8. Hari Pembasmian

128 43 7
                                    

Xerxes tengah berdiri di tepi balkon kamar miliknya, malam ini terasa lebih sunyi dari biasanya. Meski town house milik Avaldenn berada di tengah-tengah ibukota, tapi hiruk-pikuk nya tak bisa Xerxes rasakan barang sedikit pun.

Meski kesunyian ini tak bisa menandingi senyap nya kastil Avaldenn di ujung barat sana. Xerxes rindu tanah kelahirannya, tuntutan tanggung jawab yang dia miliki memaksanya untuk pergi jauh dari rumah. Sedikitnya dia takut, hatinya terasa lebih mengeras ketika berjauhan dari tanah Avaldenn, Xerxes semakin khawatir.

Matanya menatap lurus pada alun-alun kota Alverton yang penuh dengan cahaya kegembiraan, orang-orang disana pasti tengah berpesta dan akan mabuk hingga pagi menjelang. Meski sekali seumur hidup ingin rasanya dia berada di sana, menari, tertawa, sampai mabuk di pelukan wanita tanpa takut esok hari.

Bulan yang bersinar di atas sana kian terang seiring berjalannya malam, seolah mengejek, ini waktu yang pas untuk berpesta namun Xerxes diam di kandang nya seperti unta.

Bulan mengejek Xerxes yang takut akan dunia luar.

Tak tahan dengan kegundahan di hati nya Xerxes masuk ke dalam kamar, berbaring di kasur berukuran besar miliknya berharap bisa tidur dengan lelap, besok adalah hari keberangkatannya menuju hutan Fortwood, butuh satu hari penuh untuk sampai kesana, jadi dia harus memulai perjalanan sebelum matahari menyembul dari timur.

Namun hingga pagi menjelang Xerxes tak bisa menutup matanya, sampai sekarang dia sudah berada di atas kuda tunggangannya. Xerxes merasa gelisah, hatinya mendadak gundah tanpa dia tahu apa penyebabnya.

"Kapten Drydon Nolus sudah terlebih dahulu sampai kemarin bersama rombongan prajurit milik kekaisaran, mereka berencana membersihkan monster di hutan terlebih dahulu sebelum mensucikan dungeon bersama-sama." Morgan memberitahukan laporan yang di terima nya, semua orang mengangguk mengerti kecuali Xerxes, "apa ada masalah, Yang Mulia?" tanya Morgan ketika Xerxes hanya diam saja tanpa membuka mulut.

Xerxes akhirnya menggeleng, "tidak, sesuai rencana sebelumnya kita akan menyergap begitu tiba di hutan Fortwood. Beberapa pasukan akan berjaga di bibir hutan, Edward dan David akan memimpin pasukan untuk mengamankan area hutan, meski kita percaya pada pasukan pembasmi milik kekaisaran tapi bersiaga tetap perlu, tak boleh ada monster yang keluar dari dalam hutan sementara kita mensucikan dungeon di dalamnya."

Semua orang mengangguk, 500 orang pasukan Avaldenn yang di pimpin Xerxes akhirnya berangkat, meninggalkan town house untuk beberapa hari kedepan. Xerxes berbalik sekali lagi, menatap gerbang yang memisahkan bangunan itu dari dunia luar, tak ada siapapun disana, tak ada yang mengantar nya atau sekedar memberi ucapan sampai jumpa lagi, memberi doa atau sekedar semangat agar tak pulang hanya dengan nama.

Tapi Xerxes sudah mengalaminya cukup lama, dia sudah terbiasa.

Hawkeye memekik nyaring di atas sana, setelah sekian lama akhirnya dia bisa terbebas dari kandangnya yang menyesakkan. Dia akan ikut pergi bersama Xerxes, naga kesayangan Grand Duke itu di beri tugas untuk memantau hutan dari atas sana. Meski tak bisa berbahasa manusia tapi Hawkeye mampu memahami perkataan manusia, dia hewan magis yang cerdas, tak sembarang orang atau mahluk yang bisa menjadikannya peliharaan.

"Kenapa kau bersikeras untuk ikut? Istri mu mau melahirkan anak pertama mu! Dia butuh di temani!" Morgan menunjuk-nunjuk Owen yang juga menunggang kuda seperti dirinya, memarahi seperti dia pernah memiliki pengalaman yang sama sebelumnya saja.

"Masih ada beberapa hari lagi sebelum bayi ku lahir! Lagipula aku ingin menghadiahkan permata Gigantula untuk anak pertama ku." Owen bersikeras, dia belum memiliki hadiah untuk menyambut kelahiran anak pertama nya.

"Orang ini! Istri mu jauh-jauh kemari dari Avaldenn hanya untuk bersama mu, untung mertua mu pengertian, kalau tidak kau sudah mampus!" Kata Igor, dwarf berjanggut tebal itu tampak setengah mabuk sembari menunggang keledai miliknya, dia tahu dan sudah berpengalaman bahwa betapa mengerikannya sosok mother in law, mati dua kali saja tak cukup untuk mendengar omelan lidah mertua.

AVALDENN : Blood and Bonds Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang