1️⃣3️⃣ Pengunduran Diri

4.6K 587 125
                                    

"Uang segitu buat apa, Al?"

Alisya hanya mampu menunduk saat mendapat pertanyaan itu dari Diah. Sepulang dari menjemput Bryan, ia mengarahkan motor menuju rumah Diah. Walaupun terbesit rasa tidak enak, tapi akhirnya Alisya tetap datang kepada Diah karena baginya hanya Diah dan Hendra orang-orang baik yang selalu mengerti keadaannya.

"Bukannya kami nggak mau kasih pinjam, tapi kami harus tau dulu mau dipakai apa uang itu? Kamu kelihatan sedang punya masalah, Al!" Hendra ikut menambahkan yang mana semakin membuat Alisya tertunduk dalam.

Niat hati tak ingin menceritakan aib masa lalunya, tapi rasanya tak punya pilihan lain. Dia tetap membutuhkan bantuan agar bisa lepas dari keadaan yang menyakitkan ini.

"Aku mau mengundurkan diri dari kantor, Mbak, Mas. Tapi aku harus bayar denda. Setelah ini aku mau jual tanah peninggalan mama. Aku janji pasti kembalikan uangnya."

Hendra masih menuntut penjelasan sedangkan Diah yang sesama wanita bisa merasakan kesedihan Alisya meskipun dia sendiri juga tidak paham apa alasan Alisya sampai ingin mengundurkan diri. Padahal Alisya sendiri yang pernah bercerita bahwa sangat bersyukur bisa mendapat pekerjaan itu.

"Tapi kenapa sampai harus mengundurkan diri?"

Pada akhirnya, tak ada pilihan lain. Mengalirlah cerita dari bibir Alisya. Mulai dari masa lalunya yang begitu buruk hingga Renan datang kembali dan membuat hidupnya kembali berantakan.

"Nah kan! Sudah aku duga sejak awal. Pasti Renan itu bukan orang baru buat kamu." ucap Hendra.

"Kenapa dia jahat banget sama kamu sih?" sahut Diah yang lebih condong ke sebuah protes.

Alisya menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menangis sesenggukan. "Aku yang salah. Jika sejak awal aku tidak mudah terbujuk—" Ia tak mampu meneruskan kata-katanya. Hanya tangisan yang mampu menggambarkan betapa ia menyesali masa lalunya yang buruk.

Diah mengusap punggung Alisya untuk menyabarkannya sambil melirik ke arah Hendra untuk membuat persetujuan tentang pinjaman uang yang Alisya minta.

Memahami apa yang istrinya maksud, akhirnya Hendra yang mewakili kata. "Yang tenang, Al! Kami bantu sebisa kami. Kalau memang itu sudah yang terbaik menurut kamu. Sudah yakin 'kan?"

Mendapat pertanyaan seperti itu membuat Alisya berhenti menangis. Dia melempar tatapan penuh tanya pada Hendra. Namun kemudian dia kembali termenung sebelum akhirnya menjawab, "Yakin, Mas. Awalnya aku ingin bertahan demi Bryan. Tapi kembali aku berpikir, di dunia ini hanya aku yang Bryan punya, jika aku bertahan dan hancur sendirian, dia tidak akan punya siapa-siapa lagi yang akan menjaganya."

Baik Hendra maupun Diah sama-sama terkesima dengan jawaban Alisya. Mereka kompak menoleh ke arah Bryan yang sedang serius menata kepingan puzzle.

"Setelah ini kamu mau tinggal di mana, Al?" tanya Diah yang tiba-tiba merasa sedih akan berpisah dengan Bryan.

"Ada lah, Mbak, nanti." jawab Alisya. Sejujurnya dia sendiri belum tau akan pergi ke mana, yang jelas tidak akan tinggal di apartemen itu dan tidak akan juga pulang ke rumah papanya.

"Atau Mas Hendra saja yang beli tanah warisan dari mama ku?" tanya Alisya tiba-tiba terlintas ide itu. Jika mereka mau, tentu Alisya tidak akan mematok harga seperti dengan orang lain dan yang pasti dia tenang karena kenal dengan pemilik tanah yang baru. Tanah itu dia anggap sebagai kenang-kenangan terakhir dari mamanya, dan satu-satunya. Jika tidak dalam keadaan mendesak seperti ini, tentu tidak akan menjualnya.

Diah dan Hendra saling pandang, kemudian Hendra kembali mewakili istrinya untuk menjawab. "Maaf, Al. Untuk itu kami belum bisa. Kami sedang mengumpulkan uang agar bisa melakukan program bayi tabung lagi."

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang