1️⃣0️⃣ Wanita Simpanan

5K 561 74
                                    

Selama ini Alisya memang abai dengan kesehatannya. Keluhan-keluhan kecil seperti pusing dan badan lemas hanya dia anggap sebagai efek kelelahan biasa. Akan tetapi tidak pernah terpikirkan jika dia didiagnosa anemia yang sampai harus memerlukan transfusi darah.

Kemarin, ketika Renan kembali membuat kekacauan di rumahnya, Alisya tak ingat lagi apa yang terjadi setelah pria itu memaksa untuk membawa Bryan dan dirinya pergi dari sana. Ketika sadar, selang infus dan selang transfusi darah sudah terpasang di tangannya.

Dokter memberi penjelasan bahwa kemungkinan akibat kelelahan panjang dan pola hidup yang tidak sehat, Alisya menderita anemia sehingga kadar hemoglobinnya menyentuh angka 7 dan sangat disarankan untuk transfusi agar pemulihannya cepat.

Hari ketiga di rumah sakit, mau tidak mau Alisya mengakui bahwa keadaan tubuhnya lebih baik, tidak selemah kemarin setelah mendapat tambahan tiga kantong darah. Selama itu pula dia belum bertemu dengan Bryan. Kata Renan, anak itu sudah berada di tempat yang nyaman.

Entah apa yang Alisya rasakan sekarang. Mungkin keberatan, tapi ada satu sisi hatinya yang merasa percaya bahwa Renan benar menjaga Bryan dengan baik. Atau mungkin karena dia sudah tidak bisa melawan keadaan sehingga memilih pasrah. Terserah apa yang ingin pria itu lakukan. Dia masih sama, mengatur hidup Alisya semaunya, dan tak pernah ada penjelasan yang menyertainya.

"Saya ingin pulang. Ingin bertemu Bryan."

"Nanti. Saat dokter sudah mengizinkan."

Sadar belum bisa melawan Renan, Alisya memilih memalingkan wajahnya dari Renan yang duduk di samping bed pasien.

"Makanlah! Aku harus ke kantor sekarang."

Tak ingin menjawab karena Alisya juga tidak pernah meminta Renan untuk setiap hari datang menjenguknya.

Sebenarnya, jika dipikir, apa yang Renan lakukan selama beberapa hari ini jauh dari sifat setan yang biasa dia lakukan. Renan tak pernah absen datang ke rumah sakit, entah itu pagi-pagi sekali sebelum ke kantor atau larut malam setelah dia menyelesaikan pekerjaan.

Akan tetapi, Alisya tidak pernah menyambutnya dengan baik. Bukan karena tidak tau terima kasih atau sejenisnya. Melainkan karena dia ingin melindungi diri sendiri. Tak ingin terlarut lagi pada sikap baik Renan. Terakhir kali dia terlena, dia kehilangan hal yang paling berharga dalam hidupnya. Bahkan harus menderita selama bertahun-tahun menahan perasaan yang tak pernah ada kejelasan.

Renan meletakkan kembali kotak makan yang pagi tadi diantarkan oleh petugas rumah sakit. Matanya kembali menatap punggung Alisya dengan lekat dan napas memberat.

Ketika itu, mereka berdua sama-sama terkejut ketika pintu ruangan diketuk dari luar. Alisya balik badan dan menatap Renan, dengan maksud bertanya siapa yang datang. Jika dokter atau suster, setelah mengetuk pasti langsung masuk dengan sendirinya. Tapi kali ini, beberapa saat setelah ketukan, tidak ada yang masuk.

Renan tak menjawab, dia pun sama tidak taunya. Akhirnya memilih berdiri untuk membuka pintu.

"Mama."

Alisnya yang merasa sudah sehat langsung terduduk dengan cepat begitu mendengar Renan menyebut mamanya.

"Oh! Kamu di sini, Ren?" balas Hasmita.

Renan tak menjawab. Dia melebarkan pintu dengan ekspresi yang tetap tenang. Berbeda dengan Alisya yang sudah bergerak tak nyaman di tempat tidur. Jantungnya berdebar hebat saat Hasmita masuk, apalagi di belakangnya juga ada pak Tio dan asisten pribadi yang waktu itu.

Pikiran Alisya benar-benar langsung kusut. Apa yang harus dia jawab ketika pasangan suami istri yang sudah begitu baik padanya ini bertanya kenapa anak kesayangan mereka berada di sini. Belum lagi jika nanti mereka membatin kenapa seorang Alisya bisa memesan layanan kamar termahal di rumah sakit ini. Alisya benar-benar tak memiliki ide untuk menjawab.

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang