Renan menarik diri begitu saja kemudian menjauhi Alisya. Dia berjalan menuju jendela kaca besar yang langsung menampilkan pemandangan kota dari atas menyisakan Alisya yang mengerjapkan mata berkali-kali.
"Kamu bisa pergi! Jemput Bryan." ucap Renan dingin, hampir tak tersisa jejak kelembutan yang beberapa menit lalu Alisya rasakan.
Alisya bergeming di tempatnya. Saat ini hatinya diliputi rasa marah dan sakit hati secara bersamaan. Merasa kembali menjadi wanita murahan yang diam saja ketika bosnya mencoba merendahkan dirinya.
Sangat menyesal, kenapa beberapa menit yang lalu dia ikut terlarut dalam rayuan rindu yang Renan ciptakan. Dan sekarang, dengan sangat tidak manusiawi, Renan menyuruhnya pergi begitu saja tanpa penjelasan.
"Apa yang barusan terjadi?" tuntutnya.
Renan menyeringai di tempatnya. "Tidak usah dianggap berlebihan. Anggap saja say hello dari kawan lama."
Alisya meneguk salivanya dengan kasar. Tiba-tiba merasakan bongkahan besar yang memenuhi dadanya. Dia memang wanita bodoh yang tak pernah belajar dari masa lalu. Renan tetaplah Renan, pria brengsek yang tak bertanggung jawab, telah merendahkan dirinya ke jurang paling dasar.
Segera dia hengkang dari ruangan itu. Berjalan cepat menuju lantai bawah dan selanjutnya pergi menggunakan lift pribadi yang ada di persemayaman setan ini.
Sebelum mencapai tempat parkir tamu, terlebih dulu dia masuk ke toilet. Mencuci wajah dengan kasar terutama bagian bibirnya. Kemudian menggigit bibirnya sendiri agar tangisnya tak meledak begitu saja.
Untungnya, sebuah pesan masuk ke nomornya. Pesan dari bu Lusi yang mengirimkan foto Bryan sedang menunggunya. Bocah penyemangat itu sudah menggendong tasnya, tidak mau lagi ikut kegiatan karena menunggu mamanya menjemput.
Bryan memang penyemangat, penguat dan obat baginya. Di dunia ini, tidak ada manusia tulus padanya selain Bryan. Meskipun berkali-kali ia membuat hati Bryan kecewa, nyatanya pria kecil tetap mencintainya, tetap tak ingin jauh darinya.
Kembali Alisya mengusap pipinya dengan kasar. Tak ingin membuang waktu untuk memikirkan pria brengsek bernama Renandika itu.
✳️
✳️
"Bosnya Mama kasih kerja banyak lagi ya?"
Pertanyaan polos keluar dari bibir kecil milik Bryan. Membuat Alisya hanya bisa mengukir senyum tipis. Mati-matian dia mengenyahkan bayangan itu dari pikiran, pria kecil yang teramat dia cintai malah mengingatkannya.
"Kenapa memang?"
"Mama kelihatan capek sampai nangis."
Mata Alisya membeliak. Buru-buru dia mengambil ponsel untuk mengaca. Separah itukah mata sembapnya sampai Bryan pun bisa melihatnya padahal sudah mencuci wajahnya.
Tak ada ide untuk menjawab pertanyaannya sehingga Alisya memilih menunduk untuk selanjutnya membawa Bryan ke gendongannya.
Bocah kecil yang terlihat sangat senang karena bisa pulang lebih awal itu memeluk leher mamanya. Satu kecupan ia hadiahkan untuk Sang Mama.
"Nanti Bian ngomong lagi sama om bosnya Mama agar tidak kasih kerja yang banyak."
Betapa manisnya pria kecil ini. Sangat tidak ingin jika mamanya merasa lelah. Yang dikatakannya tidak salah. Renan memang memberinya banyak sekali pekerjaan yang merepotkan. Tapi bukan itu yang membuat Alisya sampai harus menangis.
"Tidak perlu. Bian tidak akan ketemu lagi sama bosnya Mama."
"Kenapa, Mama?"
Alisya malah terkejut sendiri melihat respon Bryan yang sepertinya keberatan jika tidak bertemu lagi dengan pria itu. Alisya tak lantas memberi jawaban melainkan memposisikan Bryan agar nyaman di kursi rotan kecilnya yang selalu berada di motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALISYA
Short StoryCerita tentang seorang single Mother yang dipertemukan kembali dengan kakak kelasnya. Dulu mereka pernah saling menaruh perasaan, tapi sayangnya terpisah karena Sang Lelaki harus melanjutkan studi nya ke luar negeri. Meninggalkan beban padanya tanp...