Bagian 17 ||
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
- s i n g g a h -SEJAK turun dari parkiran di fakultasnya, berbagai jenis tatapan telah Jiyeon absen satu-persatu; berbagai bentuk. Tatapan-tatapan yang bisa Jiyeon rasakan lebih parah dari sebelum-sebelumnya, bahkan tak ayal beberapa orang yang tidak Jiyeon kenali siapa nama dan angkatan berapa itu melancarkan banyak perkataan sarat dalam menyudutkan.
“Lo kalo masih punya malu, harusnya keluar aja gak, sih? Meresahkan banget tingkah lo itu!”
“Jiyeon, Jiyeon … gue tau hidup emang berat, tapi ngga dengan cara nyeleweng gitu lah. Apalagi ini lo kemaren kepergok lagi. Aduhh, parah banget lo jadi cewek.”
“Udah keterusan jajahin diri, sih. Ketagihan kan lo jadinya!”
“Tuh tempat tinggal sama semua barang-barang lo dari papa sugar lagi? Ihh, serem banget. Jangan sampe ketauan sama istrinya ya Jiyeon, bisa kena labrak masal lo nanti.”
“Jujur, gue kesel sama kelakuan lo, tapi ada kesian juga dikit. Soalnya sekarang udah gak ada yang mihak lo lagi. Upss, sori … lo sedih ya ternyata cowok yang lo pikir baik ternyata sialan banget.”
“Ya lagian juga siapa yang mau dan tulus deket sama lo, sih, Jiyeon? Itu nyari masalah namanya. Adapun yang mau deket sama lo, yang pengen pake elo.”
Jiyeon tersenyum, yang sesekali diselingi tawa sebab sederet pernyataan tidak sepenuhnya salah itu. Buktinya? Pada bagaimana pihak yang dulu dekat dengannya kini mengabaikan dan menjaga jarak karena tak ingin terlibat lebih jauh? Eh, sebentar … Jiyeon menghentikan langkahnya dan menutup wajah untuk meredam tawa. Pemikirannya itu gila ya? Sejak dulu memang tidak ada yang dekat dengannya, bukan? Mereka hanya berpura-pura.
Jiyeon juga tidak sudi membayangkan akan Juyeon menjadi sosok dekat itu.
Lalu, ditarik napasnya panjang-panjang. Melanjutkan tarikan ringan itu menuju kelas dengan kepala tegak dan pandangan lurus ke depan. Jiyeon tidak menampik bila situasi sialan ini bukan sekali dua kali ia temui, melainkan telah berkali-kali. Secara tidak langsung tubuh dan perasaannya telah membangun pelindung. Ia masih sangat-sangat bisa mengakalinya sendiri.
Dan decak kekesalan itu bisa Jiyeon dengar begitu secara tidak sengaja tubuhnya juga tubuh seseorang di hadapan saling bertubrukan. Hampir saja membuatnya terjatuh.
“Kalo punya mata itu dipake.”
Jiyeon menutup mata, meredam emosi yang bisa kapan saja meluap. Tampaknya hari ini ia diminta untuk ekstra berbiasa dari hari-hari yang selalu dilewati seorang diri. Lalu, tawa merdu dari beberapa orang mengisi, kontan membuat kepalanya kembali mendongak. Tidak membiarkan orang-orang melihat dirinya sebagai sosok lemah.
Dan perasaan yang masih tidak bisa Jiyeon jelaskan apa itu memenuhi dada begitu kembali melihat Juyeon si lelaki yang berdiri di hadapan. Pendengaran yang Jiyeon matikan agar lebih tenang itu percuma nyatanya jika berhadapan bersama Son Juyeon.
“Minggir, gue mau lewat.” Begitu dingin suara itu menggema dalam telinga.
“Lah, cewek lo nih. Gak mau lo ajak ngobrol dulu sebelum balik, Ju?” Kekehan mengejek itu mengalun.
“Akting lo selama ini keren, sih, Juyeon. Pura-pura baik di depan, padahal aslinya nusuk lebih dalem! Gak nyangka gue.”
Jiyeon menatap lurus laki-laki yang tidak dapat berlalu begitu saja, lantaran ditahan oleh banyak tangan memasang wajah datar tidak peduli pada perkataan-perkataan orang yang mengelilingi mereka.
“Gue gak tau harus sedih atau gimana sama lo Kim Jiyeon. Tapi emang cowok berengsek kelakuannya abis pake langsung buang. Jangan seratus persen percaya sama cowok.”
“Ganteng doang. Make cewek abis itu dibuang.”
Jika biasanya respons tarikan kerah baju serta lontaran pukulan yang Jiyeon lihat begitu Son Juyeon mendengar hal yang tidak mengenakan, kali ini si lelaki hanya diam tidak tersulut. Loh, memang bukan persoalannya juga, bukan?
“Kenapa? Lo pada mau make dia juga? Pake aja.” Netra cokelat itu menatap lurus, kemudian bergerak menatap sosok yang lebih kecil darinya dengan pandangan merendahkan. Lantas, berlalu begitu saja. Tidak memedulikan bagaimana sorakan dari banyak orang dan bagaimana kondisi dari korban ucapan merendahkannya itu.
Kelopak mata Jiyeon mengerjap lambat. Air matanya jatuh begitu saja tanpa bisa ditahan begitu mendengar kalimat tersebut keluar dari mulut Juyeon.
Lo pada mau make dia juga? Pake aja.
Sungguh, baru kali ini Jiyeon merasakan sesuatu; sesuatu yang membuatnya tidak dapat menunjukkan reaksi apa-apa selain air mata yang Jiyeon sendiri pertanyakan mengapa bisa jatuh, sebab orang asing di hidupnya. Sesuatu yang juga membuat kepalanya berisik, penuh, juga pening dalam sekali waktu sebab terus memproses ucapan tersebut melebihi apa pun yang sebelumnya Jiyeon tampung dari orang lain.
Lo pada mau make dia juga? Pake aja.
Harusnya ia biasa saja, bukan?
Harusnya juga ia memang tidak pergi ke kampus jika mengetahui akan seseorang menyakitinya lebih dalam.
Harusnya memang ia tidak pernah ada.
Harusnya pula ia memang tidak pernah lahir.
Ternyata benar, bahwa hal paling menyakitkan berasal dari orang-orang terdekat kita.
- s i n g g a h -
▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬
❝ to be continued ❞.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
singgah, eunbo.
Fanfictions i n g g a h Started : 25 Februari 2023 © 2023 by jxkzslasks