Bagian 3

84 13 5
                                    

Happy Reading!



Detektif Nicholas tampak membaca dengan serius lembar berisi biodata mengenai Ranu Eilia Ishaka, saksi yang akan ia interogasi saat ini. Ranu tampak familiar di mata Nicholas dari sebuah foto di lembar biodata. Tak lama setelah itu, pintu ruang Waka Kurikulum terbuka, menampilkan sosok Ranu Eilia Ishaka. Nicholas menutup lembar yang sedang ia baca, kemudian meminta sosok Ranu Eilia Ishaka untuk duduk di hadapannya. Sejenak Nicholas termangu di tempatnya, gadis ini memang familiar di matanya karena dialah orang yang pagi tadi menatapnya dengan intens dari lantai dua gedung C sekolah. Nicholas sempat memperhatikan gadis yang sedang duduk di hadapannya dengan seksama. Wajah gadis tersebut mengingatkannya dengan seorang aktris asal Jepang yang menjadi idolanya.


"Ranu Eilia Ishaka, apakah benar itu nama anda?" tanya Nicholas membuka sesi interogasi.

"Benar, Pak," jawab Ranu.

Suara gadis di depannya ini sangatlah merdu dan lembut. Berbalik dengan sorot mata dingin dan tak acuh itu. Gestur tubuhnya tenang seolah ia tak gugup menjalani sesi interogasi ini.

Menarik, pikir Detektif Nicholas.


"Jadi, Ranu, apakah benar kemarin anda bertemu dengan Pak Baghaskara di Gedung olahraga?"

"Benar, Pak."

"Baik. Ranu, bisa anda jelaskan keberadaan anda pada rentang waktu pukul 18.00 WIB sampai 01.00 WIB pagi ini?"

"Saya berada di rumah, Pak. Anda bisa memastikan kesaksian saya dengan melihat rekaman kamera pengawas di rumah saya, Pak."

"Apakah anda sempat memiliki masalah dengan Pak Baghaskara?"

"Tidak, Pak."

"Apakah Pak Baghaskara sempat terlihat berkelakuan aneh atau menyampaikan sesuatu padamu? Apa yang kalian bicarakan sore kemarin?"

"Tidak, Pak. Kami hanya berbincang mengenai keputusan saya menolak ikut dalam kompetisi panah yang akan dilaksanakan bulan depan, Pak."

"Menurut anda, seperti apakah sosok Pak Baghaskara itu?"

Gadis di depannya tampak terdiam beberapa saat. "Baik. Beliau adalah pribadi yang baik," jawabanya dengan lugas.

Detektif Nicholas mengangguk. "Baik, terima kasih karena telah bersedia untuk kami interogasi. Apabila kami memerlukan kesaksian anda di kemudian hari, kami mohon kerja samanya."

"Baik, Pak."


Setelah sesi interogasi tersebut selesai, Ranu segera meninggalkan ruang kepala sekolah. Ia tak lantas kembali ke ruang kelas. Setelah memastikan tak ada yang mengikutinya, ia melangkahkan kaki menuju gudang belakang sekolah. Gudang yang jarang dimasuki oleh orang karena hanya berisikan barang-barang tak terpakai yang belum sempat dijual atau dibuang.

Ranu menyelip di antara ratusan siswa dan siswi yang berlomba-lomba untuk keluar dari sekolah. Menghindari kamera pengawas sebanyak mungkin dan juga pengawasan dari petugas kepolisian yang tampak berjaga di sekolahnya.

Ia menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan sekitar sepi tanpa ada yang mengikuti atau mengawasinya. Ranu memakai sarung tangan latex yang ia bawa karena ia akan melakukan praktikum sore ini. Dibukanya dengan perlahan pintu gudang tua itu. Ranu memasuki gudang dengan langkah hati-hati dan pelan. Kemudian, ia menutup rapat pintu gudang tersebut.

Hamburan debu memenuhi pandangan Ranu, membuat nafasnya terasa sesak sesaat. Ranu menghidupkan senter dari gawai yang dibawanya. Menerangi seisi gudang tua yang nampak remang siang itu. Perlahan, di dekatinya piano tua milik sekolah yang tertata di tengah ruangan. Ia mengamati dengan cermat piano tersebut. Ia mengetuk badan piano di setiap sisi, berusaha seminiminal mungkin membuat suara. Ketika kaki-kaki piano ia ketuk, terdengar suara berbeda dari dalamnya.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang