O2

224 16 0
                                    

Bagian 2 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- s i n g g a h -

            ALIH-ALIH merasa panik, derai tawa malah menghiasi wajah Jiyeon. Unggahan terbaru dari akun media sosial jurusan yang sedang heboh membicarakannya di-retweet habis-habisan. Tak heran pop-up notifikasi terus bermunculan sejak siang tadi.

            Gila, gila, gila.

            Jiyeon sepertinya harus memberikan keempat jempolnya untuk orang yang sudah membagikan fotonya secara cuma-cuma hingga mendapatkan banyak tanda suka.

            Keran wastafel yang terus menyala perempuan itu matikan, menoleh pada kaca besar di hadapan yang menampakkan jelas bagaimana orang di dalam toilet memandang ke arahnya; antara menghakimi diri sebab foto yang tersebar luas serta penasaran akan lebam pun luka gores di beberapa bagian wajah.

            Ponsel di genggaman yang masih menampilkan dirinya Jiyeon angkat setara dengan posisi wajah, bertanya, “She looks like me, right?”

            Decakan tidak percaya terdengar. “Ya emang lo, Bitch! Pake nanya lagi, sinting!”

             “Gak ada malu-malunya anjir.”

             “Tinggal tunggu waktu lo ditendang aja, sih. Ups, farewall Kim Jiyeon.”

            Jiyeon mengedipkan matanya beberapa kali sebelum terkikik geli seraya mengikat rambut. “Makanya, udahan dong nge-retweet sama terus-terusan kasih komentar, gak kasian apa ini gue dihajar abis-abisan dari segala arah?” ujarnya, kembali memakai masker yang dibiarkan menggantung di dada. Rambutnya sekarang bergaya ponytail, rapi meski hanya mengandalkan jemari sebagai sisir.

             “Tapi lo pada gak sadar apa kalo rambut gue panjang gini. Buta, sih, kata gue lo semua. Mau aja digoblok-goblokin kalo kata Sir Lian.”

            Lalu, menarik langkah menjauh setelah melambaikan tangan. Berjalan seakan tidak terjadi apa-apa, seolah foto yang sudah tersebar luas itu bukanlah masalah besar untuknya.

            Saat netranya melayang melihat sekeliling, sebagian besar dari mereka sibuk berkutat pada ponsel masing-masing, berkasak-kusuk membicarakan obrolan yang sama, dan sebagian menatapnya secara terang-terangan, bahkan tak segan mengangkat jari telunjuk, berakhir memanggil namanya cukup kencang hingga meraih seluruh atensi mereka yang berada di selasar.

            Hell, yeah, welcome to another level of bitchcies Kim Famous Jiyeon.

             “Eh, eh, ada Kim Jiyeonnn. Sini dong, sharing-sharing kita. Sejam berapa? 60 dikali 4 berapa tuh jumlahnya?”

             “240 dong, Kak. Gitu aja masa gak bisa ngitung,” jawab Jiyeon kalem. Membungkukkan tubuh sedikit sebagai tanda hormat pada kumpulan kakak tingkatnya tersebut. “Permisi kakak-kakak semuanya, saya izin lewat.”

             “Terus, kalo 240 dikali 0 sama dengan gratis ya? Boleh dongg.”

             “Aduhhh.” Jiyeon ikut tergelak seraya menegakkan tubuh dan menjawab, “Baru tau gue kalo lo gratisan. Sori-sori nih, but you can’t buy or rent me, harga gue terlalu mahal buat orang gratisan kayak lo. Jadi rich uncle dulu deh biar kita setara, I’m allergic to poor people soalnya.”

             “Bangsat!” Hyunjung tertawa mendengar jawaban nyeleneh dari Jiyeon itu. Laki-laki yang sudah menginjak semester 7 tahun ini beranjak dari posisinya dan mendekat pada adik tingkat yang sejak kedatangannya telah menjadi bagian eksistensi jurusan Seni Rupa.

             Merendahkan tubuh sedikit untuk berbicara di sisi telinga gadis yang menghindar saat tangannya mencoba menyentuh punggung terbalut sifon tipis. “Kim Jiyeon. You have a good name, but your attitude is zero.”

            “Calm, don’t worry, you have a good body who will cover up your fucking attitude.”

            Jiyeon menggigit bibir bawahnya menahan senyum sebelum mendongak sedikit menatap wajah Hyunjung yang menyunggingkan seringai tipis. “Bisa lo nunduk lagi, Kak? Gue pengen nge-pat-pat kepala lo like my doggy; Bilu. He’s so cute and of course handsome than God of Olympus. Serasi deh kalian!”

            Bisa Jiyeon dengar kertakkan gigi yang bergemeletuk, refleks saja tangannya menyentuh sisi kiri rahang Hyunjung. “You have pretty teeth lho, jangan digerus gitu,” katanya.

             “Anyway, I’m not supposed to go, right? But, I have to, ini penting banget soalnya.” Alarm pengingat dari jam tangannya itulah yang memberitahu Jiyeon untuk segera berpindah tempat.

             “Panggilan, ya? Then, go. Make your customers satisfied. But I have one advice for you, bilangin ke customer lo jangan maen kasar, sayang banget muka lo jadi rusak gini.” Hyunjung meraih dagu Jiyeon, naik ke atas mengusap pipi yang tertutupi masker, lantas menyentuh sudut luka yang menarik perhatiannya sedari tadi.

              “Kalo sama gue aja gimana? I’ll be gentle until you beg me to play rough,” bisiknya sensual merapatkan tubuh mereka hingga saling bersinggungan.

             “Aww.” Jiyeon tersenyum manis, menarik tubuh menjauh dan menepuk pelan punggung tangan Hyunjung beberapa kali. “Makasih atas perhatiannya, Kim Hyunjung.”

            Ah, kata-kata.

            Tindakan.

            Pola yang sama.

            Bukankah banyak orang bilang bahwa segala sesuatu membutuhkan jeda? Sejenak, Jiyeon ingin menepi dan menarik napas sekuat-kuatnya. Menikmati sesak yang sedang berpesta bersama lelah yang tidak kunjung hilang.

             “See ya, gue pulang duluann.”

- s i n g g a h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
❝ to be continued ❞

.

.

Gemes bangettt

Gemes bangettt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Y’all meet Kim Hyunjung

Y’all meet Kim Hyunjung

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


singgah, eunbo.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang