, lelaki paruh baya itu langsung mempersilahkan Xerxes untuk masuk ke dalam istana.
"Terima kasih, Sir Mulder." Xerxes mengikuti Donnis, mereka berjalan beriringan menuju taman dimana kaisar sudah menunggu.
Xerxes agak tak nyaman, biasanya Sir Donnis akan berbasa-basi sebentar dengannya, sekedar menanyakan kabar atau situasi keamanan kekaisaran. Namun sekarang, Xerxes langsung di giring untuk menemui kaisar.
Artinya, kaisar benar-benar terusik dengan gosip yang saat ini sedang menyebar luas di kekaisaran.
"Silahkan, Yang Mulia. Saya hanya mengantar Anda sampai disini." Sir Donnis undur diri, meninggalkan Xerxes di depan gerbang taman pribadi milik kaisar.
Xerxes berjalan sendiri, menelusuri taman mawar milik mendiang permaisuri hingga tiba di tujuan, kaisar sudah duduk di kursi khusus pesta teh yang memang tersedia di sana.
Buru-buru Xerxes membungkukkan tubuhnya, "saya memberi salam pada cahaya agung kekaisaran."
Kaisar Arthurian terkesiap dalam lamunannya, menengok ke arah Xerxes, wajah yang semula sendu itu berubah cerah kala melihat kehadiran orang yang di tunggu-tunggu. "Xerxes! Silahkan, aku sudah menunggu mu."
Xerxes tersenyum simpul, kemudian duduk di kursi yang tersedia, mereka berdua duduk saling berhadapan.
"Bagaimana kabar Anda, Yang Mulia?" Xerxes memulai percakapan terlebih dahulu.
Kaisar Arthurian tertawa, "baik, sangat baik sebelum sebuah berita burung hinggap ke jendela kamarku."
Xerxes kembali di buat tak nyaman, kaisar rupanya juga enggan untuk berbasa-basi. "Saya rasa pendeta Cheldwick, sudah mengatakan faktanya."
Kaisar mengangguk, "memang, namun aku perlu melakukan afirmasi ulang, langsung pada orang yang bersangkutan." Kaisar menatap Xerxes dengan tegas, ingin Xerxes menceritakan semuanya dengan jujur tanpa ada yang di sembunyikan.
"Seperti yang Anda katakan, sebuah berita burung. Hanya gosip tanpa dasar yang jelas." Mau tak mau, Xerxes menceritakan semuanya dari awal hingga akhir, tanpa ada yang terlewat.
Xerxes tipe orang yang enggan menjelaskan sesuatu dua kali, biasanya Eugene yang akan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini sebagai juru bicara Xerxes, namun karena ini kaisar langsung dan Xerxes sedang sendiri tak ada pilihan lain yang bisa dia lakukan.
Kaisar mendengarkan dengan seksama, meski awalnya ragu, dia akhirnya percaya. "Jadi memang kerabat jauh mu?"
Xerxes mengangguk, "ya, ini memang mengejutkan. Awalnya saya pun ragu dan mengira ini hanya akal-akalan musuh. Namun darah seorang Avaldenn tak pernah berbohong, Yang Mulia."
Xerxes sudah terbiasa berada di tengah-tengah kepungan monster iblis, tentu dia bisa mendeteksi berbagai jenis sihir kegelapan meski dari jarak ratusan meter. Dan tak ada sihir apapun pada anak-anak itu, apalagi Anton sendiri yang memberikan informasi mengenai kebenaran tersebut, Xerxes tak bisa meragukannya lebih jauh.
"Namun, bukankah kelahiran Avaldenn sangat jarang dan sedikit? Bagaimana ada empat Avaldenn sekaligus dalam satu keturunan?" Kaisar semakin tertarik, dia merasa kekaisaran akan aman sampai satu abad kedepan. Sekarang ada banyak Avaldenn yang akan melindungi kekaisaran dari berbagai penjuru.
Xerxes menggeleng, "ini kelahiran langka, dalam sejarah Avaldenn, kelahiran seperti ini hanya terjadi 500 tahun yang lalu."
Kaisar menghela nafasnya lega, "baiklah, kesampingkan hal itu terlebih dahulu. Aku ingin membahas hal yang lain, tentang pertunangan mu dengan putri sulung ku, Catherine. Apa kau bersungguh-sungguh untuk membatalkannya?"
"Apakah karena wanita lain?" Kaisar menatap penuh selidik, meragukan Xerxes.
Xerxes menggigit lidahnya yang terasa kelu, kaisar benar-benar tak memberinya celah, selalu pertanyaan yang sama. "Pada dasarnya ini hanya pertunangan sepihak, saya tak pernah berkata setuju." Jika bangsawan lain yang mengatakan ini mungkin akan mengundang kemurkaan kaisar, namun berbeda dengan Xerxes, dia memiliki kehormatan yang mutlak, andai dia mau meminta kekaisaran pun kaisar Arthurian tak mampu menolak.
"Pikirkan lagi, aku mohon. Catherine adalah calon Maharani di masa depan, aku tak bisa percaya pada siapapun selain diri mu untuk menjadi pendamping hidupnya. Aku hanya bisa mempercayakan kekaisaran ini pada mu, Xerxes." Bangsawan lain mungkin akan tersanjung dan melayang hingga ke nirwana jika kaisar sampai memohon seperti ini, namun hal itu tak berlaku pada Xerxes.
Xerxes terdiam selama beberapa saat, "saya sudah memikirkannya ratusan kali, dan inilah keputusan final nya. Saya menanggung banyak beban tanggung jawab, selain itu saya seorang Avaldenn, bangsawan terkutuk yang masa hidupnya relatif singkat."
Xerxes menatap cangkir dengan teh yang hampir dingin, "Ibuku bukan seorang Avaldenn, namun harus ikut menanggung kutukan yang ada pada darah kami. Saya tak mau mengorbankan banyak hal hanya untuk keuntungan sesaat. Saya harap Anda bisa mengerti." Xerxes bangkit dari duduknya, melakukan bow kemudian pamit undur diri tanpa mendengar balasan dari kaisar.
Suasana hati lelaki itu mendadak buruk, tak suka jika seseorang memaksa sesuatu yang bukan kehendaknya. Selain tak ingin menikah, Xerxes juga tak mau menambah beban di pundaknya, sekarang dia sudah memiliki tanggung jawab lain sebagai orang tua angkat bagi kerabat jauh nya.
Xerxes masih waras untuk tak menambah beban lagi yang mungkin akan memenggalnya sewaktu-waktu.
"Jadi benar-benar di batalkan, ya?"
Xerxes mengangkat kepalanya yang sedari tadi menunduk—menatap paving blok jalanan—hingga tak sadar seseorang sudah berdiri di depannya, menghalangi langkah kaki pemuda itu.
Tanpa menjawab Xerxes melakukan bow pada calon pewaris kekaisaran Dalmellington, Putri Mahkota Catherine La Deluna—yang berdiri di depannya.
Catherine tak membalas salam dari Xerxes, enggan karena etiket yang berlaku adalah mencium tangan putri secara langsung. Xerxes memang berbeda, dia tak pernah melakukan hal itu meski keduanya sempat bertunangan.
"Maaf aku sempat menguping," Putri Mahkota Catherine memaksakan senyum nya, meski begitu terlihat kekesalan ketika dia mencengkram kipas di tangannya dengan erat.
"Kalau begitu saya pamit undur diri." Bukannya ingin menghindar, namun saat ini Xerxes sangat tak ingin membahas hal-hal berbau pernikahan.
Xerxes melakukan bow sekali lagi, tapi baru sekali melangkah Xerxes kembali menghentikan kakinya, tangannya di cekal oleh Catherine, "bahkan ketika aku berkata mencintai mu?"
Xerxes menoleh, "andai cinta bisa menyelamatkan seseorang dari maut," Lelaki itu melepaskan genggaman Catherine di lengannya, "maaf tapi keputusan ku sudah bulat."
Namun Catherine menolak dan terus memegangi Xerxes, "sekali saja, tak bisakah kau menatap ku dengan benar?"
"Maaf, Yang Mulia." Kali ini Xerxes benar-benar pergi, mengabaikan Catherine yang mulai menangis dalam diam.
Bagi Xerxes cinta tak pernah ada untuk Avaldenn.
________
Pembawaan cerita si Xerxes ini mungkin agak lebih berat daripada Aslan ya. Jelas, Xerxes humor nya minus, kaku, terus pesimis. Beda sama Aslan yang cheerfull—yang kalau ngomong kayak minta di lempar ke dungeon. Tapi saya bakalan selalu berusaha buat cerita ini supaya menarik dan gak membosankan untuk di baca. Enjoy.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVALDENN : Blood and Bonds
FantasyKetika darah lebih kental daripada air, takdir membawa ikatan yang rumit menjadi satu. **** Xerxes Reglin Dè Avaldenn, seorang Grand Duke dari kekaisaran Dalmellington harus menjadi wali sah dari kerabat jauh nya yang sudah terisolasi sejak lama. Bi...