"Kakak!" Eugenia memeluk Xerxes sampai keduanya hampir jatuh tersungkur, untung Xerxes dapat menyeimbangkan tubuhnya dengan baik hingga mereka berdua tak jadi jatuh menghantam undakan tangga di depan pintu masuk manor.
"Aku merindukan kakak!" Eugenia berteriak dengan gembira, setelah beberapa bulan akhirnya mereka bertemu juga.
"Oke, santai, aku juga merindukan mu." Xerxes membalas pelukan Eugenia, adik kembar Eugene itu sudah dia anggap adik nya juga.
"Wah, kakak sampai menyambutku begini, aku jadi terharu." Eugenia melepas pelukannya.
"Adikku akan datang berkunjung, tentu harus aku sambut." Xerxes mempersilahkan untuk masuk, meski hanya Xerxes dan beberapa pelayan yang menyambut, Eugene yang kakak kembarnya malah tak bisa menyambut karena terlalu sibuk mengurusi banyak hal.
"Untung saja aku diberi cuti, kalau tidak mungkin sampai kakak kembali ke Grand Dukedom kita tidak akan pernah bertemu." Bibir kecil Eugenia mengerucut sebal. "Jadi guru magang memang serba sulit."
Xerxes terkekeh kecil, "kau yang mau, maka nikmati saja."
Eugenia mendengus geli, "kakak mengundang ku kesini pun bukan cuma untuk saling melepas rindu, 'kan? Apa pekerjaan yang akan kakak berikan kepada ku?"
Xerxes melirik Eugenia dari ujung matanya, "Eugene pasti sudah memberitahu mu."
"Memang, tapi aku masih penasaran. Mereka sungguhan kerabat mu? Maaf, maksud ku, kenapa mendadak?" Eugenia menatap Xerxes penasaran, ini terlalu tiba-tiba dan menurutnya terlalu aneh.
Xerxes mengedikkan bahu nya, "mereka memiliki ciri yang sama seperti ku, maka sudah cukup untuk membuktikan semuanya."
"Tapi .. kenapa mereka tak mencari mu sedari dulu?"
Xerxes berhenti, lalu menatap Eugenia seutuhnya, "sama sepertiku yang tak tahu keberadaan mereka, mungkin mereka juga tak mengetahui keberadaan ku."
Eugenia menyengir, "oke, sepertinya aku paham." Gadis itu kemudian mengamit lengan Xerxes, "aku mau melihat keponakan ku."
Xerxes mengangguk, mereka kemudian berjalan menuju ke sayap manor sebelah kanan, tepat dimana anak-anak angkat Xerxes berada. Setelah sampai Xerxes berdiam di depan pintu selama beberapa saat, "mereka masih sulit di dekati, bahkan tak mau bicara," Xerxes kemudian mengetuk pintu beberapa kali, "mereka juga agresif, berhati-hatilah."
"Ayolah kakak, mereka cuma anak kecil." Eugenia tersenyum dalam hati, tak ada yang tak bisa dia taklukan di dunia ini!
Pintu di buka setelah beberapa saat menunggu, seorang pelayan yang membukanya, pelayan yang memang di tugaskan untuk menjaga anak-anak itu dan mengurusi semua kebutuhannya.
"Astaga .." Eugenia terpaku beberapa saat, keempat anak kecil yang kini berada di depannya membuat hati nya bergetar selama beberapa saat.
Mata merah bulat, rambut hitam legam, dengan kulit pucat seputih porselen. Sangat mirip dengan Xerxes!
"Kakak yakin tak pernah menghamili wanita, 'kan?!" Eugenia mencengkram kerah royal coat milik Xerxes, menuntut jawaban.
"Dalam keadaan sadar dan waras ku, aku bersumpah tidak pernah berhubungan dengan wanita manapun," Xerxes berkata jujur, tapi dengan lemahnya ingatan yang dia punya, dia juga mulai ragu.
Xerxes berdehem, "anak paling besar mungkin berumur kisaran 10 tahun. Aku tak mungkin menghamili wanita di usia 15 tahun, Eugenia."
Eugenia mengangguk, "kakak benar." Gadis berumur 23 tahun itu kemudian menghampiri anak-anak itu, "halo, nama ku Eugenia. Aku tak mau di panggil bibi, jadi panggil saja aku kakak." Eugenia menyodorkan tangannya, mencoba berjabat tangan, tapi anak-anak itu masih tetap diam di tempat, dua anak yang paling kecil malah asik melanjutkan makan mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVALDENN : Blood and Bonds
FantasyKetika darah lebih kental daripada air, takdir membawa ikatan yang rumit menjadi satu. **** Xerxes Reglin Dè Avaldenn, seorang Grand Duke dari kekaisaran Dalmellington harus menjadi wali sah dari kerabat jauh nya yang sudah terisolasi sejak lama. Bi...