Bagian 18

59 7 1
                                    


-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

-

-

Ranu menaikkan senapan yang ia bawa, mengarahkannya pada seekor kijang yang tengah memakan rumput liar. Ia menghitung mundur dalam hati dan pada saat hitungan terakhir terucap, ia membidik kijang tersebut. Suara tembakan menggema bersamaan dengan ambruknya tubuh kijang tersebut, membuat sekelompok burung yang tengah bertengger di dahan pohon terbang menjauh tak tentu arah.

Ranu menunggangi kudanya mendekat ke arah kijang tersebut. Ia memutuskan turun dari kudanya dan mengangkat bangkai kijang tadi. Ia berencana menguburkannya di halaman belakang vila miliknya. Ranu menengadah, menatap sekelompok burung yang terbang di atasnya. Langit tampak muram, tanda hujan besar akan turun.

Suara tapak kaki kuda terdengar dari arah belakang. Ranu menoleh, memandang Ren yang tengah berjalan ke arahnya.

Ren menyentuh singkat tubuh kijang itu. "Mas tau kamu berbakat. Tapi, Mas akan selalu ingat untuk memujimu. You always do something wonderful, Rei," ucap Ren seraya mengusap kepal Ranu.

Ranu tersenyum, matanya semakin mengecil seiring lebarnya senyuman yang ia berikan. "Aku cukup senang, Mas. Aku cukup puas," balas Ranu.

Ren mengangguk. Ia lantas menyodorkan tangan kanannya kepada Ranu. "Sebentar lagi hujan akan turun. Lebih baik kita kembali ke vila sekarang," ucapnya.

Ranu menyambut niat Ren. Ia menggenggam tangan Ren dengan kuat, membantunya menaiki kuda yang sudah menunggunya sejak tadi. Ranu menghentakkan kakinya, membuat kuda yang ia tunggani berjalan meninggalkan tempat itu.

Butuh waktu setidaknya lima belas menit bagi mereka untuk keluar dari kawasan hutan itu. Mereka memasuki area vila saat hujan rintik-rintik turun membasahi tanah. Setelah memastikan kedua kuda yang mereka tunggani berada di tempat yang nyaman, Ren membantu Ranu menguburkan bangkai kijang tersebut di tengah hujan.

Ini bukan kali pertama bagi Ren membantu Ranu menguburkan 'bangkai'. Ada dua puluh empat batu yang mewakili setiap lubang berisikan 'bangkai' yang telah Ranu buat selama delapan belas tahun hidupnya di tempat ini. Ren dan Ranu bersama-sama menggali lubang sedalam satu setengah meter itu. Hujan semakin lebat kala mereka menutup lubang tersebut. Ranu berjalan menjauh, memetik dua puluh lima bunga berbeda dari taman di belakang vila tersebut.

Ranu mendudukkan tubuhnya di samping pusara, menundukkan kepala sejenak sebelum menaruh kedua puluh lima bunga yang ia petik tadi. Ia lantas mengusap batu yang menjadi nisan penanda, lantas tersenyum lebar.

Ranu dan Ren memutuskan memasuki vila tersebut kala hujan semakin lebat menerpa bumi. Mereka menuju kamar masing-masing untuk membersihkan diri. Ranu mendesah lega ketika kulit telanjangnya menyentuh air hangat dengan aroma mawar yang semerbak itu. Ia memejamkan mata dan tiba-tiba tersenyum. Hari ini semua berjalan dengan lancar dan menyenangkan. Mereka berkuda sejak pagi yang dilanjutkan dengan berburu kijang di sore harinya. Mereka juga sempat berkunjung ke sebuah danau dengan puluhan teratai yang mengapung indah di atasnya. Andai hidup Ranu sama seperti manusia yang lainnya, ia akan merasa sangat bahagia.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang